• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dinamis Tegangan Pipa dengan Variasi Sudut Stinger

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.8 Analisis Dinamis Tegangan Pipa dengan Variasi Sudut Stinger

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software OFFPIPE. Analisis

dinamis berarti selama proses instalasi berlangsung, beban dari lingkungan seperti

gelombang diperhitungkan. Beban lingkungan ini akan mempengaruhi pergerakan

dari vessel yang akan berpengaruh selama proses instalasi. Dalam analisis ini,

besarnya tegangan pipa selama instalasi akan didapatkan. Tegangan pipa tidak

boleh melebihi tegangan ijinnya agar pipa tidak mengalami kegagalan. Pada kasus

ini, diameter pipa adalah 14 inci dengan kedalaman 1426 m.

Variabel yang divariasikan dalam analisis ini adalah sudut stinger. Stinger

yang digunakan merupakan articulated stinger yang terdiri dari 3 bagian (section).

Sudut untuk setiap section dari stinger ini yang akan divariasikan. Variasi

dilakukan berdasarkan radius of curvature dari pipa.

4.8.1 Model 1

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 30°

- Section 3 = 45°

51

Gambar 4.13 Konfigurasi Stinger 2D Model 1

Gambar 4.14 Konfigurasi Stinger 3D Model 1

Gambar 4.13 dan 4.14 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 1. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

Tabel 4.8 Tegangan Pipa pada Roller Model 1

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tegangan

(MPa) 145.25 246.56 840.58 331.58 499 245.81 713.42 353.59 1162.39

Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum sebesar 1162.39 MPa

yang terjadi di roller 9 pada stinger. Hal ini dapat disebabkan akibat tidak adanya

penopang yang cukup bagi pipa setelah roller 9, sehingga pipa akan melengkung

secara drastis setelah roller 9.

52

4.8.2 Model 2

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 30°

- Section 3 = 55°

Gambar 4.15 Konfigurasi Stinger 2D Model 2

Gambar 4.16 Konfigurasi Stinger 3D Model 2

Gambar 4.15 dan 4.16 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 2. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

Tabel 4.9 Tegangan Pipa pada Roller Model 2

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tegangan

53

Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum sebesar 1122.37 MPa

yang terjadi di roller 7 pada stinger. Tegangan maksimum terjadi pada roller 7

diakibatkan oleh sudut stinger pada section 3 yang terlalu tinggi, sehingga pipa

mengalami kelengkungan yang cukup signifikan.

4.8.3 Model 3

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 30°

- Section 3 = 60°

Gambar 4.17 Konfigurasi Stinger 2D Model 3

Gambar 4.18 Konfigurasi Stinger 3D Model 3

Gambar 4.17 dan 4.18 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 3. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

54

Tabel 4.10 Tegangan Pipa pada Roller Model 3

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tegangan

(Mpa) 133.42 258.82 904.45 259.7 127.94 271 1315.86 401.39 833.59

Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum sebesar 1315.86 MPa

yang terjadi di roller 7 pada stinger. Hal ini disebabkan karena sudut stinger pada

section 3 yang tinggi. Akibatnya, tegangan pipa akan bertambah pada roller 7.

4.8.4 Model 4

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 35°

- Section 3 = 45°

Gambar 4.19 Konfigurasi Stinger 2D Model 4

55

Gambar 4.19 dan 4.20 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 4. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

Tabel 4.11 Tegangan Pipa pada Roller Model 4

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tegangan

(Mpa) 180.35 212.62 660.79 371.87 852.39 260.02 384.1 319.97 1300.61

Pada model 4, sudut stinger di section 1 adalah 35°, sehingga terjadi peningkatan

tegangan pada roller 5. Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum

sebesar 1300.61 MPa yang terjadi di roller 9 pada stinger.

4.8.5 Model 5

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 35°

- Section 3 = 55°

56

Gambar 4.22 Konfigurasi Stinger 3D Model 5

Gambar 4.21 dan 4.22 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 5. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

Tabel 4.12 Tegangan Pipa pada Roller Model 5

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Teganga

n (Mpa) 171.03 220.83 705.09 324.4 604.87 266.27 802.61 354.74 1078.57

Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum sebesar 1078.57 MPa

yang terjadi di roller 9 pada stinger. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya

penopang setelah roller 9, sehingga pipa langsung melengkung ke bawah dan

mengakibatkan tingginya tegangan pada roller 9.

4.8.6 Model 6

Pada model ini, variabel yang divariasikan adalah sudut stinger.

- Section 1 = 20°

- Section 2 = 35°

- Section 3 = 60°

57

Gambar 4.23 Konfigurasi Stinger 2D Model 6

Gambar 4.24 Konfigurasi Stinger 3D Model 6

Gambar 4.23 dan 4.24 merupakan konfigurasi dari stinger untuk model 6. Section

1 meliputi roller 1 sampai 5. Section 2 meliputi roller 6 dan 7 sedangkan section 3

meliputi roller 8 dan 9.

Tabel 4.13 Tegangan Pipa pada Roller Model 6

Roller 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Teganga

n (Mpa) 166.6 225.88 731.02 300.83 477.86 278.65 1003.74 370.26 964.32

Dari hasil analisis, didapatkan tegangan pipa maksimum sebesar 1003.74 MPa

yang terjadi di roller 7 pada stinger. Tingginya tegangan pada roller 7 disebabkan

oleh sudut stinger pada section 3 yang terlalu tinggi yaitu 60°, sehingga pipa akan

melengkung secara drastis.

58

4.8.7 Kesimpulan Analisis Dinamis Tegangan Pipa Variasi Sudut Stinger

Dari tabel 4.14 dapat diamati tegangan maksimum dan posisi rollernya

dari setiap model. Model 1 menghasilkan tegangan maksimum di posisi roller 9

karena sudut stinger terlalu kecil sehingga ketika pipa melewati roller terakhir,

pipa akan langsung meluncur ke bawah tanpa penopang apapun. Pada model 2,

sudut pada stinger section 3 dinaikkan menjadi 55°. Akibatnya, tegangan pada

roller 9 berkurang namun tegangan pada roller 7 meningkat. Pada model 3, sudut

stinger untuk section 3 dinaikkan menjadi 60° sehingga semakin tegangan yang

dihasilkan semakin tinggi disbanding model 2.

Tabel 4.14 Tegangan Maksimum untuk Setiap Model

Sudut Stinger

Model

Tegangan

Maksimum

(MPa)

Posisi

Roller ke-

Section 1 Section 2 Section 3

20°

30°

45° 1 1162.39 9

55° 2 1122.37 7

60° 3 1315.86 7

35°

45° 4 1300.61 9

55° 5 1078.57 9

60° 6 1003.74 7

Pada model 4, sudut stinger untuk section 2 dinaikkan menjadi 35° dan

untuk section 3 adalah 45°. Tegangan maksimum terjadi di roller 9 karena pipa

langsung meluncur turun setelah roller 9. Untuk model 5, sudut stinger section 3

dinaikkan menjadi 55° sehingga pipa tidak akan melengkung secara drastis. Hal

ini menyebabkan tegangan maksimum pada model 5 lebih kecil dari pada model

4. Pada model 6, sudut stinger section 3 dinaikkan lagi menjadi 60° untuk

menguragi tegangan di roller 9. Akan tetapi, tegangan pada roller 7 menjadi tinggi

karena perbedaan sudut antara section 2 dan 3 yang terlalu besar.

Dari keenam model tersebut, konfigurasi sudut stinger model 6

menghasilkan tegangan maksimum terkecil, yaitu 1003.74 MPa sedangkan

59

konfigurasi stinger model 3 menghasilkan tegangan maksimum terbesar, yaitu

1315.86 MPa. Maka dapat disimpulkan bahwa konfigurasi sudut stinger yang

paling baik diantara 6 model tersebut adalah model 6.

Dokumen terkait