• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV.4 Analisis Tegangan pada Pipeline Selama Proses Abandonment and Recovery

IV.4.3 Analisis Dinamis Abandonment and Recovery

Analisis dinamis dilakukan untuk mengetahui interaksi antara pipeline dengan arus dan gelombang selama proses abandonment and recovery. Kombinasi arus dan gelombang yang mengenai pipeline bisa menyebabkan tegangan pada pipeline sehingga analisis dinamis perlu dilakukan.

a. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 0 (stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.12 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0 dan stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.12 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and

recovery akibat pembebanan arah 0 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai

3m.

40

Gambar 4.13 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0

dan stinger stern depth = 3m)

Berdasarkan Gambar 4.13 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 396.28 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

b. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 45 (stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.14 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45 dan

stinger stern depth = 3m)

41

Gambar 4.14 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 45 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 3m.

Gambar 4.15 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45

dan stinger stern depth = 3m)

Berdasarkan Gambar 4.15 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30

yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 398.49 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101,

tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi

kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen

yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

42

c. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 90 (stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.16 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90 dan stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.16 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 90 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 3m.

Gambar 4.17 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90

dan stinger stern depth = 3m)

43

Berdasarkan Gambar 4.17 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 398.31 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

d. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 135 (stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.18 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 135 dan stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.18 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and

recovery akibat pembebanan arah 135 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut

bernilai 3m.

44

Gambar 4.19 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 135 dan stinger stern depth = 3m)

Berdasarkan Gambar 4.19 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 398.05 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

e. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 180 (stinger stern depth = 3m)

Gambar 4.20 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 180 dan

stinger stern depth = 3m)

45

Gambar 4.20 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 180 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 3m.

Gambar 4.21 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 180 dan stinger stern depth = 3m)

Berdasarkan Gambar 4.21 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30

yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 395.79 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101,

tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi

kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen

yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

46

f. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 0 (stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.22 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0 dan stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.22 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 0 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 4m.

Gambar 4.23 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0

dan stinger stern depth = 4m)

47

Berdasarkan Gambar 4.23 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 304.33 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline tidak mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan.

g. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 45 (stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.24 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45 dan stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.24 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and

recovery akibat pembebanan arah 45 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut

bernilai 4m.

48

Gambar 4.25 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45

dan stinger stern depth = 4m)

Berdasarkan Gambar 4.25 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 306.29 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline tidak mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan.

h. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 90 (stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.26 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90 dan

stinger stern depth = 4m)

49

Gambar 4.26 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 90 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 4m.

Gambar 4.27 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90

dan stinger stern depth = 4m)

Berdasarkan Gambar 4.27 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30

yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 305.62 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101,

tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi

kesimpulannya pada kasus ini, pipeline tidak mengalami kegagalan karena tegangan

ekuivalen yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan.

50

i. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 135 (stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.28 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 135 dan stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.28 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 135 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 4m.

Gambar 4.29 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah

135 dan stinger stern depth = 4m)

51

Berdasarkan Gambar 4.29 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 305.9 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline tidak mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan.

j. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 180 (stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.30 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 180 dan stinger stern depth = 4m)

Gambar 4.30 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and

recovery akibat pembebanan arah 180 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut

bernilai 4m.

52

Gambar 4.31 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 180 dan stinger stern depth = 4m)

Berdasarkan Gambar 4.31 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-30 yang berada di ujung stinger dan mempunyai nilai 304.33 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87% SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline tidak mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan.

k. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 0 (stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.32 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0 dan

stinger stern depth = 5m)

53

Gambar 4.32 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 0 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 5m.

Gambar 4.33 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 0

dan stinger stern depth = 5m)

Berdasarkan Gambar 4.33 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-17 yang berada di sambungan antara barge dengan stinger (hitch) dan mempunyai nilai 393.53 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87%

SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan

mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang

diizinkan.

54

l. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 45 (stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.34 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45 dan stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.34 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 45 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 5m.

Gambar 4.35 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 45

dan stinger stern depth = 5m)

55

Berdasarkan Gambar 4.35 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-17 yang berada di sambungan antara barge dengan stinger (hitch) dan mempunyai nilai 394.15 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87%

SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

m. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 90 (stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.36 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90 dan stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.36 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and

recovery akibat pembebanan arah 90 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut

bernilai 5m.

56

Gambar 4.37 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 90

dan stinger stern depth = 5m)

Berdasarkan Gambar 4.37 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-17 yang berada di sambungan antara barge dengan stinger (hitch) dan mempunyai nilai 394.13 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87%

SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

n. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 135 (stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.38 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 135 dan

stinger stern depth = 5m)

57

Gambar 4.38 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 135 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 5m.

Gambar 4.39 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 135 dan stinger stern depth = 5m)

Berdasarkan Gambar 4.39 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-17 yang berada di sambungan antara barge dengan stinger (hitch) dan mempunyai nilai 394.16 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87%

SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan

mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang

diizinkan.

58

o. Tegangan ekuivalen akibat pembebanan arah 135 (stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.40 Profil Pipelline selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah 180 dan stinger stern depth = 5m)

Gambar 4.40 di atas menunjukkan profil pipeline selama proses abandonment and recovery akibat pembebanan arah 180 dan jarak ujung stinger terhadap permukaan laut bernilai 5m.

Gambar 4.41 Tegangan Ekuivalen selama Proses Abandonment and Recovery (pembebanan arah

180 dan stinger stern depth = 5m)

59

Berdasarkan Gambar 4.41 di atas, tegangan ekuivalen terbesar ada pada node ke-17 yang berada di sambungan antara barge dengan stinger (hitch) dan mempunyai nilai 393.53 Mpa. Berdasarkan DNV OS F101, tegangan ekuivalen maksimal yang diizinkan (87%

SMYS) adalah sebesar 313.2 Mpa. Jadi kesimpulannya pada kasus ini, pipeline akan mengalami kegagalan karena tegangan ekuivalen yang terjadi melebihi batas tegangan yang diizinkan.

IV.4.4 Hasil Perhitungan Tegangan Ekuivalen pada Pipeline Selama Proses