• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian

4.1.3. Kelembagaan

Meskipun desa Srogol tergolong relatif baru diresmikan, namun kondisi lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa ini relatif cukup lengkap dan beragam, sesuai ketetapan Undang-Undang Pemerintah Desa. Walaupun masih berstatus desa, sebenarnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor, desa Srogol seharusnya berstatus Kelurahan, namun penduduk desa ini telah terbiasa dan lebih nyaman dengan sebutan desa, dengan alasan agar merasa tidak kehilangan identitas mereka sebagai satu kesatuan (entitas). Lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di Desa Srogol meliputi lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan desa, lembaga ekonomi, dan lembaga pendidikan.

Lembaga pemerintahan desa merujuk pada aparat pemerintah desa. Kantor pemerintahan desa atau yang biasa disebut sebagai Balaidesa/Kantor Lurah beralamat di Jalan Desa Srogol No.1 Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 16740. Jumlah aparat pemerintahan desa sebanyak tujuh orang,terdiri atas kepala desa/lurah, sekretaris desa, kepala urusan pemerintahan, kepala urusan pembangunan, dan kepala urusan umum. Menurut jenis kelaminnya, aparat

pemerintah desa terdiri atas lima orang laki-laki dan dua orang perempuan. Dengan jumlah aparat desa yang minim tersebut, terkadang seorang aparat desa merangkap lebih dari satu jabatan, sebagaimana dijumpai yakni aparat Bagian Umum merangkap Bagian Keuangan; hal ini bisa berpengaruh pada kinerja pegawai kelurahan Desa Srogol. Sesuai dengan jumlah RW dan RT di desa ini, terdapat sejumlah kepala dusun/lingkungan, terdiri atas tiga orang laki-laki. Selain itu, terdapat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berjumlah tujuh orang terdiri atas enam orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Meskipun jumlah lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Srogol ini cukup beragam, namun banyak yang tidak berjalan. Lembaga Kemasyarakatan Desa Srogol meliputi Lembaga Kemasyarakatan Desa/Kelurahan (LKD/LKK), PKK, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Karang Taruna, dan Kelompok Tani/Nelayan. Keberadaan LKD/LKK di Desa Srogol dapat dikatakan kurang produktif, terlihat dari semakin jarangnya anggota-anggota LKD/LKK yang melakukan rapat-rapat koordinasi seputar masyarakat, padahal kantor LKD/LKK ini tepat di samping Kantor Lurah/Balaidesa. Jumlah anggota LKD/LKK saat ini belum jelas, sehingga dapat dikatakan bahwa LKD/LKK Desa Srogol tidak berjalan.

Demikian halnya dengan PKK yang ada di Desa Srogol, dapat dikatakan tidak berjalan. Walaupun jumlah anggotanya mencapai 30 orang, namun kegiatan- kegiatan PKK hampir tidak ada. Berbeda dengan Karang Taruna Desa Srogol yang beranggotakan 15 orang, terlihat lebih aktif dalam setiap kegiatan desa. Karang Taruna ini terdiri atas anak-anak muda yang umumnya pengangguran. Kelompok Tani Desa Srogol dapat dikatakan sebagai lembaga sosial ekonomi yang paling aktif dan produktif dari lembaga kemasyarakatan lainnya. Kelompok Tani ini merupakan pecahan dari Kelompok Tani Desa Ciburuy. Walaupun luas lahan pertanian Desa Srogol tidak seluas Desa Ciburuy, sehingga hasil produksi pertanian pun tidak sebesar Desa Ciburuy, kelompok tani ini masih aktif dalam memproduksi hasil-hasil pertanian, seperti padi, singkong. Banyak diantara anggota petani dari kelompok tani tersebut yang memanfaatkan lahan SPN Lido, karena mereka tidak memiliki lahan sendiri.

48   

Desa Srogol terdiri atas enam RW dan 18 RT, masing-masing RW memiliki sebutan kampung masing-masing. Pada umumnya penduduk desa lebih mengenal nama kampung daripada nama RW mereka. Jumlah kampung yang ada di Desa Srogol adalah delapan kampung. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah RW karena terkadang dalam satu RW terdapat dua kampung, seperti di RW 04, terdapat Kampung Sawah Asep dan Kampung Babakan Keluarga. Berikut Tabel 8. yang berisi nama-nama kampung di Desa Srogol.

Tabel 8. Nama Kampung Berdasarkan Rukun Warga (RW) Desa Srogol, 2008

No. Nama Kampung RW

1. Pangkalan 01 2. Cibandawa 02 3. Cisalopa 03 4. Sawah Asep 04 5. Babakan Keluarga 04 6. Srogol 05 7. Sunglapan 05 8. Pangarakan 06

Sumber: Monografi Desa Srogol, 2008

Lembaga ekonomi yang terdapat di Desa Srogol cukup banyak dan beragam, antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Usaha jasa pengangkutan, usaha jasa perdagangan, dan usaha jasa ketrampilan. Koperasi simpan pinjam di Desa Srogol tidak berjalan dengan lancar atau gagal, terlihat dari jumlah anggota koperasi yang hanya 65 orang. Pengurus koperasi menyatakan bahwa kegagalan koperasi simpan pinjam ini dikarenakan banyaknya anggota yang meminjam namun tidak dikembalikan atau berhutang, sedangkan anggota yang menyimpan hanya beberapa orang saja. Usaha jasa pengangkutan di Desa Srogol merujuk pada pemilik angkutan desa/kota yang berjumlah lima orang. Selain pemilik angkutan kota, mayoritas penduduk Desa Srogol bekerja sebagai pengojek, sehingga seharusnya jasa pengangkutan darat tidak hanya terbatas pada mobil angkutan desa/kota, tetapi juga motor yang digunakan untuk mengojek.

Usaha jasa perdagangan di Desa Srogol dapat dikatakan cukup banyak yakni terlihat dari banyaknya toko kelontong warga dan pedagang keliling. Hampir di setiap RW terdapat dua sampai empat toko kelontong yang menjual kebutuhan rumah tangga. Usaha jasa ketrampilan merupakan lembaga ekonomi yang paling maju, terdiri atas tukang kayu, tukang batu, tukang jahit/bordir,

tukang cukur, tukang service elektronik, tukang besi dan tukang pijat/urut/pengobatan. Tukang kayu menempati posisi tertinggi diantara usaha jasa ketrampilan lainnya yakni sebanyak 30 orang, disusul kemudian tukang jahit/bordir yakni sebanyak 17 orang. Pada usaha jasa pijat/urut/pengobatan hanya satu orang yang menjadi pemilik, namun usaha ini berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak lima orang.

Lembaga pendidikan di Desa Srogol dapat dikatakan rendah. Hal ini dikarenakan hanya terdapat satu sekolah menengah atas (SMA) yang statusnya masih terdaftar, serta satu sekolah menengah pertama (SMP) yang statusnya juga masih terdaftar. Di wilayah desa ini, terdapat pesantren yakni AL Kahfi dan Sekolah Polisi Negara (SPN) Lido, namun kedua lembaga pendidikan besar ini tidak menyerap siswa-siswi dari penduduk Desa Srogol. Mayoritas siswa di kedua lembaga ini berasal dari luar desa bahkan luar kota. Jumlah tenaga pengajar di desa ini terbilang cukup banyak, yakni sebanyak 85 guru mengajar SD dan SMP, serta 35 guru mengajar SMA.

Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Srogol menunjukkan bahwa desa ini terbilang cukup maju, walaupun banyak lembaga yang pada akhirnya tidak aktif lagi. Namun perlu diketahui bahwa kesadaran masyarakat terhadap kemajuan desa terlihat cukup tinggi, ditandai dengan adanya LKD/LKK di Desa Srogol, padahal desa ini masih tergolong desa baru. Kemudian semakin berkembangnya lembaga ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ditandai dengan banyaknya toko-toko kelontong dan usaha jasa lainnya. Pendidikan menjadi hal yang penting bagi penduduk Desa Srogol dilihat dari semakin berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan di desa tersebut.

4.2. Profil Responden 4.2.1. Umur Responden

Responden dalam Responden dalam penelitian ini adalah perempuan yang telah menikah dan menjadi anggota KSM PNPM-P2KP Bidang Ekonomi di Desa Srogol Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Responden dalam penelitian ini berjumlah 48 orang perempuan yang terdiri dari 21 KSM Campuran. Sebanyak 33,3 persen dari jumlah responden, berumur 35 sampai 44

50   

tahun, menyusul kemudian responden yang berumur 25 sampai 34 tahun sebanyak 29,2 persen. Hal ini menandakan bahwa pemanfaat pinjaman PNPM-P2KP di Desa Srogol adalah penduduk usia muda dan tergolong ke dalam usia angkatan kerja. Sebaran responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Umur, 2010

No. Rentang Umur (Tahun) Jumlah Persen (%)

1. 15-24 2 4,2 2. 25-34 14 29,2 3. 35-44 16 33,3 4. 45-54 11 22,9 5. 55-64 5 10,4 Jumlah 48 100

Sumber: Data Primer, 2010

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan responden dapat dikatakan rendah, yakni hanya 22,9 persen dari jumlah responden, yang menamatkan pendidikan hingga jenjang sekolah menengah atas atau sederajat. Mayoritas responden adalah tamatan sekolah dasar atau sederajat, bahkan ada dua orang responden yang hanya sampai sekolah rakyat (SR). Untuk sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2010

No. Pendidikan Jumlah Persen (%)

1. Di bawah atau lulusan SMP/Sederajat

36 75,0

2. SMA/D3 12 25,0

Jumlah 48 100

Sumber: Data Primer, 2010

4.2.3. Mata Pencaharian

Mayoritas mata pencaharian atau pekerjaan responden adalah pedagang makanan (25 persen) disusul kemudian ibu rumah tangga (18,7 persen). Responden yang berdagang makanan mayoritas berdagang di sekitar sekolah dan warung makan kecil di rumahnya. Responden yang bekerja sebagai pedagang kredit sebanyak 16,6 persen umumnya berdagang barang elektronik. Sebaran responden berdasarkan mata pencaharian tersaji dalam Tabel 11. berikut.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Mata Pencaharian, 2010

No. Mata Pencaharian Jumlah Persen (%)

1. Wiraswasta a. Pedagang pakaian b. Warung c. Kreditan d. Makanan e. Jasa f. Lainnya 2 6 8 12 2 6 4,2 12,5 16,6 25 4,2 12,5 2. Karyawan 3 6,3

3. Ibu Rumah Tangga 9 18,7

Jumlah 48 100

52   

BAB V

KERAGAAN PROGRAM PNPM-P2KP DI DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Program PNPM-P2KP di Desa Srogol

Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan sebuah program alternatif pengentasan kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah bekerjasama dengan Bank Dunia pada tahun 1997. Program ini dinilai berhasil dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia, sehingga pada tahun 2008 Program P2KP diadopsi oleh Program PNPM Mandiri sebagai salah satu program unggulan dengan nama Program PNPM-P2KP. Program PNPM-P2KP di Desa Srogol telah berjalan selama tiga tahun yakni dari tahun 2007 hingga saat ini. Program PNPM-P2KP merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan yang ada di Desa Srogol. Program ini berbeda dengan program-program pemerintah lain karena program ini mengacu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat, yakni masyarakat yang menjadi subyek dan obyek dalam program tersebut. Di dalam Program PNPM-P2KP terdapat tiga bidang yang menjadi sasaran program yakni bidang lingkungan, bidang sosial, dan bidang ekonomi. Penelitian ini khusus untuk membahas Program PNPM-P2KP bidang ekonomi.

Pelaksanaan Program PNPM-P2KP tidak terlepas dari peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang merupakan lembaga lokal desa yang khusus menangani permasalahan kemiskinan. Walaupun telah berjalan cukup lama, yakni hampir tiga tahun dan sudah melalui dua tahap pencairan dana, BKM Desa Srogol tidak memiliki tempat khusus sebagai kantor Program PNPM-P2KP Desa Srogol. Para anggota BKM biasa berkumpul dan melakukan segala kegiatan yang berkaitan dengan Program PNPM-P2KP di rumah Bapak Mn, ketua koordinator Program PNPM-P2KP Desa Srogol, yang beralamat di RW 03, Kampung Cisalopa, Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Anggota BKM Desa Srogol berjumlah 13 orang, namun yang masih aktif hanya tujuh orang. Komposisi pengurus BKM tersaji dalam Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi Pengurus BKM dan UPK di Desa Srogol, 2009

No. Jabatan Jenis Kelamin

1. Ketua Koordinator BKM Laki-laki

2. Sekretaris Laki-laki

3. Bendahara Perempuan

4. UPK Lingkungan Laki-laki

5. UPK Ekonomi Perempuan

6. UPK Sosial Perempuan

7. Koordinator Tagihan Laki-laki

Sumber: BKM Desa Srogol, 2009

Berdasarkan Tabel 12. terlihat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan BKM Desa Srogol lebih sedikit daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam organisasi kemasyarakatan masih terbilang rendah. Perempuan merasa bahwa kurang pantas jika mereka sering ikut kegiatan-kegiatan desa. Seperti yang dituturkan oleh ketua koordinator BKM, Bapak Mn berikut:

“Perempuan di sini mah kurang aktif, neng. Kalau ada rapat-rapat di desa, pada ngga mau dateng. Alasannya mah ngurus anak, ngurus rumah. Cuma Bu Ns dan Bu Sh aja nih yang mau repot ngurusin desa.”

Pernyataan yang sama juga dituturkan oleh Ibu Nn, salah satu anggota BKM, yang mengatakan:

“Saya juga bingung ngajak nya kumaha deui neng. Pada ngga mau, pada takut. Ngurusin rumah aja udah susah apalagi ngurusin desa. Kalau saya mah orangnya emang seneng kumpul-kumpul neng. Suka ikutan rapat-rapat di desa, biar nambah ilmu.”

Walaupun telah tergolong ke dalam kategori desa modern yang ditandai dengan semakin berkurangnya penduduk desa yang bekerja di bidang pertanian, serta ditambah pula dengan adanya lembaga pendidikan Sekolah Polisi Negara (SPN) Lido, tampaknya modernisasi dalam keterlibatan perempuan di berbagai bidang belum terlihat. Perempuan di Desa Srogol masih beranggapan bahwa laki- laki atau suami lah yang berhak ikut ke acara-acara di Balaidesa. Kemudian budaya patriarkhi yang masih kental menjadi salah satu faktor penghambat bagi perempuan untuk mengikuti berbagai kegiatan di desa.

54