• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sektor Riil

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sektor Riil

Kinerja sektor riil dalam bahasan berikut ini dilihat dari empat indikator

yaitu investasi, ekpor, produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.

Analisis setiap indikator kinerja ini dibedakan antara sektor pertanian dan sektor

industri dengan pertimbangan adanya perbedaan perilaku teknologi yang khas

oleh dua sektor produksi ini.

Tabel 11 menyajikan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi pada

sektor pertanian dan industri. Investasi pada sektor pertanian dan sektor industri

dipengaruhi oleh suku bunga dan arah parameter yang negatif menunjukkan

bahwa suku bunga yang tinggi akan menurunkan nilai investasi pada kedua

sektor. Alasannya adalah suku bunga merupakan biaya modal bagi pelaku

ekonomi sehingga biaya modal yang lebh tinggi menurunkan minat berinvestasi.

Dari nilai elastisiitasnya tampak bahwa dalam jangka panjang variabel suku

bunga ini memiliki nilai elastisitas sebesar 1.1817 yang menunjukkan bahwa

investasi pada sektor pertanian sangat responsif terhadap perubahan suku

menunjukkan bahwa jalur tranmisi melalui suku bunga bekerja efektif dalam

mempengaruhi aktivitas investasi pada sektor riil dimana otoritas moneter dapat

mendukung upaya perbaikan investasi melalui penciptaan suku bunga yang

murah.

Tabel 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Sektor Pertanian dan Industri, Tahun 2005

Elastisitas

Sektor/Variabel Uraian

Parameter

Dugaan Prob>ITI Pendek Jangka Panjang Jangka

Pertanian

Intercept -261.157 0.3034

IR Suku Bunga -9.55172 0.194 -0.5583 -1.1817 ACSPT Alokasi Kredit Sektor Pertanian 3263.967 0.101 0.2577 0.0011

GPDBSPT

Perkembangan PDB sektor

Pertanian 0.074038 0.086 0.0009 0.0009 LINVSPT Lag Investasi Sektor Pertanian 1.002156 <.0001

DKM Dummy Krisis Moneter -44.7899 0.5961

Industri

Intercept -1716.82 0.5101

IR Suku Bunga -186.033 0.0037 -0.1685 -0.1707 ACSI Alokasi Kredit Sektor Industri 5663.908 0.2695 0.4669 0.4730

GPDBSI

Perkembangan PDB sektor

Industri 0.11021 0.4246 0.0080 0.0081 LINVSPT Lag Investasi Sektor Industri 0.099208 <.0001

DKM Dummy Krisis Moneter -999.429 0.1661 R2 = 0.98145; 1s t Or der Aut oc or r el at i on = -0.11701

R2 = 0.83942; 1s t Or der Aut oc or r el at i on = 0.06518

Faktor lain yang menjadi pertimbangan pelaku usaha dalam perencanaan

investasi adalah alokasi kredit karena sampai saat ini sebagian besar

pembiayaan sektor produksi masih tergantung pada kredit. Kondisi ini tampak

jelas pada sektor pertanian dimana variabel kredit berpengaruh nyata terhadap

investasi sektor pertanian dengan arah yang positif. Artinya, peningkatan jumlah

kredit yang disalurkan pada sektor pertanian berpotensi meningkatkan investasi

pada sektor tersebut. Sedangkan pada sektor industri, signifikansi pengaruh

kredit terhadap investasi terlihat pada taraf kepercayaan 30 persen. Hasil ini

mempengaruhi investasi sektor pertanian sehingga prioritas penyaluran kredit

bagi sektor pertanian tetap dibutuhkan.

Variabel lain yang berpengaruh juga terhadap investasi pada sektor

pertanian adalah perkembangan produksi sebagai potensi ekonomi di sektor

tersebut. Arah parameternya mengindikasikan bahwa tambahan output sektor

pertanian mendorong minat pelaku usaha untuk meningkatkan investasi di sektor

pertanian karena adanya potensi ekonomi yang lebih baik.

Kinerja sektor riil juga dapat diamati dari kinerja ekspor. Sebagaimana

disajikan pada Tabel 12, kinerja ekspor sektor pertanian dan sektor industri

memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Ekspor sektor pertanian dipengaruhi

hanya oleh tingkat produksi sektor tersebut dengan arah yang positif. Hal ini

terjadi berkemungkinan karena output sektor pertanian relatif spesifik dan

memiliki keunggulan komparatif sehingga peningkatan ekspor sangat responsif

terhadap peningkatan produksi sektor itu sendiri. Sedangkan variabel yang

dominan mempengaruhi ekspor sektor industri adalah inflasi. Dari arah

parameternya diketahui bahwa peningkatan inflasi yang mencerminkan kenaikan

harga barang-barang menurunkan nilai ekspor karena harga barang ekspor

menjadi lebih mahal dan menurunkan daya saing produk ekspor sektor industri di

pasar dunia. Disamping itu, harga domestik yang lebih tinggi menarik minat

investor untuk mengurangi volume ekspor karena lebih memilih pasar dalam

negeri.

Satu fenomena yang menarik dari analisis ini adalah nilai tukar yang

menjadi variabel transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset ternyata

tidak berpengaruh nyata terhadap eskpor sektor pertanian dan ekspor sektor

industri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa transmisi moneter melalui

jalur harga aset yaitu efek nilai tukar tidak bekerja optimal dalam mendorong

Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Sektor Pertanian dan Industri, Tahun 2005

Elastisitas Variabel Uraian Parameter Dugaan Prob>ITI Jangka

Pendek Jangka Panjang Pertanian Intercept 87.0600 0.166 INFL Inflasi 0.0659 0.987 0.0381 -0.1450 ER Nilai Tukar 0.0032 0.731 0.0161 -0.0612 PDBSPT Produksi sektor pertanian 0.0056 0.060 0.0587 0.2234

LVXSPT Lag Ekspor sektor Pertanian 0.7879 <.0001 DKM Dummy Krisis Moneter 51.3417 0.248

Industri

Intercept 222.3393 0.0798

INFL Inflasi -36.8204 0.0438 -0.0574 -0.6506 ER Nilai Tukar 0.0176 0.5686 0.0114 -0.1297 PDBSI Produksi sektor industri 0.010835 0.5955 0.0566 0.6415

LVXSI Lag Ekspor sektor industri 0.979397 <.0001

DKM Dummy Krisis Moneter 168.2534 0.4174 R2 = 0.64275; 1st Order Autocorrelation = 0.062607

R2 =0.97670; 1st Order Autocorrelation = 0.022181

Produk Domestik Bruto menunjukkan tingkat produksi dalam

perekonomian dimana analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya disajikan

pada Tabel 13. Pada sektor pertanian, tenaga kerja berpengaruh negatif

terhadap produksi sedangkan investasi yang menjadi cerminan kapital

berpengaruh positif terhadap tingkat produksi sektor pertanian. Hal ini

mengindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja di sektor pertanian saat ini

sudah berlebih sehingga penambahan tenaga kerja hanya akan menurunkan

jumlah produksi. Selanjutnya arah parameter investasi yang positif menunjukkan

bahwa peningkatan produksi sektor pertanian dapat diupayakan dengan

menambah investasi modal/kapital. Dikaitkan dengan hasil analisis pada Tabel

11, maka kebijakan moneter yang dapat diupayakan untuk menstimulasi

melalui penciptaan suku bunga yang murah dan menyediakan kredit khusus bagi

sektor pertanian.

Pada sektor industri, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap

produksi dengan arah yang positif. Hasil ini sangat terkait dengan struktur

industri di Indonesia yang sebagian besar adalah industri kecil dan industri rumah

tangga sehingga peningkatan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan total

produksi. Disamping itu, produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang biasanya

dipekerjakan di sektor industri memang relatif lebih baik sehingga mampu

memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan produksi. Dalam

jangka panjang, variabel tenaga kerja ini bahkan sangat elastis sehingga tingkat

output sektor industri sangat responsif terhadap perubahan jumlah tenaga kerja

yang bekerja di sektor industri.

Tabel 13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Output Sektor Pertanian, Tahun 2005 Elastisitas Variabel Uraian Parameter Dugaan Prob>ITI Jangka Pendek Jangka Panjang Pertanian Intercept 5705.806 0.0062

LACSPT Penggunaan Tenaga Kerja -0.11815 0.0226 0.0099 0.0478 INVSPT Investasi 0.429825 0.0003 0.0741 0.3588 LPDBSPT Lag Produksi Sektor Pertanian 0.673881 <.0001

DKM Dummy Krisis Moneter 997.0357 0.0051 DBI Dummy Independensi BI 2070.318 0.0001

Industri

Intercept -3861.53 0.0212

LACSI Penggunaan Tenaga Kerja 0.713666 0.0248 0.6336 2.7661 INVSI Investasi -0.00053 0.9926 0.0018 0.0078 LPDBSI Lag Produksi Sektor Industri 0.873862 <.0001

DKM Dummy Krisis Moneter -602.237 0.4429 DBI Dummy Independensi BI -717.391 0.4449 R2 = 0.97252; 1s t Or der Aut oc or r el at i on = -0.13836

Peningkatan kesempatan kerja menjadi salah satu tujuan akhir

pembangunan nasional sehingga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor produksi menjadi sangat

penting. Performan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian dan sektor industri disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Industri, Tahun 2005

Elastisitas

Variabel Uraian Parameter

Dugaan Prob>ITI Pendek Jangka Panjang Jangka

Pertanian

Intercept 1216.285 0.4699

WSPT Upah sektor pertanian -0.00228 0.1973 -0.0098 -0.4788

GPDBSPT Perkembangan PDB sektor Pertanian -0.15609 0.4012 -0.0001 -0.0054 LLASPT Lag Penyerapan TK sektor pertanian 0.982622 <.0001 Industri Intercept -189.889 0.2035

WSPT Upah sektor industri -0.001481 0.0123 0.0392 3.4844 GPDBSPT Perkembangan PDB sektor Industri 0.011347 0.3172 0.0004 0.0363

LLASPT

Lag Penyerapan TK

sektor Industri 0.988634 <.0001 R2 = 0.88810; 1sOr der Aut oc or r el at i on = -0.01519

R2 = 0.99509; 1s Or der Aut oc or r el at i on = 0.692474

Pada sektor pertanian, upah menjadi faktor yang berpengaruh nyata

terhadap penyerapan tenaga kerja dengan arah yang negatif dimana semakin

murah upah tenaga kerja yang dibayarkan, maka semakin banyak tenaga kerja

yang diserap oleh sektor tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan

teknologi produksi sektor pertanian yang padat tenaga kerja sehingga penurunan

upah menjadi sinyal baik pelaku usaha pertanian untuk menggunakan lebih

banyak tenaga kerja. Fenomena yang sama juga terlihat pada sektor industri

dimana upah yang lebih rendah akan mendorong penggunaan tenaga kerja yang

lebih banyak. Bahkan dalam jangka panjang, penyerapan tenaga kerja sektor

diindikasikan dari nilai elastisitas sebesar 3.48. Variabel lain yang juga

berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja oleh kedua sektor adalah

lag penyerapan tenaga kerja periode sebelumnya yang mengindikasikan bahwa

keputusan penambahan atau pengurangan penggunaan tenaga kerja oleh sektor

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA