• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat uraian data yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian, yakni melalui penyebaran kuesioner kepada para karyawan PT. Sarana Agro Nusantara Belawan, wawancara dengan staf perusahaan yang menangani sumber daya manusia, dan analisis data.

xxiii BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan penelitian dan saran yang direkomendasikan berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh.

xxiv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi Program

Secara sederhana evaluasi program terdiri dari dua kata, yaitu evaluasi dan program. Kedua kata atau konsep ini jika dipisahkan memiliki arti sendiri-sendiri. Namun jika digabungkan memiliki makna yang merupakan satu-kesatuan, dalam arti tertuju ke satu fenomena atau kegiatan.

Jika dikaji secara administrasi maupun manajemen, evaluasi dapat dipandang sebagai salah satu unsur atau kegiatan di sana. Berbagai unsur sekaligus kegiatan dalam konsep administrasi dan manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, pengarahan, pengawasan, dan evaluasi. Artinya, evaluasi adalah kegiatan terakhir dalam suatu proses administrasi dan manajemen. Secara khusus evaluasi dapat diartikan sebagai kegiatan menilai, dengan cara mengetahui secara rinci atas kegiatan yang telah selesai dilaksanakan (Sutarto, 2001: 37).

Jika kita dalami makna evaluasi atau penilaian tersebut, maka melalui evaluasi diharapkan ada kategorisasi atas suatu kegiatan. Adapun kategorisasi itu misalnya, pernyataan yang menunjukkan bahwa kegiatan itu telah terlaksana dengan baik atau tidak, dengan berhasil atau tidak, dengan efektif atau tidak. Dengan demikian hasil evaluasi menjadi masukan atas perbaikan suatu kegiatan yang sudah dilaksanakan, apakah dari segi perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, pengarahan, sampai pada pengawasan. Melalui masukan tersebut, maka di masa mendatang diharapkan kegiatan tersebut akan dapat dilaksanakan dan menghasilkan sesuatu yang baik.

xxv

Selanjutnya program dapat diartikan serangkaian ketetapan tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang, dimana kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memecahkan satu atau beberapa masalah atau mencapai satu atau beberapa tujuan. Program juga sering dimaksudkan sebagai tindakan antisipatif terhadap suatu keadaan yang ada atau diperkirakan ada, sehingga keadaan tersebut tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kehidupan manusia (Gittinger, 2005 : 195).

Apa yang dikemukakan oleh Gittinger merujuk pada proses manajemen pembangunan. Pengertian yang dirumuskannya menunjukkan bahwa program tersebut memiliki sifat mengikat, dalam arti wajib dilakukan. Program tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah atau mencapai tujuan. Dengan demikian program merupakan suatu keputusan yang diambil dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan.

Lebih lanjut Gittinger mengemukakan bahwa menetapkan suatu program merupakan alternatif terbaik untuk lebih mudah mencapai suatu tujuan atau melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, dalam merumuskan program setidaknya terkandung beberapa komponen berikut :

a. Dipahami bagaimana kondisi yang sedang berlaku.

b. Dipahami masalah-masalah yang sedang ada dan mengancam.

c. Dipahami kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan, keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan dari kelompok sasar program.

d. Tersedia data mengenai potensi, kelemahan, peluang, dan tantangan internal dan eksternal.

xxvi

e. Ditetapkan kondisi yang diinginkan.

f. Ditetapkan target-target capaian dalam masa tertentu (Gittinger, 2005: 217).

Apa yang dikemukakan oleh Gittinger menunjukkan bahwa merumuskan suatu program merupakan keputusan dan jalan terbaik dalam mencapai sesuatu tujuan dan memecahkan suatu masalah. Dengan adanya program diharapkan kegiatan yang akan dilaksanakan akan lebih terarah, lebih terkonsentrasi, dan akan lebih efisien dan efektif. Adanya program menjadikan suatu kegiatan itu dapat dilaksanakan secara lebih sistematis. Sebaliknya, tanpa program maka suatu kegiatan tidak akan terorganisir, sehingga akan menghabiskan lebih banyak sumber daya.

Kadariah mengemukakan bahwa program adalah seperangkat proyek-proyek yang terkoordinir. Sedangkan proyek adalah unit terkecil dari suatu kegiatan. Dengan demikian proyek adalah bagian dari program. Dalam program berbagai kegiatan diatur dari berbagai sudut, seperti kapan dilaksanakan kegiatan itu, dimana tempat kegiatan itu dilaksanakan, dan bagaimana hubungan atau koordinasi dari kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek itu (Kadariah, 2007: 23).

Pengertian program yang dikemukakan oleh Kadariah lebih menekankan pada proses dan item kegiatan yang terkandung dalam program tersebut. Dengan demikian satu program kemungkinan terdiri dari banyak kegiatan yang satu sama lain terkait secara timbal balik dan merupakan satu-kesatuan yang utuh dan terpadu karena diikat oleh sifat koordinasi, dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Setelah dibahas secara tersendiri, evaluasi dan program dapatlah kiranya kita pahami bahwa kedua konsep tersebut memiliki hubungan yang erat dan dapat

xxvii

disatukan menjadi satu kajian. Istilah evaluasi program menunjukkan kepada kita bahwa evaluasi tersebut ditujukan pada program. Dengan kata lain, obyek yang dievaluasi atau dinilai adalah program. Dengan demikian melalui evaluasi terhadap program tersebut diharapkan dapat diketahui bagaimana eksistensi program itu, apakah progam itu berjalan dengan baik, tepat, berhasil, efisien, efektif atau justru sebaliknya.

2.2. Pengertian Jamsostek

Istilah jaminan dapat dimaknai pada suatu kondisi yang pasti. Kepastian dicapai dengan cara melakukan suatu upaya dalam bentuk intervensi terhadap kondisi yang sebelumnya tidak pasti. Kondisi yang pasti sangat diperlukan dalam mencapai sesuatu, termasuk di antaranya taraf hidup manusia.

Terdapat berbagai kelompok masyarakat di kota mengalami hidup yang penuh dengan ketidakkepastian. Mayoritas penduduk perkotaan saat ini menghadapi dilema. Di satu sisi mereka tidak memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang memadai, sebagaimana dibutuhkan dalam memenangkan persaingan mendapatkan pekerjaan di perkotaan. Sedangkan di sisi lain, hidup di perkotaan bagi banyak orang dianggap sebagai suatu status, gengsi, sehingga walaupun menghadapi banyak masalah, banyak penduduk miskin perkotaan tidak mau kembali ke desa. Kondisi kehidupan kaum miskin perkotaan merupakan dampak dari urbanisasi yang senantiasa berjalan dengan derasnya (Bintarto, 2002 : 43).

Apa yang dikemukakan Bintarto adalah merupakan deskripsi kehidupan masyarakat marginal perkotaan sebagai akibat ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan pedesaan. Akibatnya masyarakat dengan pendidikan dan ketrampilan yang sangat rendah tidak tertampung di pedesaan, sehingga terjadilah urbanisasi.

xxviii

Penduduk baru perkotaan mengalami kendala dalam menghadapi suasana kehidupan di lingkungan baru tersebut, namun karena gengsi dan perasaan malu sehingga tidak mau kembali ke pedesaan. Dalam proses kehidupan selanjutnya kelompok masyarakat seperti ini mengalami ketidakpastian, karena pendapatan keluarga tidak pasti, sedangkan biaya hidup di perkotaan cukup tinggi.

Suasana ketidakpastian mungkin pula dialami para karyawan.

Meskipun mereka memiliki sumber pendapatan yang tetap, namun jumlahnya yang relatif kecil dibandingkan dengan biaya hidup di kota mengakibatkan karyawan dan keluarganya tidak selalu memiliki tabungan. Dalam kondisi tidak ada tabungan, sedangkan mereka sakit, mengalami kecelakaan ataupun usia tua tentu akan menghadapi masalah serius. Dalam kondisi seperti inilah diperlukan jaminan sosial.

Setiap negara memiliki sistem jaminan sosial nasional. Sistem jaminan sosial nasional merupakan upaya sistematik dari suatu negara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan warganya. Secara ekonomis sistem jaminan sosial nasional memiliki dampak ekonomi yang besar, karena hal tersebut merupakan instrumen mobilisasi dana masyarakat sehingga mampu membentuk tabungan nasional yang besar pula. Jaminan sosial tenaga kerja merupakan upaya sistematik dalam upaya mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja atau karyawan melalui pengerahan tabungan yang bersumber dari upah karyawan dan dana perusahaan dimana tabungan tersebut dikelola oleh satu badan yang merupakan BUMN yang dikenal dengan PT. Jamsostek (Pesero) (Sulastomo, 2008 : 9).

Lebih lanjut Sulastomo mengemukakan bahwa dengan akumulasi dana melalui Sistem Jamina Nasional dapat diperkirakan dampak upaya sistematik tersebut sebagai berikut :

xxix

1. Penempatan dana dalam jumlah besar di bank akan berpeluang menurunkan bunga bank sehingga mendorong kegiatan pemberian kredit/investasi.

2. Dengan terbukanya peluang investasi, berarti membuka peluang bagi perluasan lapangan kerja, mengurangi jumlah sektor nonformal sehingga mendorong kesertaan dalam program jaminan sosial nasional, dan dampak penerimaan pajak juga akan meningkat.

3. Terbentuknya tabungan nasional yang besar juga akan berperan pada kemampuan keuangan negara, kemandirian bangsa dan meningkatnya

kemampuan domestik di dalam membiayai pembangunan. Biaya pembangunan, dengan demikian juga relatif murah.

4. Di sektor kesehatan, akan terbuka peluang standarisasi, program peningkatan mutu pelayanan kesehatan, pengendalian tarif pelayanan serta jumlah/jenis serta harga obat-obat yang beredar. Selain itu, juga berpeluang meningkatnya sarana kesehatan serta peningkatan kemampuan teknologi kedokteran di Indonesia (Sulastomo, 2008: 31-32). Salah satu dari kelompok masyarakat yang mendapat perhatian dalam sistem jaminan sosial nasional adalah tenaga kerja atau karyawan sehingga dikenal istilah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Secara yuridis pengertian Jamsostek secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yaitu : ”Suatu perlindungan untuk tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia (Sembiring, 2006 : 245)”.

xxx

Pengertian Jamsostek secara resmi yang diatur dan ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 kemudian dapat diuraikan lebih rinci sehingga ditemukan beberapa aspek dari Jamsostek tersebut, meliputi :

1. Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan

hidup minimal untuk tenaga kerja serta keluarganya.

2. Jamsostek merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar tersebut maka Jamsostek akan

memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.

4. Jamsostek menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya

perlindungan terhadap risiko ekonomi maupun sosial.

5. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan tenaga

kerja diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja dari para karyawan.

6. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung

kemandirian dan harga diri manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi (www.yahoo.com Jamsostek, Jakarta diakses pada tanggal 24 September 2010 pukul 12.15).

Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau serikat buruh. Pada awal abad ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat pemogokan buruh industri.

xxxi

Aktivitas industri lumpuh total. Pemogokan yang dilakukan kaum buruh disebabkan tidak terpenuhinya hak-hak mereka, seperti upah yang terlalu rendah, hak berserikat atau berorganisasi yang sering dikekang, tidak adanya jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua (Simanjuntak, 2002 : 2).

2. 3 Jenis-jenis Program Jamsostek

Berdasarkan uraian yang ditegaskan pada Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja, dapat diketahui bahwa jenis-jenis atau ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi :

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

2. Jaminan Kematian (JK),

3. Jaminan Hari Tua (JHT), dan

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) (RI, 1992 : 3).

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-24/Men/vi/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ditegaskan, bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari :

- Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja; - Penggantian Upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB); - Biaya perawatan medis;

- Santunan cacat tetap sebagian; - Santunan cacat total tetap; - Santunan kematian;

xxxii

- Santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total tetap; - Biaya rehabilitasi.

Lebih lanjut ditegaskan bahwa pengobatan dan perawatan akibat kecelakaan kerja sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh/untuk :

1. Dokter

2. Obat

3. Operasi

4. Rontgen, laboratorium

5. Perawatan Puskesmas Rumah Sakit Umum Kelas I

6. Gigi

7. Mata

8. Jasa tabib/sinshe/pengobatan tradisional yang mendapat izin resmi dari

instansi yang berwenang, dengan maksimum biaya Rp. 4.000.000,-

Selain itu juga ditetapkan ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kecelakaan kerja ke Rumah Sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :

1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai maksimum

sebesar Rp. 150.000,-

2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum sebesar Rp.

300.000,-

3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimum sebesar

Rp. 400.000,-

Jaminan Kematian (JK), terdiri dari : - Jaminan Kematian;

xxxiii

- Biaya pemakaman; - Santunan berkala.

Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda atau Anak, dimana untuk santunan kematian adalah sebesar Rp. 3.000.000,- sedangkan biaya pemakaman adalah sebesar Rp. 600.000,-. Sedangkan santunan berkala adalah sebesar Rp. 50.000,-/bulan selama 24 bulan.

Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor beserta hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total untuk selama-lamanya, dan dapat dilakukan :

a. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus

dibayar kurang dari Rp. 3.000.000, atau

b. Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp.

3.000.000,- atau lebih dan dilakukan paling lama lima tahun.

c. Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala dilakukan atas pilihan

tenaga kerja yang bersangkutan.

d. Dalam hal tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk

selama-lamanya, maka pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), terdiri dari :

- Rawat jalan tingkat pertama meliputi : pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter gigi, pemeriksaan diberikan tindakan medis sederhana.

- Rawat jalan tingkat lanjutan berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis.

xxxiv

- Pertolongan persalinan;

- Penunjang diagnostik berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG, dan lain sebagainya.

- Pelayanan khusus berupa penggantian biaya prothese, orthose dan

kacamata;

- Pelayanan gawat darurat;

Berdasarkan surat keterangan dari dokter pemeriksaan dan atau dokter penasehat PT. Jamsostek (Persero) menetapkan dan membayar semua biaya dan santunan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran jaminan. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada ahli warisnya.

Berdasarkan surat keterangan dari dokter pemeriksa dan atau dokter penasehat PT. Jamsostek (Persero) menetapkan akibat kecelakaan kerja dan membayar santunan. Peserta berhak atas manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja setelah membayar iuran. Pembayaran iuran untuk bulan tertentu merupakan jaminan untuk mendapatkan manfaat antara peserta mengalami risiko pada bulan berikutnya. Oleh sebab itu baik peserta maupun Penanggung Jawab Wadah/Kelompok, wajib menyetorkan iuran secara lunas kepada PT. Jamsostek (Persero) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2006 : 4).

xxxv 2.4. Pengertian Karyawan

Secara umum lebih dikenal atau populer istilah tenaga kerja daripada karyawan. Biasanya istilah karyawan dikaitkan dengan lembaga tempat dimana karyawan itu bekerja, sehingga dikenal istilah karyawan sebuah perusahaan. Pada masa orde lama dan awal Orde Baru lebih dikenal istilah buruh. Namun dengan alasan untuk menghilangkan kesan derajat kehidupan manusia, maka istilah buruh dalam peraturan perundang-undangan tidak digunakan dan diganti dengan istilah pekerja atau karyawan.

Karyawan merupakan elemen sangat yang penting dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan. Karyawan ialah para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana mereka harus biasanya terikat kepada perintah dan peraturan yang diberlakukan pengusaha atau manajemen perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka terkait dengan berbagai kewajiban dan tugas yang harus dijalankan. Mereka juga diharuskan tampil dengan disiplin yang tinggi.

Pengertian tenaga kerja ditegaskan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan, yakni setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Tim Redaksi Perundang-undangan Fokusmedia, 2003: 3).

Dari pengertian tersebut dapatlah kita pahami lebih rinci, bahwa tenaga kerja adalah pihak yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dalam setiap bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dimana dengan melakukan pekerjaan tersebut mereka menerima upah, termasuk tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja. Sedangkan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja adalah orang yang bekerja sendiri tanpa ikatan dengan perusahaan

xxxvi

atau perorangan, biasa disebut tenaga kerja bebas, misalnya dokter yang membuka praktek, pengacara (advokat), petani yang menggarap sawahnya sendiri dan lain-lain. Suatu hal yang pasti adalah bahwa jasa karyawan dalam suatu perusahaan adalah dimungkinkannya berbagai rencana usaha yang telah disusun dapat berjalan. Karyawan adalah lokomotif kunci dalam proses produksi. Tanpa karyawan, maka kegiatan produksi akan lumpuh.

Joan Hardjono mengemukakan bahwa tenaga kerja atau karyawan adalah unsur paling penting dalam kegiatan usaha. Karyawan tidak mungkin diperlakukan sama dengan alat produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan adalah manusia, makhluk bermartabat yang membutuhkan perlakuan tertentu sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kondisi karyawan berkaitan erat dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memajukan perusahaan harus memperhatikan kemajuan dan kesejahteraan karyawan (Hardjono, 2000: 34).

2.5 Mekanisme Pelaksanaan Program Jamsostek

Untuk lebih menjamin keberhasilan dalam pelaksanaan suatu program sangat diperlukan mekanisme pelaksanaan. Secara manajemen, mekanisme pelaksanaan berisikan standard operasional. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja maupun peraturan pelaksanaannya tidak menetapkan secara tegas atau langsung mekanisme pelaksanaan Jamsostek. Namun jika kita kaji secara mendalam maka dapat kita rumuskan mekanisme pelaksanaan Jamsostek yang dapat dilaksanakan oleh suatu perusahaan dengan bekerja sama dengan pihak PT. Jamsostek sebagai berikut :

xxxvii

Sudah seharusnyalah sebuah perusahaan melakukan sosialisasi tentang program Jamsostek kepada karyawannya. Adapun sosialisasi ini dimaksudkan untuk memperkenalkan program Jamsostek kepada karyawan perusahaan. Sosialisasi ini boleh dilaksanakan pada saat proses rekruitmen karyawan atau setelah seseorang atau sekelompok orang diterima menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Sosialisasi ini harus mampu menjadikan karyawan benar-benar memahami secara rinci perihal program Jamsostek, khususnya menyangkut hak dan kewajibannya. Dengan demikian pihak yang melakukan sosialisasi tersebut haruslah orang-orang yang menguasai program Jamsostek. Jika pihak perusahaan tidak memiliki orang yang mampu melakukan sosialisasi secara baik, maka perusahaan dapat bekerjasama dengan pihak PT. Jamsostek.

II. Pendaftaran

Setelah karyawan memahami program Jamsostek, terutama apa yang menjadi hak dan kewajibannya, maka perusahaan melakukan pendaftaran program Jamsostek. Sehubungann dengan pendaftaran ini maka pihak perusahaan menghubungi dan mengambil formulir pendaftaran dari PT. Jamsostek untuk diserahkan dan diisi oleh karyawan yang akan didaftarkan menjadi peserta Jamsostek. Setelah dilakukan pengisian maka pihak perusahaan menyerahkan formulir yang telah diisi kepada PT. Jamsostek dan menyerahkan segala kewajiban agar para karyawan secara resmi terdaftar menjadi peserta program Jamsostek pada PT. Jamsostek. Selain itu, karyawan dapat mendaftarkan diri sebagai peserta Jamsostek secara langsung pada PT. Jamsostek unit kerja terdekat.

xxxviii

III. Pelaksanaan dan Pelayanan

Setelah karyawan secara resmi menjadi peserta Jamsostek selanjutnya pihak perusahaan memotong sejumlah gaji karyawan untuk yuran sebagai peserta Jamsostek dan menambahkan/menggabungkan dengan kewajiban dari pihak perusahaan untuk diserahkan kepada pihak PT. Jamsostek. Hal ini dilakukan setiap bulan dengan tepat waktu. Pihak perusahaan secara rutin juga harus mengumumkan berbagai informasi yang datang dari PT. Jamsostek, termasuk di antaranya mengenai saldo. Hal ini dilakukan dalam rangka transparansi pelaksanaan program Jamsostek, misalnya dengan cara menempel informasi tersebut di Papan Pengumuman. Kayawan menerima pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan atau program yang diikuti. Oleh karena itu, pihak perusahaan senantiasa harus membantu karyawan dalam memperoleh apa yang menjadi haknya sesuai dengan kondisi yang dialami. Selain kelancaraan administrasi, kualitas pelayanan juga menjadi perhatian, seperti bagaimana pelayanan kesehatan oleh klinik atau rumah sakit yang digunakan oleh karyawan.

2.6 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Jamsostek

Pekerja sosial merupakan salah satu profesi yang diakui di Indonesia. Walaupun perkembangannya cukup lambat menuju pelaksnaan tugas secara profesional dibandingkan dengan profesi lain, seperti dokter. Profesi di bidang pekerjaan sosial terfokus pada upaya peningkatan kesejahteraan manusia, baik secara individual, kelompok maupun masyarakat. Dalam upaya penyelenggaraan

xxxix

kesejahteraan sosial sebagaimana dimuat dalam Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial diperlukan tiga sumber daya, yaitu :

1. Sumber daya manusia 2. Sarana dan prasarana 3. Sumber pendanaan

Selanjutnya sumber daya manusia sebagai salah satu unsur penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas :

1. Tenaga kesejahteraan sosial 2. Pekerja sosial professional 3. Relawan sosial

4. Penyuluh sosial

Dalam Ketentuan Umum UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ditegaskan pengertian pekerja sosial profesional, yaitu seseorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

Definisi pekerjaan sosial yang lebih praktis dikembangkan oleh Skidmore dan kawan-kawan (dalam Thackeray. Et.all, 2001 : 34) yang mengemukakan, bahwa pekerjaan sosial adalah suatu seni, ilmu dan profesi yang menolong masyarakat untuk memecahkan masalah pribadi, kelompok, dan masyarakat dan untuk mencapai kepuasan dalam hubungan-hubungan pribadi, kelompok, dan masyarakat melalui praktek pekerjaan sosial, termasuk di dalamnya bimbingan perseorangan, bimbingan kelompok, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, aksi sosial dan penelitian.

xl

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program Jamsostek, maka tugas pekerjaan sosial yang diperankan oleh pekerja sosial dalam hal ini adalah pencapaian kesejahteraan sosial karyawan melalui pelaksanaan program Jamsostek. Peranan

Dokumen terkait