IV. BAHAN DAN METODE
4.3. Metode Penelitian
4.3.2. Analisis Data
Analisis data terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
a. Pembuatan Peta
Peta rupa bumi yang meliputi seluruh Kabupaten Lamongan dengan skala 1:25.000 discan / disiam. Karena ukuran scanner kecil (A4) maka peta perlu dipotong menjadi 9 bagian, kemudian peta disambung dengan menggunakan perangkat lunak Pana Vue ImageAssembler. Proses penyambungan dilakukan dengan mencari titik yang sama di peta.
Gambar 5. Peta Banjaranyar dipotong menjadi 9 bagian
Gambar 6. Proses penyambungan peta
Kemudian dila kukan transformasi geometri untuk mengaitkan koordinat bumi ke peta atau lapisan data dalam SIG untuk menyesuaikan satu lapisan data sehingga dapat ditumpangtindihkan dengan data lain yang mempunyai daerah sama (Barus dan Wiradisastra, 2000). Koreksi geometrik dilakukan dengan memasukan nilai koordinat yang terdapat di dalam peta cetakan ke dalam suatu titik kontrol (Gambar 7). Selanjutnya titik tersebut akan menyesuaikan posisinya sesuai dengan nilai koordinat dan sistem proyeksinya. Dalam hal ini, peta rupa bumi diproyeksi dengan Universal Transverse Mercator (UTM) dengan menggunakan software Arc View 3.2. Software Arc View ini juga digunakan dalam melakukan digitasi sehingga diperoleh peta digital dengan format struktur data vektor dalam bentuk shp file , shx file, dan dbf file. Hasil digitasi peta rupa bumi ini antara lain peta penggunaan lahan, (Land Use), peta kontur, peta administrasi, jalan dan sungai.
Gambar 7. Pemasukan nilai koordinat ke dalam suatu titik kontrol b. Pembuatan Peta Kelas Lereng (Slope Map)
Pembuatan Peta Kelas Lereng dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arc View 3.2 dengan menggunakan Extensions 3D Analyst dan Model Builder.
Peta Kelas Lereng (Slope Map) diperoleh dari hasil analisis kontur yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama peta kontur diubah menjadi Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model/DEM) dengan metode TIN (Triangulated Irregular Network) dengan memilih Surface-Create TIN from features kemudian memasukkan Interval Kontur sebagai Height Source sehingga terlihat bentukan tiga dimensi dari topografi Kabupaten Lamongan. TIN adalah model data vektor topologi yang dipakai untuk penyajian data terain. Suatu TIN menggambarkan permukaan sehingga suatu rangkaian facet segi-tiga berkaitan. Setiap facet terdiri dari 3 poligon (vertices), nilai koordinat XY (lokasi geografi) dan koordinat Z (elevasi), yang semuanya diberi kode (Barus dan Wiradisastra, 2000). Dengan TIN bentuk 3 dimensi kenampakan topografi terlihat lebih jelas, bagian mana saja dari kabupaten Lamongan ini yang memiliki dataran yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Peta Elevasi dalam bentuk TIN dari Kabupaten
10% 15% 25% 5% 20% DEM Peta Kelas Kemiringan Lereng
Gambar 9. Alur Pembuatan Kelas Lereng
Selanjutnya TIN dikonversi ke dalam bentuk grid yang dikenal dengan sebutan rasterisasi, yaitu proses transformasi data spasial yang berbentuk rangkaian titik, garis, dan poligon ke bentuk susunan (array) sel yang mempunyai nilai. Kemudian melalui tahapan klasifikasi/pengkelasan kemiringan lereng dengan mengelompokkan nilai kelas lereng berdasarkan batasan nilai yang sudah ditetapkan sehingga terbentuk pola tertentu. Dari hasil klasifikasi diperoleh data spasial kemiringan lereng dalam bentuk grid. Hasil klasifikasi diubah menjadi bentuk vektor dengan mengkonversi ke dalam bentuk shp sehingga dapat dilakukan digitasi di program ArcView, selanjutnya dilakukan digitasi dengan sedikit dilakukan generalisasi. Alur pembuatan peta kelas lereng ditampilkan pada Gambar 9. Pengelompokan kelas lereng dibuat berdasarkan kriteria kesesuaian lahan. Peta Kelas Lereng ditampilkan pada Gambar 10.
c. Satuan Lahan (Land Unit)
Penyusunan peta satuan lahan in i berbasis data sekunder. Dalam hal peta yang dibuat berbasis data sekunder, konsep peta yang akan dibuat berbasis konsep satuan kehomogenan biofisik-produksi dan biokimia. Dalam hal ini data menjadi kunci, yang selanjutnya dipakai untuk keperluan pengembangan peta potensi bioregional tumbuhan obat (Pusat Studi Biofarmaka, 2005). Satuan
Rasterisasi Klasifikasi Generalisasi
lahan disini merupakan peta yang berbasis konsep satuan kehomogenan biofisik dan biokimia. Poligon yang memiliki parameter yang sama/homogen dibentuk menjadi suatu satuan lahan. Satuan lahan ini kemudian dikembangkan menjadi Satuan Lahan Homogen (SLH) dan Satuan Lahan tidak Homogen (SLtH). Pengembangan ini dengan alasan Satuan Lahan Homogen tidak hanya memiliki data biofisik wilayah penelitian, tetapi juga memiliki data mengenai kesuburan tanahnya yang berasal dari analisis titik sampel. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen hanya memiliki data dari hasil tumpang tindih antara peta tanah, peta kelas lereng, dan peta sistem lahan yang antara poligon satu dengan poligon yang lain memiliki parameter yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan alasan kemudahan dalam pengelompokan dan dalam pengambilan keputusan. Satuan lahan ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk analisis selanjutnya (Setiawan, 2005).
Peta Satuan Lahan ini sebagai dasar dari kualitas lahan dari daerah penelitian yang didalamnya terdapat informasi berupa sifat fisik tanah dan sifat lingkungan daerah penelitian sehingga dapat dibandingkan dengan syarat pertumbuhan tanaman obat untuk dapat menentukan kelas kesesuaian lahan dari tanaman obat. Parameter yang dimiliki Satuan Lahan Homogen yaitu Elevasi, Bulan Basah, Bulan Kering, Drainase Tanah, Tekstur, Kedalaman Solum, KTK, pH, C-Organik, N-Total, P, Kdd, dan Lereng. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen memiliki parameter Elevasi, Bulan Basah, Bulan Kering, dan Lereng (Tabel 5).
d. Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan untuk temulawak ditentukan dengan membandingkan kualitas lahan yang tergambarkan dalam Peta Satuan Lahan dengan syarat tumbuh tanaman obat atau kriteria klasifikasi kesesuaia n laha n untuk tanaman temulawak.
Tabel 5. Parameter yang digunakan SLH dan SLtH
Parameter SLH SLtH - Elevasi ( m dpl) √ √ - Bulan Basah (> 200 mm) √ √ - Bulan Kering (< 100 mm) √ √ - Drainase tanah √ - - Tekstur √ - - Kedalaman solum √ - - KTK √ - - pH √ - - C-organik (%) √ - - Total N √ - - P √ - - Kdd √ - - Lereng (%) √ √ e. Investigasi Penyebaran
Peta penyebaran diperoleh berdasarkan dari data statistik yang berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan. Data statistik yang ada dimasukkan kedalam data atribut dimana data atribut ini berhubungan dengan data spasialnya, sehingga daerah dengan penanaman paling banyak dapat diketahui.
f. Evaluasi Lokasi dengan Kondisi Lingkungan
Evaluasi diperoleh dari hasil investigasi antara Peta Penyebaran dan Peta Kesesuaian Lahan Temulawak.
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian
Peta Rupabumi (Topografi)
Peta Sistem Lahan (Land System ) RePPProT Jenis Tanah (Great Group) - Peta Administrasi - Peta Jalan - Peta Sungai Peta Kontur Penyiaman ( Scanning) Koreksi Geometrik Digitasi Layar (On Screen)
DEM
Peta Kelas Lereng
Data Kesuburan Tanah Titik Sampel
Peta Sat uan Lahan
Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Temulawak Rasterisasi Klasifikasi Generalisasi Data Statistik Satuan Lahan Homogen Satuan Lahan tidak Homogen Peta Penyebaran Temulawak
Kriteria Kesesuaian Lahan
Investigasi
Evaluasi Pemetaan