• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penghitungan data dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 untuk tabulasi data dan penyajian grafik. SPSS 16.0 digunakan untuk Analisis Ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Program tersebut digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap perbedaan padat tebar, kelangsungan hidup, dan laju pertumbuhan harian ikan lele. Jika berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut antar perlakuan dengan menggunakan uji Tuckey atau beda nyata jujur.

8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan padat tebar ikan lele menggunakan sistem resirkulasi yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan biologi ikan.

3.1.1 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), pH, amonia, nitrit, dan nitrat.

3.1.1.1 Suhu

Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan lele berkisar antara 25,7-29,1oC (Gambar 1). Suhu air yang terukur dari H0 sampai H40 cenderung stabil untuk kontrol, P1 dan P2. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% untuk H0 sampai H40 menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perubahan suhu (Lampiran 2).

9

3.1.1.2 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen, DO)

Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan kisaran antara 1.36-6,81 mg/l. DO pada air kolam pemeliharaan dari H0-H10 cenderung stabil. Namun, mengalami penurunan yang cukup drastis dari H10-H20 kemudian cenderung stabil kembali sampai H40 (Gambar 2). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% untuk H0 sampai H40 menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perubahan DO (Lampiran 3).

Gambar 2. Kadar oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele.

3.1.1.3 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH air kolam pemeliharaan lele yang diukur cenderung mengalami fluktuasi untuk P1 dan kontrol sedangkan untuk P2 cenderung mengalami kenaikan. Kisaran pH untuk P1 sebesar 6,75-7,65, untuk kontrol berkisar antara 6,01-7,57, P2 berkisar antara 6,48-7,05 (Gambar 3). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% untuk H0 sampai H40 menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perubahan pH (Lampiran 4).

10 Gambar 3. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele.

3.1.1.4 Amonia

Nilai amonia air kolam pemeliharaan lele cenderung mengalami penurunan untuk semua perlakuan dari H0 sampai H20 namun mengalami fluktuasi menjelang H30 sampai H40 (Gambar 4). Konsentrasi amoniatertinggi pada P1 yaitu sebesar 0,014mg/ℓ terjadi pada H30, pada P2 sebesar 0,012 mg/ℓ yang juga terjadi pada H30 dan pada kontrol sebesar 0,01 mg/ℓ terjadi pada H0. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antara kontrol dengan P1 dan P2 terhadap amonia pada H30 dan H40. Pada perlakuan kontrol, P1 dan P2 pada H0 sampai H20 tidak berbeda nyata (P>0,05), demikian halnya pada perlakuan P1 dan P2 pada H30 sampai H40 (Lampiran 5).

Gambar 4. Kandungan amonia pada kolam ikan lele setiap perlakuan selama pemeliharaan.

11

3.1.1.5 Nitrit

Kandungan nitrit pada air kolam budidaya ikan lele pada setiap perlakuan berkisar antara 0,013-0,069 (Gambar 5). Nilai nitrit semua perlakuan cenderung mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) untuk P1 dan kontrol terhadap nitrit pada H0, tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk semua perlakuan pada H10 sampai H40 (Lampiran 6).

Gambar 5. Kandungan nitrit pada kolam ikan lele setiap perlakuan selama pemeliharaan.

3.1.1.6 Nitrat

Kandungan nitrat pada air kolam pemeliharaan ikan lele pada setiap perlakuan berkisar antara 0, 15-7,76 (Gambar 6). Nilai nitrat semua perlakuan cenderung mengalami penurunan selama masa pemeliharaan berlangsung. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) untuk kontrol dan P2 terhadap nitrat pada H30 dan H40, tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk semua perlakuan pada H0 sampai H20 (Lampiran 7).

12 Gambar 6. Kandungan nitrat pada kolam ikan lele setiap perlakuan selama

pemeliharaan.

3.1.2 Parameter Biologi Ikan

Parameter biologi ikan yang dihitung pada penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, hasil produksi dan FCR.

3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 79,98-81,61% (Gambar 7). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kontrol, P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan lele (Lampiran 8).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

81,61±2,94 80,62±3.16

79,98±2,71

13

3.1.2.2 Specific Grow Rate (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik kontrol, P1 dan P2 mengalami kenaikan yang secara berturut-turut adalah sebesar 4,97±0,18%, 5,19±0,1%, dan 5,40±0,14% (Gambar 8). Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik, namun P2 berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol (Lampiran 9).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 8. SGR ikan lele pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

3.1.2.3 Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan (Gambar 9). Hasil pertumbuhan bobot mutlak yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut pada akhir pemeliharaan, yaitu sebesar 68,79±5,02 g, 76,63±2,75 g dan 83,00±3,73 g. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kontrol dan P2 memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot (Lampiran 10).

5,40±0,14 5,19±0,1

4,97±18

14 Gambar 9. Pertumbuhan bobot ikan lele pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan.

3.1.2.4 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan (Gambar 10). Hasil yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut pada akhir pemeliharaan, yaitu sebesar 9,18±0,59 cm, 10,36±0,39 cm dan 11,56±0,18 cm. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar pada kontrol, P1 dan P2 untuk masing-masung perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). (Lampiran 11).

Gambar 10. Pertumbuhan panjang ikan lele pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

15

3.1.2.5 Hasil Produksi

Hasil produksi yang diperoleh pada akhir pemeliharaan untuk kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut, yaitu sebesar 30.1±1.57 kg, 67,5±6,20 kg dan 116,6±1,84 kg (Gambar 11). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar semua perlakuan berbeda nyata (P<0,05) terhadap hasil produksi ikan lele (Lampiran 12).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 11. Hasil produksi ikan lele pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

3.1.2.6 Feed Convertion Ratio (FCR)

Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) pada kontrol, P1 dan P2 secara berturut-turut adalah 1,37±0,04, 1,52±0,10, dan 1,47±0,03 (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai Feed Conversion Ratio (FCR). (Lampiran 13).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 12. Nilai Feed Convertion Ratio (FCR) ikan lele selama pemeliharaan 30.1±1.57

a

67.5±6.20

b c

116.6±1.84 1.37±0.04 1.52±0.10 1.47±0.03

a a a

16

3.2 Pembahasan

Kisaran kualitas air yang mencakup suhu pada media pemeliharaan ikan lele masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele. Suhu pada setiap media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 25,7-28,8oC. Menurut Boyd (1990) suhu optimal untuk tumbuh bagi ikan yaitu 25-32 °C. Effendi (2003) menyatakan suhu merupakan faktor yang sangat penting pengaruhnya terhadap aktivitas vital pada tubuh ikan, terutama bernafas, tumbuh dan reproduksi, peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 2-3 kali lipat, karena laju metabolisme juga akan meningkat.

Kisaran nilai pH selama penelitian pada semua perlakuan antara 6,01 sampai 7,65. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan pertumbuhan optimal pada nilai pH sekitar 7-8,5. Menurut Boyd (1982) pH yang optimal untuk pertumbuhan sebagian besar spesies ikan berkisar antara 6,5-9,0.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 1.36-6,8. Pada kandungan oksigen terlarut terjadi kecenderungan penurunan nilai sejalan dengan peningkatan kepadatan dan pertumbuhan ikan lele. Hal ini diduga terjadi karena oksigen terlarut pada setiap perlakuan tidak hanya digunakan untuk respirasi ikan dan proses nitrifikasi yang terjadi dalam kolam, akan tetapi digunakan juga untuk proses nitrifikasi yang terjadi dalam wadah biofilter. Salah satu penyebab menurunnya konsentrasi oksigen terlarut pada wadah pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya nafsu makan ikan yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhannya menyebabkan terjadinya penumpukan produk metabolit ikan dan limbah organik, sehingga oksigen lebih banyak diperlukan oleh bakteri untuk melakukan proses penguraian. Bakteri nitrosomonas dan

nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi untuk proses yang normal (Kordi & Tancung, 2007). Kandungan oksigen terlarut untuk pemeliharaan budidaya ikan lele >1 ppm (BBAT, 2005). Menurut Boyd (1982) oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd (1990) menurunnya kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang

17 diperlihara. Makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak, dan sejalan dengan bertambahnya bobot ikan maka tingkat konsumsi oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan pun meningkat pula.

Kadar amonia media pemeliharaan ikan lele pada semua perlakuan perbedaan padat tebar menunjukkan dari awal pemeliharaan sampai hari ke dua puluh mengalami penurunan, namun pada hari ke tiga puluh meningkat lagi untuk P1 dan P2, pada hari ke empat puluh menurun kembali. Peningkatan pada hari ke dua puluh tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti sisa pakan, feses dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonium dan bahan organik terlarut di dalam kolam, sedangkan oksigen terlarut akan mengalami penurunan (Sindilariu et al., 2008). Menurut Chen et al.

(2005) proses nitrifikasi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya substrat dan konsentrasi kelarutan oksigen, proses nitrifikasi ini memerlukan oksigen yang cukup banyak. Diduga bahwa adanya konsumsi oleh bakteri nitrifikasi menyebabkan kelarutan oksigen rendah sehingga menyebabkan kenaikan nilai amonia. Berkurangnya oksigen terlarut pada media pemeliharan ikan berakibat berkurangnya kemampuan mengosidasi amonia menjadi produk lain (NH3 → NH4+ → NO2-→NO3-). Pillay (1993) menyebutkan ambang batas maksimum konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02 mg/ℓ meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0 - 2,0 mg/ℓ.

Konsentrasi nitrit yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,013-0,069 ppm. Voslarova et al. (2008) menyatakan bahwa nitrit bersifat toksik terhadap ikan, sifat toksik dapat bersifat kronik dan mematikan. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) untuk P1 dan kontrol terhadap nitrit pada H0. Konsentrasi nitrit yang berkisar antara 0,003-0,856 ppm masih menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70% untuk ikan yang dipelihara dengan sistem resirkulasi (Murtiati et al., 2010). Kisaran konsentrasi nitrit yang diperoleh selama penelitian masih memenuhi kriteria baku mutu air

18 dimana nilai ambang baku mutu konsentrasi nitrit menurut Pillay (1993) untuk budidaya sebagian besar jenis ikan diupayakan agar lebih kecil dari 0,1 ppm.

Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 93-96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofiltrasi (Tyson, 2007). Hasil penelitian pemeliharaan ikan lele dengan perlakuan perbedaan padat tebar menunjukkan bahwa sejalan dengan penurunan amonia terjadi peningkatan nitrit diduga proses penguraian nitrit menjadi nitrat tidak berjalan karena adanya akumulasi nitrit sebagai akibat kerja Nitrobacter terganggu , sehingga nitrat tidak mengalami penguraian secara sempurna.

Secara umum peningkatan kepadatan ikan cenderung menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air media budidaya. Perubahan yang terjadi berupa penurunan kualitas air sebagai akibat dari peningkatan padat tebar ikan. Hal ini terlihat dari perubahan nilai parameter kualitas air yang terjadi pada masing-masing kepadatan ikan. Walaupun terjadi penurunan, kualitas air media budidaya masih berada pada kisaran yang memungkinkan ikan lele untuk hidup dengan baik. Namun demikian penurunan kualitas air tersebut cenderung mempengaruhi beberapa parameter kehidupan ikan lele antara lain pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konsumsi pakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang ditebar cukup tinggi, seperti dapat dilihat pada Gambar 7, rata-rata tingkat kelangsungan hidup kontrol adalah sebesar 79,89% P1 sebesar 80,62% dan P2 sebesar 81,61%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar menunjukan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan lele. Kisaran nilai kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan kepadatan dianggap masih cukup baik. Seperti pada pengamatan pertumbuhan, salah satu faktor yang mungkin dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang meningkat adalah kualitas air yang telah menurun. Subagja dan Sulhi (2009), menyatakan bahwa pendederan ikan lele di bak plastik yang menggunakan sistem

19 resirkulasi dengan memakai biofilter mampu meningkatkan pertumbuhan dan keseragaman ikan, dibanding pendederan pada kolam plastik dengan air yang tergenang. Laju pertumbuhan spesifik menggambarkan persentase pertambahan bobot ikan lele setiap harinya. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi dicapai pada P2 sebesar 5,40±0,14%, sedangkan nilai terendah terdapat pada kontrol sebesar 4,97±0,18%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas air dan pakan pada masing-masing kolam tersebut. Selama kondisi pakan tercukupi dan kondisi perairan terkontrol dan mendukung sistem budidaya, maka peningkatan kepadatan ikan tidak menurunkan laju pertumbuhan harian, sehingga hasil yang akan diperoleh juga akan semakin meningkat dengan meningkatnya kepadatan ikan. Penambahan padat tebar pada penelitian ini juga diiringi penambahan jumlah pakan melalui perhitungan FR yang disesuaikan dengan biomassa. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), parameter pemeliharaan ikan pada kepadatan tinggi adalah hasil yang maksimal. Pada pemeliharaan ikan secara intensif peningkatan padat penebaran biasa dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat dicapai. Jika hasil yang didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun pertumbuhan ikan cenderung lambat. Pada penelitian ini belum terlihat titik maksimal, karena itu disimpulkan bahwa dengan kualitas air yang ada, maka kepadatan ikan lele masih mungkin untuk ditingkatkan hingga melebihi 150 ekor/m2.

Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) pada control, P1 dan P2 secara berturut-turut adalah 1,37±0,04, 1,52±0,10, dan 1,47±0,03 (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai Feed Conversion Ratio (FCR). Hal ini diduga karena pemberian pakan berdasarkan perhitungan FR pada ikan akan menghasilkan pertumbuhan yang maksimal tetapi nilai konversi pakannya juga tinggi, sedangkan pemberian pakan dengan jumlah yang lebih sedikit akan menghasilkan pertumbuhan yang optimum dan diikuti dengan nilai konversi pakan yang cenderung lebih baik atau lebih rendah (Goddard, 1996).

20 Hasil produksi optimal pada pembesaran ikan lele dengan sistem resirkulasi outdoor terbaik yang ditunjukkan pada penelitian ini terdapat pada P2 dengan padat tebar 150 ekor/m2. Hasil produksi yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 masing–masing , yaitu sebesar 30.1±1.57 kg, 67,5±6,20 kg dan 116,6±1,84 kg. Sistem resirkulasi outdoor yang digunakan pada penelitian ini mampu menjaga kualitas air pada kolam pemeliharaan tetap layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele. Hal ini dapat dilihat dari hasil tingkat kelangsungan hidup semua perlakuan yang tidak berbeda nyata, namun jika dilihat dari pertumbuhan bobot dan panjang, perlakuan P2 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya sehingga hasil produksi terbaik pada pembesaran ikan lele terdapat pada P2 dengan kepadatan 150 ekor/m2.

21

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa padat tebar yang berbeda pada setiap perlakuan untuk pembesaran ikan lele sangkuriang Clarias sp. dengan sistem resirkulasi outdoor menunjukkan perubahan kualitas air yang masih dalam kisaran yang layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan tersebut. Padat penebaran 150 ekor/m2 memberikan hasil produksi yang paling tinggi.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penambah kepadatan padat tebar pada kolam dengan sistem resirkulasi untuk kegiatan pembesaran ikan lele ini dalam rangka peningkatan produktivitas, efisiensi lahan serta penghematan sumber daya air yang digunakan.

 

 

Dokumen terkait