• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI

3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin

Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi terhadap suatu produk. Sifat tersebut merupakan sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi perilaku gelatin dalam makanan selama proses, penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (Kinsela 1982). Sifat fisika gelatin antara lain kekuatan gel, titik isoelektrik, titik leleh, titik gel, dan derajat putih, sedangkan sifat kimia gelatin antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pH, kandungan asam amino serta kandungan logam berat.

3.4.1 Rendemen (AOAC 1995)

Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat tepung kering gelatin yang dihasilkan dengan berat bahan segar (kulit yang telah dicuci bersih). Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan rumus :

Berat bahan kering gelatin

Rendemen (100%) = x 100% Berat bahan segar

3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998)

Kekuatan gel dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner

besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sebelum digunakan alat disetting agar sesuai dengan jenis produk yang akan diukur gelnya karena standar setting untuk setiap produk berbeda, jarak yang digunakan adalah 400 x 0,01 mm, kecepatan 0,5 mm/s, sensitifitas 0,2 v dan silinder probe 5 mm. Cara kerja alat ini yaitu silinder probe 5 mm tidak bergerak, meja tempat untuk meletakkan contoh yang bergerak ke atas mendekati jarum penusuk, tekanan dilakukan sebanyak satu kali. Hasil pengukuran akan tercetak dalam kertas berbentuk histogram. Pengukuran berdasarkan tingginya histogram.

3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades (7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer. Pengukuran dilakukan pada suhu 60 ºC dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise (cP).

3.4.4 Derajat putih (Anonimb)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Kett Digital Whiteness Powder C-100. Contoh dalam bentuk tepung dimasukan ke dalam cawan contoh, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan dalam alat. Nilai dapat langsung dibaca pada layar dan dinyatakan dalam persentasi derajat putih..

3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)

Contoh sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 ºC. Contoh dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter.

3.4.6 Kadar air (AOAC 1995)

Prosedur penentuan kadar air dilakukan dengan cara menimbang 5 gr contoh dan diletakkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, cawan serta tutupnya sebelumnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi contoh kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102 ºC selama 6 jam. Cawan

tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air dapat ditimbang dengan rumus :

W1 – W2

Kadar air = x 100% Berat sampel

Keterangan : W1 =berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

W2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995)

Prosedur penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 5 gr contoh dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 600 ºC serta didinginkan dalam desikator.

Cawan yang berisi contoh dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Pengabuan ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 ºC selama 1 jam dan kedua pada suhu 550 ºC selama 5 jam. Cawan yang berisi abu tersebut didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Berat abu

Kadar abu = x 100% Berat sampel

3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-kjeldahl. Contoh ditimbang sebanyak 0,2 gr dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambah 2 gr K2SO4, 50 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4. Contoh didestruksi selama 1-1,5 jam sampai cairan berwarna hijau jernih lalu didinginkan dan ditambah air suling perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, ditambah 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus :

(ml HCl – ml blanko) x 14.007 x N HCl

% N = x 100% mg sampel

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)

Contoh sebanyak 2 gr ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak. Setelah itu diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor berada di atas dan labu lemak di bawahnya. Petroleum benzene ditambahkan ke dalam labu lemak kemudian dilakukan ekstraksi selama ± 6 jam pada suhu 40 °C hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus:

(berat labu akhir – berat labu awal)

Kadar lemak = x 100% Berat sampel

3.4.10 Kandungan logam berat (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997)

Contoh sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam teflon beker dan ditambahkan 1,5 ml HClO4 dan 3,5 ml HNO3, kemudian teflon beker ditutup dan biarkan selama 24 jam. Selanjutnya teflon beker dan contoh dipanaskan di atas penangas air dengan suhu 60-70 ºC selama ± 2-3 jam (sampai larutan jernih) (bila contoh tidak semua larut, ditambahkan lagi HClO4 dan 3,5 ml HNO3). Kemudian ditambahkan ke dalamnya sebanyak 3 ml air suling bebas ion dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir kering, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan. Selanjutnya ditambahkan 9 ml air suling bebas ion, dan dilakukan pengukuran menggunakan

atomic absorption spectrophotometri menggunakan nyala udara esitelin.

3.4.11 Titik leleh ( Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Contoh diinkubasi pada suhu 10 ºC selama 17 ± 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Diatas gel gelatin tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel gelatin maka suhu tersebut merupakan suhu titik leleh.

3.4.12 Titik gel ( Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades dan disimpan dalam tabung reaksi yang dihubungkan dengan termometer digital kemudian diberikan es pada keliling luar bagian tabung reaksi. Titik gel adalah suhu ketika larutan gelatin mulai menjadi gel.

3.4.13 Titik isoelektrik protein (Wainewright 1977)

Sebanyak 0,2 gr contoh ditambah dengan 40 ml aquades sebagai pelarut dengan kisaran pH 4,5-10,5 (interval 0,5). Pengaturan pH dilakukan dengan menambah NaOH 0,5 N untuk menaikkan pH dan HCl 0,5 N untuk manurunkan pH. Setelah kondisi tercapai dilanjutkan dengan pengadukan selama 30 menit untuk menyempurnakan reaksi. Larutan yang dihasilkan dipisahkan dengan bagian yang tidak larut dengan cara disentrifuse, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dianalisis kadar nitrogennya dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar nitrogen terlarut yang paling rendah ditentukan sebagai daerah isoelektrik (pl).

3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992)

Sebanyak 0,2 gr contoh disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan sebanyak 5 ml HCL 6 N. Contoh dimasukkan dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas whatman 41. Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 µl dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30 µl larutan pengering, dan dikeringkan dengan pompa vakum bertekanan 50 torr. Contoh yang telah dikeringkan ditambah larutan derivat sebanyak 30 µl dan dibiarkan selama ± 20 menit. Contoh selanjutnya diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer natrium asetat 1M. Contoh siap dianalisis dengan menggunakan HPLC Water Associates. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis :

- Temperatur kolom : 38ºC

- Kolom : pico tag 3,9 x 150 nm coloumb - Kecepatan alir : Sistem linier gradien

- Batas tekanan : 3000 psi - Program : gradien

- Fase gerak : - Asetonitril 60%

- Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75 - Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm

Konsentrasi asam amino dihitung dengan rumus :

Konsentrasi asam amino (%) = x100%

Bc BsxBMxFp x

As Ac

Keterangan : Ac = Luas area sampel As = Luas area standar Bc = Berat sampel (µg) Bs = Berat standar (µg)

BM = Berat molekul masing-masing asam amino Fp = Faktor pengenceran (10)

3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1992)

Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah contoh disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu produk yang meliputi warna, bau, dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama, atau kurang baik. Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang.

Dokumen terkait