• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis gen sitokrom b 27 Analisis gen 12S RNA

Pola pemotongan enzim restriksi ... 36

Analisis ukuran tubuh ... 39

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh pada kuda ... 40

Hubungan antara kecepatan dengan ukuran tubuh kuda... 40

Persamaan regresi kecepatan dengan ukuran tubuh... 42

Analisis silsilah ... 45

Analisis kondisi pacuan kuda... 46

SIMPULAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN... 53

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan karakter kuda Indonesia ... 10

2. Informasi primer pengapit DNA mitokondria ... 16

3. Larutan PCR untuk sekuensing... 18

4. Informasi hasil pacuan kuda ... 26

5. Jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda di genbank ... 30

6. Nilai jarak genetik kuda Indonesia dengan data genbank... 35

7. Penampilan kecepatan pacu dan ukuran tubuh kuda yang berprestasi ... 39

8. Korelasi antara ukuran-ukuran tubuh kuda... 40

9. Nilai korelasi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda. ... 41

10. Kombinasi peubah berdasarkan best subset... 43

11. Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda... 43

12. Prestasi keturunan G1, G2, G3, G4 dan KPI dari kuda lokal (G0)

yang berbeda ... 45

13. Prestasi kuda berdasarkan jenis kelamin... 47

14. Prestasi kuda berdasarkan warna ... 48

15. Kondisi persaingan pacuan ... 49

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pohon kekerabatan Equss ... 4

2. Spesies dan jumlah kromosom kuda... 6

3. Daerah pengukuran kuda ... 19

4. Ilustrasi mengenai pengaruh tetua. ... 23

5. Pengaruh lokal terhadap grading up ... 23

6. Pewarisan sifat berprestasi kepada keturunannya... 24

7. Hasil elektroforesis gen sitokrom b kuda Indonesia ... 27

8. Hasil sekuensing gen sitokrom b pada kuda Indonesia ... 28

9. Hasil blast gen sitokrom b kuda Indonesia dengan genbank ... 29

10. Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di genbank... 31

11. Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia ... 32

12. Hasil sekuen 12S RNA pada kuda lokal Indonesia ... 33

13. Hasil blast sekuen 12S RNA pada kuda Indonesia... 34

14. Pohon filogenetik kuda Indonesia dengan data genbank pada gen 12 S RNA ... 35

15. Filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda grading up dan Thorougbred ... 36

16. Hasil pemotongan enzim restriksi pada sitokrom b... 37

17. Hasil pemotongan enzim restriksi pada gen 12S pada kuda Indonesia ... 37

18. Trend penurunan sifat prestasi kuda ... 46

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan kuda pacu Indonesia telah memasuki babak baru. Keinginan membuat breed khusus kuda pacu Indonesia (KPI) yang mempunyai gen kuda lokal dengan kuda Thoroughbred akhirnya tercapai. KPI tersebut telah diusahakan untuk dibentuk sejak tahun 1975 dengan persilangkan kuda betina lokal Indonesia dengan kuda jantan breed luar negeri Thoroughbred. Kuda lokal yang digunakan adalah kuda sandel Arab yang mempunyai karakteristik adaptif terhadap iklim tropik Indonesia, intelegensia tinggi, kaki yang kokoh dan kuat, mempunyai kecepatan dan sifat-sifat yang dapat mendukung sebagai kuda pacu.

Breed kuda luar negeri yang digunakan adalah kuda Thoroughbred yang telah menjadi icon standar yang telah diakui keandalannnya sebagai kuda pacu dengan kelas internasional.

Sistem persilangan yang dilakukan untuk membentuk KPI adalah dengan melakukan up grading kuda lokal dengan kuda Thoroughbred. Persilangan tersebut diakhiri setelah terbentuknya keturunan ke-3 (G3) dan ke-4 (G4) yang merupakan sebuah program jangka pendek, selanjutnya dilakukan perkawinan antar sesamanya (interse mating) dan terus menerus dilakukan seleksi yang merupakan sebuah program jangka panjang. Persilangan yang dikembangkan akan menghasilkan persentase gen keturunannya sebagai berikut :

1. G0 (keturunan murni) : kuda lokal Indonesia (100%)

2. G1 (keturunan ke-1) G0xTb : 50% kuda lokal : 50% kuda Throughbred 3. G2 (keturunan ke-2) G1xTb : 25% kuda lokal : 75% kuda Throughbred 4. G3 (keturunan ke-3) G2xTb : 12.5% kuda lokal : 82.5% kudaThroughbred 5. G4 (keturunan ke-4) G3xTb : 6.25% kuda lokal : 93.75% kuda Throughbred

Tahun 1996 merupakan puncak keberhasilan dari pembentukan KPI dengan diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Kuda Pacu Indonesia dengan nomor registrasi SNI 01-4226-1996. Standar tersebut memuat bahwa pembentukan KPI hanya sampai G3 dan G4. Akan tetapi kondisi yang berkembang terungkap ada ketidak puasan akan pembatasan KPI hanya sampai G3 dan G4 dan ada kecenderungan untuk melanjutkan up grading hingga keturunan ke 5 (G5), bahkan lebih jauh lagi. Dinamisme dunia perkudaan tersebut

perlu disikapi positif dengan mendorong untuk membuat sebuah kajian mengenai pemuliabiakan KPI kedepannya.

Output dari KPI adalah sebuah prestasi, sehingga diperlu juga pegkajian mengenai prestasi kuda. Penelusuran akan prestasi kuda pacu Indonesia perlu digali dengan memperhatikan silsilah dari prestasi keluarganya. Penelusuran prestasi kuda tersebut dapat dibantu dengan kajian silsilah dan evaluasi ukuran tubuh.

Pengembangan dari kuda pacu Indonesia perlu pengawasan yang baik terutama dari lembaga yang sudah berdiri yaitu Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (PORDASI). Pengembangan itupun perlu melihat banyak aspek terutama kajian secara genetik. Manajemen pemuliaan yang kurang memadai akan mengakibatkan persilangan yang tidak terkontrol yang berakibat tujuan pengembangan yang tidak terarah dan terkalkulasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan tujuan utama untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kuda pacu Indonesia. Evaluasi dan identifikasi tersebut dilakukan dengan cara mendapatkan informasi prestasi kuda pacu dengan kajian silsilah prestasi keluarga dan informasi mengenai mitokondria DNA (12S RNA dan sitokrom b) dari kuda Indonesia

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah membantu PB Pordasi dalam dalam menentukan kebijakan dalam pengembangan pemuliabiakan KPI dan memberikan informasi bagi peternak kuda dalam mengembangkan peternakannya dengan memperhatikan aspek genetik

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul Kuda

Berdasarkan bukti-bukti fosil yang ada, evolusi dari Equidae dapat dilacak sejak zaman eocene pada 60 juta tahun yang lalu. Kuda modern saat ini berasal dari binatang kecil yang disebut oleh para ilmuwan sebagai Eohippus atau dawn horse. Pada tahun 1867 kerangka lengkap dari fosil Eohippus telah diketemukan dan kerangkanya telah disusun pada tahun 1931 di Big Horn Basin, Wyoming USA oleh palantaelog dari Institut Teknologi California untuk menggambarkan secara akurat bentuk dari dawn horse. Tahapan dari Evolusi kuda adalah

(1) Eohippus, berdasarkan karakteristik jari, kuku, mata dan gigi para peneliti menyimpulkan bahwa Eohippus mempunyai habitat alami yang berasal dari hutan hujan tropis. Eohippus mempunyai tinggi 35 cm (25-50 cm) dengan berat 5.5 Kg, mempunyai empat jari kaki dan gigi geraham pendek yang sangat cocok untuk memakan tunas-tunas rumput (browsing), (2) Mesohippus, perkembangannya dimulai pada awal dan pertengahan dari zaman ologocene. Mesohippus

mempunyai ukuran yang lebih besar dari Eohippus dengan tinggi 45 cm tetapi bentuk punggung yang hampir sama dengan Eohippus, kaki yang lebih panjang dengan tiga jari, gigi premolar dan incisor yang lebih kuat dan mampu memotong daun-daun yang lebih beragam. Perubahan panjang kaki pada Mesohippus

merupakan adaptasi terhadap sistem pertahanan dengan cara pergerakan yang lebih cepat, (3) Miohippus, berkembang pada akhir Oligocene dan awal I, sekitar 15 juta tahun yang lalu. Miohippus mempunyai tinggi sekitar 60 cm dengan bentuk kaki dan gigi yang lebih berkembang dibandingkan dengan Mesohippus. Jumlah jari kakinya tiga dengan jari kaki bagian tengah yang lebih menonjol dan gigi seri yang lebih jelas, (4) Mercyhippus, perkembangannya dimulai pada pertengahan dan akhir Miocene. Mercyhippus mempunyai tinggi lebih dari 90 cm dengan jari tengah kaki yang semakin membesar, sedangkan kedua jari lainnya mengecil dan gigi seri semakin jelas yang menunjukan cocok digunakan untuk merumput. Mercyhippus mempunyai leher panjang yang memungkinkan untuk menggapai makanan dipermukaan juga membantu dalam meningkatkan jarak pandang, (5) Pliohippus, berkembang pada pertengahan periode Pleistocene

sekitar 6 juta tahun yang lalu. Pliohippus merupakan prototype dari Equus dan menggambarkan bentuk dari sebuah kuda modern dan menjadi yang pertama mempunyai persendian tulang yang sangat kuat dengan satu buah kuku.

Pliohippus mempunyai tinggi sekitar 1.22 m dengan seluruh gigi yang dipergunakan untuk merumput, dan (6) Equus caballus, berasal dari Pliohippus sekitar 5 juta tahun yang lalu pada jaman es. Caballus berasal dari kata cabaline

yang mempunyai arti tentang atau kepunyaan kuda, sedangkan dalam bahasa latin berasal dari kata fons cabalinus yang diangkat dari cerita dongeng Pegasus.

Pliohippus juga merupakan salah satu kelompok sub genetik yang mewakili Zebra, Keledai, dan Heminoid (Edward 1994).

Sistematika dan Filogeni Kuda

Kuda sebagai mamalia merupakan periodactile. Ordo periodaktile

diturunkan menjadi subordo hippormorpha dan dimasukan dalam superfamili

equioidea dan famili equidae. Famili tersebut lebih dispesifikan lagi menjadi subfamili equinae dan genus equus. Berdasarkan grup genus yang masih ada telah didemontrasikan sebuah pohon filogeni yang dianalisis dari DNA mitokondria. Pohon tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 Pohon kekerabatan Equss (Groves dan Ryder 2000)

Kuda Mt Zebra Grevys Zebra Quangga Hemione Keledai

5

Berdasarkan Gambar 1 tersebut, diketahui bahwa kuda mempunyai jarak genetik yang cukup dekat dengan zebra, tetapi kuda mempunyai jarak genetik yang jauh dengan keledai

Kuda Domestik

Hal penting yang menyebabkan dilakukan domestikasi terhadap kuda adalah kecepatan berlari dan kemampuanya menempuh jarak yang jauh. Ketertarikan terhadap kemampuan itu mendorong domestikasi yang bertujuan menghasilkan kendaraan untuk transportasi. Berdasarkan paparan sebelumnya, diketahui bahwa kuda digolongkan Equus caballus. Semua kuda ini mempunyai kariotipe yang sama sehingga persilangan antara kuda tersebut akan menghasilkan keturunan yang fertil. Kondisi yang menyebabkan adanya domestikasi kuda awalnya berasal dari daerah barat, yaitu subspesies Equss ferus ferus dan dari daerah timur yaitu

Equss ferus prewalskii (Kuda liar mongol). Alasan-alasan yang menjadikan kuda terdomestikasi, selain alasan kemampuan adalah sistem pencernaannya yang monogastrik sehingga tidak perlu bersaing dengan mamalia domestik lain seperti sapi, domba, dan kambing dalam menyediakan pakan. Kondisi lain yang menyebabkan kuda dipilih untuk didomestikasi adalah tingkah lakunya

yang relatif mudah dikendalikan sehingga disukai oleh manusia (Groves dan Ryder 2000).

Kromosom Kuda Domestik

Kromosom disusun oleh kromatin yang berbentuk jaringan benang-benang halus. Kromatin tersebut mengandung DNA. Kromatin tersebut tersusun dari deretan benda kecil yang disebut nukleosom yang dibentuk oleh ikatan DNA dengan histon. Berdasarkan kariotyping terhadap kuda domestik diketahui bahwa kuda domestik mempunyai kariotipe yang dibentuk dari 64 kromosom. Kromosom dalam keadaan haploid terdiri dari 13 metasentrik, 18 akrosentrik kromosom tubuh dan satu kromosom seks. Kariotipe pada kuda sudah dilakukan sejak awal 1900. Hasil yang diperoleh pada saat itu menyatakan bahwa kromosom seks kuda mempunyai tipe XO. Tetapi pada perkembangan selanjutnya diketahui bahwa ternyata kuda seperti mamalia lainya yaitu memiliki tipe XY dan jumlah kromosom diploidnya 64 buah. Pada percobaan kariotipe ternyata Equss caballus

(Chowdary dan Raudsepp 2000). Sebagai informasi mengenai jumlah kromosom pada berbagai spesies kuda akan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Jumlah kromosom kuda (Chowdary dan Raudsepp 2000)

Kromosom seks X merupakan salah satu kromosom metasentrik yang besar, sedangkan kromosom seks Y merupakan kromosom berbentuk akrosentrik yang paling kecil. Menurut Mitwoch (1997) mengemukakan bahwa kuda mempunyai bentuk kromosom seks X dengan sentromer yang metasentrik sedangkan jika dibandingkan keledai, sentromer keledai lebih submetasentrik. Persilangan keduanya telah menghasilkan mule yang steril. Yang et al (2004) menyatakan bahwa perbedaan jumlah Equus caballus (2n=64) dan Keledai (2n=62) adalah penyebab sterilitas keturunannya, walaupun perbedaan kromosomnya hanya satu. Menurut Chowdary dan Raudsepp (2000)

E q u u s E.f. prezwalskii (66)

E.f.ferus (tidak ada informasi)

E.f. caballus (64)

E.asinus (62)

E.africanus somaliansis (62/63)

E.hemionus hemionus (tidak ada)

E.hemionus onager (55/56)

E.hemionus kulan (54/55)

E.khur (tidak ada informasi)

E.kiang (51/55)

E.grevyi (46)

E.burcheli (44/45)

E.zebra (32)

7

mengemukakan bahwa kromosom X merupakan kromosom conserve pada mamalia, terutama jika dibandingkan pada spesies ternak lainnya.

Penyebaran Equss caballus

Equss caballus menyebar dari Amerika Utara ke arah Asia, Amerika Selatan, Eropa, dan Afrika. Kesuksesan migrasi ini kemungkinan terjadi satu juta tahun lalu pada akhir jaman es, atau kira-kira 9000 SM. Pada saat melelehnya gletser yang menyambungkan Amerika telah menyebabkan hilangnya spesies kuda-kuda di Amerika, sampai kedatangan penjelajah Spanyol pada abad ke-16

yang mendarat di Mexiko sekitar tahun 1519 dengan membawa 16 kuda (Edward 1994).

Tetua Kuda

Tetua kuda berasal dari tiga tipe primitif kuda yang sampai sekarang salah satunya bertahan. Kuda tersebut adalah (1) Forest Horse, dikenal sebagai Equss caballus silvaticus atau diluvial horse yang kemungkinan dibentuk dari Equss caballus germanicus yang bertahan pada masa setelah jaman es dengan tinggi 1.52 m dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, serta tapak kaki yang lebar yang cocok untuk daerah rawa. Warna bulu biasanya berwarna merah atau hitam, (2) Przewalskii Asiatic Wild Horse adalah kuda liar yang masih bertahan sampai sekarang dengan nama ilmiah Equss caballus przewalskii przewalskii. Di daerah Mongol dikenal dengan nama Taki dan orang Kirghis menyebutnya Kertag. Kuda ini ditemukan di daerah Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama Mikhalovitch Przewalskii pada tahun 1879. Kuda ini berbeda dengan keturunan kuda domestik disebabkan perbedaan kromosom yaitu 66, sedangkan yang domestik 64. kuda Przewalskii mempunyai tinggi sekitar 1.32 m dengan keempat kaki berwarna hitam serta ekor dan rambut tengkuk berwarna hitam, sedangkan daerah di bawah perut berwarna krem, dan (3) Kuda Tarpan, merupakan kuda liar yang menyebar ke Eropa Timur sampai Ukraina. Kuda tarpan ini mempunyai nama ilmiah Gmelini. Kuda liar tarpan liar terakhir dengan jenis kelamin betina mati di Askanianova (sebelah timur Crimea Ukraina) pada tahun 1880. Kuda tarpan ini mempunyai tinggi 1.32 m (Edward 1994).

Kuda Arab dan Thoroughbred

Kuda Arab dikenal sebagai fountainhead (sumber) semua breed kuda di dunia disebabkan kemurnian potensial genetiknya untuk dikembangkan. Kuda ini mempunyai karakter yang kuat dan memainkan peran yang penting dalam up grading. Kuda Arab telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan kuda Thoroughbred. Walaupun Thoroughbred memiliki tubuh yang lebih besar serta lebih cepat dalam berlari, tetapi dari segi stamina, kesehatan, intelegensia dan keindahan kuda Arab masih lebih baik (Edward 1994). Kuda Arab merupakan kuda yang tidak mempunyai asal sejarah yang jelas. Kuda tersebut merupakan kuda pengembara dari padang pasir arab yang telah berkembang menjadi kuda yang mempunyai bentuk indah, stamina dan kemampuan yang terlihat dari konformasinya. Kuda Arab menjadi standar kuda ringan seperti breed kuda Thoroughbred (Bowling dan Ruvinsky 2000). Penyebaran kuda Arab di mulai abad ke-7 diwilayah Arabia, kemudian pada abad ke-18 sampai 19 berkembang ke

Eropa dan menyebar sampai UK, Rusia, Skandinavia dan US. Menurut Edward (1994) mengemukakan bahwa karakteristik Kuda Arab adalah

mempunyai bulu tengkuk dan ekor terlihat bagus dan lembut, bentuk kepala indah dan mata terlihat bersinar atau berkilauan, bentuk kepala lonjong dengan moncong yang kecil dan lubang hidung lebar, kaki bagian depan panjang, tubuh ramping, bersih, kuat serta mempunyai perototan yang baik, badan yang kompak serta punggung pendek, ramping dan cekung, mempunyai ekor yang tidak tertarik ketika bergerak, karena bentuknya melengkung, kaki bagian belakang mempunyai konformasi yang lemah dan telah dihilangkan melalui breeding satu tahun yang lalu, tinggi badan 1.5 m, kuda Arab mempunyai 17 tulang rusuk, 5 lumbar vertebra dan 16 tulang ekor, sedangkan kuda lainnya mempunyai formasi 18 rusuk, 6 lumbar vertebra, 18 tulang ekor.

Kuda Thoroughbred menurut Edward (1994) berkembang pada abad ke-17 dan 18 di Inggris untuk kepuasan para bangsawan dan raja untuk pacuan kuda. Kata Thoroughbred muncul pada tahun 1821 dan dicatat dalam general stud book vol II yang berisi catatan silsilah tentang Thoroughbred Inggris dan Irlandia. Sekitar 200 tahun yang lalu industri pacuan kuda Thoroughbred berkembang diseluruh dunia dan breed ini muncul sebagai satu-satunya yang paling besar

9

mempengaruhi populasi kuda di dunia. Peningkatan ukuran, pergerakan dan konformasi dari Thoroughbred sama baiknya dengan kecepatan, keberanian dan stamina. Hal tersebut disebabkan potensinya yang dihasilkan dari keseragaman genetik yang dicapai oleh proses pemulian yang selektif. Thoroughbred adalah kuda yang sangat baik dalam melompat, balapan, dressage, tetapi sebagian besar kuda ini telah digunakan untuk diseleksi sebagai breed khusus untuk kecepatan berlari. Asal Kuda Thoroughbred adalah kuda yang digunakan sejak 1700an yang

berasal dari kuda jantan impor dari daerah timur (Arab, Turki) dengan kuda betina Inggris yang menghasilkan keturunan untuk balapan (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Ciri-ciri kuda Thoroughbred menurut Edward (1994) mempunyai tinggi badan 1.57 m, bentuk kepala serta rahang yang bagus, perpaduan antara kepala dan leher terlihat bagus dan simetris dengan pundaknya, mempunyai proporsi badan yang panjang, kaki belakang yang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan daya dorong yang maksimum, bagian kaki depan bagus dengan bentuk panjang, berotot dan besar, serta persendian rata, ukuran tulang di bawah lutut berukuran di bawah 20 cm, mempunyai bahu panjang dan membentuk slope yang tidak terlalu menonjol, sehingga menghasilkan langkah yang panjang dan rendah.

Kuda di Indonesia

Menurut Edward (1994) mengemukakan bahwa kuda lokal Indonesia tersebar di beberapa daerah. kuda lokal yang ada di Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan karaktek kuda Indonesia

Jenis kuda Tinggi (m) Karakteristik Kuda Sumba Kuda Sandelwood Kuda Batak Kuda Jawa 1.27 1.35 1.32 1.27

- Ukuran kepala lebih besar dibandingkan ukuran badannya

- Konformasi badannya kurang sempurna, tetapi bagian punggungnya kuat

- bentuk kepala kecil dan bagus, mata yang besar dan bulu yang lembut dan berkilauan

- kecepatan dan sangat aktif. Ciri khas dari kuda ini adalah mempunyai kuku kaki yang keras dan kuat. - Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus

dengan posisi ekor cukup tinggi sehingga baik dalam pergerakan

- Kaki belakang ramping

- Mempunyai rump yang tinggi serta

- memiliki punggung yang panjang dan sempit - Kepalanya bagus dengan muka yang lurus

- Memiliki leher yang lemah dan pendek serta kurang berkembang

- Jinak dan tidak kenal lelah

- kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya, walaupun kuda Jawa adalah tipe pekerja keras Sumber : Edward 1994

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kuda Sandelwood merupakan kuda yang paling tinggi sehingga karena alasan itupun kuda pacu di Indonesia banyak dipengaruhi oleh kuda tersebut.

Kuda Pacu Indonesia

Definisi dari Kuda Pacu Indonesia adalah kuda Indonesia hasil persilangan kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ke3 (G3) dan generasi ke4 (G4) dan atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating) yang memiliki sertifikat Kuda Pacu Indonesia dan terdaftar pada Biro Registrasi Kuda yang ditetapkan pemerintah. Persyaratan kualitatif KPI adalah (a) berasal dari persilangan antara kuda betina lokal Indonesia dengan pejantan bangsa

Thoroughbred sampai generasi ke 3 atau generasi ke 4 dan atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating), (b) warnanya tidak dipersyaratkan warna spesifik, (c) bentuk luar/ eksterior memiliki kriteria bentuk badan langsing, kakinya kuat dan ringan bentuk mengarah kuda Thoroughbred, (d) temperamennya aktif. Sedangkan persyaratan kuantitatif KPI adalah (a) tinggi gumba pada umur 6 tahun

11

minimal 150 cm dan maksimal 170 cm, (b) berat badan pada umur 6 tahun minimal 350 kg, (c) umurnya tidak dipersyaratkan umur tertentu (DSN 1996).

Kuda Modern

Kuda modern ini terdiri dari 3 jenis. Jenis dari kuda tersebut adalah (1)

heavy Horse dengan Bentuk tubuhnya besar dengan struktur yang tebal dan sangat jelas berbeda dengan kuda Thoroughbred. Kuda ini mempunyai kekuatan yang besar, tetapi mempunyai kecepatan yang lambat, (2) Light Horse dengan karakteristik dari kuda ini adalah perototan yang panjang dan proporsional. Bentuk tubuhnya sempit dan mempunyai bahu yang berbentuk slope. Kuda ini biasannya diidentikkan dengan Thoroughbred, dan (3) Poni dengan proporsi yang unik. Panjang badannya melebihi tingginya dan kedalamannya sama dengan panjang kakinya. Panjang kepalanya sama dengan bahu (Edward 1994).

Konformasi Tubuh

Pada industri balapan kuda Thoroughbred, biasanya kuda mulai dilombakan pada umur 2 tahun. Sebuah analisa hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda umur 6-8 bulan menyatakan bahwa peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda disebabkan panjang langkah. Pada anak kuda yang berlarinya cepat diketahui kuda tersebut memiliki kaki lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih tinggi dan hal tersebut terjadi pada kuda yang relatif tinggi. Pada Kuda Througbred yang lebih tua kecepatan maksimum juga dapat dijelaskan dengan panjang langkahnya. Selain langkah kategori performa untuk Thoroughbred dapat juga diketahui dari rataan denyut nadinya setelah latihan terhadap kemampuan balapnya (r =-0.56) (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Komponen genetik dari performa pacu/balapan mungkin sangat kompleks dan melibatkan banyak fungsi dalam dari anatomi, fisiologi, neurologi dan endokriniologi. Kemampuan genetik dalam kecepatan berlari tidak diragukan lagi merupakan faktor penting dalam menentukan pemenang dan yang kalah, sehingga seleksi pemenang dalam pacuan merupakan cara yang efisien dalam mencari kuda yang mempunyai kecepatan tinggi. Kemenangan pada kuda sangat dipengaruhi mental dan fisik kuda dalam bereaksi terhadap lingkungan, seperti kompetitor, signal dari joki dan variasi kecepatan pada phase yang berbeda dalam sebuah

pacuan. Kemampuan memobilisasi metabolisme anaerob perototan serta fighting spirits akan menjadi penentu kemenangan (Arnason dan Van Vleck 2000).

Sistem saraf akan bertanggung jawab dalam mengontrol dan meregulasi sistem lain. Kardiovaskular dan sistem respirasi menyediakan nutrisi dan oksigen untuk otot yang akan diubah dari energi biokimiawi menjadi energi mekanik

selama otot bekerja. Aparatus lokomotor yang ada dibawah kontrol nerosensor membuat mungkin mengkoordinasi semuanya dengan baik

(Saatamomen dan Barrey 2000).

Variasi Warna

Hitam, bay, chestnut dan abu-abu merupakan dasar warna yang paling mendekati dari semua breed saat ini. Untuk menghitung warna dilusi, putih dan pola putih telah diusulkan bahwa ada kurang lebih sembilan gen yang mempengaruhinya. Tidak ada warna yang membatasi satu breed. Diantara breed

yang ditemukan mempunyai warna dasar adalah Thoroughbred, Lippizaner dan kuda Arab (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Teknologi DNA

Gen adalah sekumpulan basa nukleotida yang dapat menyandi pembentukan asam amino. Sekumpulan basa nukleotida yang terdiri dari empat nukleotida yang mengandung basa adenin (a), citosin (c), guanin (g), dan timin (t). Basa-basa tersebut diikat dalam sebuah ikatan fosfodiester dan basanya berpasangan antara adenin dengan timin dan guanin dengan sitosin (Goodenough 1988).

Kelebihan test DNA menurut Bowling (2001) adalah (1) setiap laboratoium

Dokumen terkait