• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.3. Analisis Gender

Analisis Gender adalah kerangka kerja yang dipergunakan untuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi terhadap laki-laki dan perempuan, serta terhadap hubungan ekonomi dan sosial di antara mereka (Handayani, 2008). Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI (2002) menyatakan bahwa analisis gender mencakup kegiatan-kegiatan yang dibangun secara sistemik untuk mengidentifikasikan dan memahami pembagian kerja/peran antara perempuan dan laki-laki; akses dan kontrol yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki atas sumber-sumber daya serta hasil kinerja mereka; pola relasi sosial diantara perempuan dan laki-laki yang asimetris, dan dampak kebijakan, program, proyek, kegiatan-kegiatan pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki. Analisis gender memperhitungkan pula bagaimana faktor-faktor lain seperti kelas sosial, ras, suku, ekonomi-politik makro atau faktor-faktor lainnya berinteraksi dengan gender untuk menghasilkan keadaan yang diskriminatif. Analisis gender biasanya dilakukan pada tingkat mikro seperti keluarga, kelompok-kelompok kecil atau komunitas, dan pada semua sektor. Hadiprakoso (2005) menyatakan bahwa analisis gender merupakan analisis sosial (mencakup ekonomi, budaya, dan lain sebagainya) yang melihat perbedaan perempuan dan laki-laki dari segi kondisi/situasi dan kedudukan/posisi di dalam keluarga dan masyarakat.

Secara garis besar terdapat tiga kategori alat yang dapat digunakan untuk menganalisis situasi dan posisi gender di dalam masyarakat dan keluarga (Handayani, 2008). Melalui teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan dapat teridentifikasi. Ketiga teknik analisis gender tersebut adalah: (1) Kerangka Analisis Harvard, (2) Kerangka Analisis Moser, dan (3) Kerangka Pemberdayaan. Ketiga alat analisis gender tersebut secara singkat dijelaskan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

Tabel 1. Matriks Alat Analisis Gender dan Pembangunan Tiga Kategori Utama Alat Analisis Gender

Kerangka Harvard* Kerangka Moser** Kerangka Pemberdayaan***

• Pembagian Kerja:

produktif, reproduktif, dan sosial budaya.

• Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat. • Faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam masyarakat. • Pembagian peran produktif, reproduktif, dan sosial budaya.

• Kebutuhan praktis (menyangkut kondisi). • Kebutuhan strategis

(menyangkut posisi)

• Penguasaan (kontrol). • Partisipasi aktif dalam

pengambilan keputusan. • Penyadaran. • Akses terhadap sumberdaya dan manfaat. • Kesejahteraan Alat ini dapat digunakan

untuk analisa sebelum membuat perencanaan program pembangunan.

Alat ini dapat digunakan

untuk perencanaan program/proyek

pembangunan.

Alat untuk melihat tahapan pemberdayaan (semakin bertahap ke arah dari kesejahteraan sampai ke penguasaan. Menggambarkan adanya pemerataan dan peningkatan perempuan. Sumber: Wigna, 2002

2.1.3.1Kerangka Analisis Harvard

Kerangka analisis Harvard memadai untuk menggali data yang berguna pada tahap analisa situasi. Data yang dikumpulkan dapat bersifat umum maupun sangat rinci tergantung kebutuhan. Kerangka analisis ini juga mudah diadaptasi untuk beragam situasi. Selain itu kerangka merupakan alat baru untuk meningkatkan kesadaran gender dan alat latihan yang efektif untuk menganalisis situasi hubungan gender di dalam komunitas (masyarakat) atau suatu organisasi pembangunan. Kerangka analisis Harvard terdiri dari tiga komponen utama yaitu: 1. Pembagian Kerja (dapat dilihat dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan). 2. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses, dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan.

 

2.1.3.2Kerangka Analisis Moser

Teknik analisis Moser adalah suatu teknik analisis yang membantu perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender, dengan menggunakan perdekatan terhadap persoalan perempuan (kesetaraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, penguatan atau pemberdayaan), identifikasi terhadap peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosial-kemasyarakatan), serta identifikasi kebutuhan gender praktis-strategis.

Alat analisis gender yang dipakai oleh Moser adalah pembagian peran: produktif, reproduktif, dan sosial budaya; pemenuhan kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Peran atau kegiatan produktif adalah kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, beternak, berdagang, kerajinan tangan, dsb. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, misalnya melahirkan dan mengasuh anak, pekerjaan rumah tangga, memasak, mencuci, mengambil air, mencari bahan bakar, dsb. Kegiatan sosial adalah kegiatan yang tidak terbatas pada pengaturan rumah tangga, tetapi yang menyangkut kegiatan masyarakat, misalnya berorganisasi dalam kelompok tani, koperasi, PKK, LKMD, kelompok simpan pinjam, dan partisipasi dalam kelompok agama dan sosial budaya. Pembagian peran dan kebutuhan praktis gender menggambarkan akses perempuan terhadap program sedangkan kebutuhan strategis gender menggambarkan kontrol perempuan terhadap program.

2.1.3.3Kerangka Analisis Pemberdayaan

Pembangunan perempuan merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan/persamaan bagi laki-laki dan perempuan pada setiap tingkat proses pembangunan. Teknik analisis pemberdayaan atau teknik analisis Longwe sering dipakai untuk peningkatan pemberdayaan perempuan khususnya dalam pembangunan. Tingkatan proses pembangunan tersebut secara hierarkhis diawali dengan (1) tingkat kesejahteraan, (2) tingkat akses (terhadap sumberdaya dan manfaat), (3) tingkat penyadaran, (4) tingkat partisipasi aktif (dalam pengambilan keputusan), dan (5) tingkat penguasaan (kontrol).

Wigna (2002) menyatakan bahwa pemahaman akses (peluang) dan kontrol (penguasaan) perlu tegas dibedakan. Akses (peluang) yang dimaksud di sini adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut, sedangkan kontrol (penguasaan) diartikan sebagai kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumberdaya. Dengan demikian, seseorang yang mempunyai akses terhadap sumberdaya tertentu, belum tentu selalu mempunyai kontrol atas sumberdaya tersebut, dan sebaliknya. Dicontohkan Wigna bahwa seorang buruh yang menggarap tanah milik orang lain atau seorang anak yang disekolahkan orangtuanya di sekolah unggulan berarti memiliki akses, sementara seorang tuan tanah yang memanfaatkan lahannya atau seorang ayah yang memutuskan sekolah mana yang akan dimasuki anaknya ataupun seorang ibu yang memutuskan apa saja yang boleh dimakan oleh anggota keluarganya.