? Buah lerak
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
3 Didominasi oleh sel limfosit sel plasma, tapi dapat juga terlihat sel neutrofil
5.2 Analisis hasil penelitian
Perbedaan respon inflamasi dan perbaikan jaringan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%, dianalisa dengan menggunakan uji
Mann-Whitney, dengan derajat kemaknaan (α = 0,05) (tabel 7, 8 dan 9). Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 7. Hasil uji Mann-whitney mengenai perbedaan respon inflamasi antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%, pada setiap periode waktu.
Periode waktu (hari)
Mean rank P value
Kelompok kontrol Kelompok ekstrak lerak 0,01%
7 6,33 6,67 0,863
30 6,50 6,50 1,00
Pada tabel 7, terdapat perbedaan respon inflamasi antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%, namun perbedannya tidak signifikan (p>0,05).
Pada hari ke 30 tidak terdapat perbedaan respon inflamasi yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% (p>0,05).
Tabel 8. Hasil uji Mann-whitney mengenai perbedaan respon inflamasi pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, pada hari ke 7 dan 30.
Periode waktu (hari)
Mean Rank P value
7 9,17
0,008*
30 3,83
Keterangan : * = signifikan pada p<0,05
Pada tabel 8 terlihat bahwa pada kelompok ekstrak lerak 0,01% terdapat perbedaan respon inflamasi yang signifikan (p<0,05) antara hari 7 dengan hari ke-30.
Tabel 9. Hasil uji Mann-whitney mengenai respon perbaikan jaringan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%, pada hari ke 30 Parameter Mean Rank P value Kelompok kontrol Kelompok ekstrak lerak 0,01% Jaringan fibrous 6,08 6,92 0,665 Pembuluh darah baru 5,83 7,17 0,484
Pada tabel 9, secara numerik terlihat bahwa terdapat perbedaan respon perbaikan jaringan pada pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan fibrous antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%. Tetapi perbedaannya tidak signifikan (p>0,05).
BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak lerak pada tikus Wistar jantan adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak lerak mempunyai efek untuk meredakan inflamasi pada jaringan periapikal. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan ekstrak lerak. Daging buah lerak dipotong kecil-kecil dengan lebar ± 3 mm, dimasukkan ke dalam lemari pengering selama ±7 hari hingga konsistensinya rapuh ketika digenggam, dihaluskan dengan blender, kemudian dilakukan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dan dimasukkan ke dalam perkolator. Ekstrak cair kemudian dimasukkan ke dalam vaccum rotavapor, untuk memisahkan ekstrak dan pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental.
Buah lerak dimasukkan ke dalam lemari pengering untuk mencegah proses pembusukkan. Proses ini tidak mempengaruhi efek dari senyawa-senyawa yang terkandung di dalam buah lerak, karena saponin, flavonoid, alkaloid dan fenol merupakan senyawa yang tahan terhadap pemanasan. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, karena metode ini merupakan proses ekstraksi yang paling sederhana dan sering dipakai untuk mengekstraksi bahan-bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus.Etanol 96% dipilih sebagai larutan penyari karena sifat toksiknya lebih kecil dibandingkan pelarut metanol, selain itu etanol mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar dan non polar. Etanol merupakan pelarut yang telah memenuhi syarat kefarmasian atau “pharmaceutical grade”38
Ekstrak lerak tersebut dibuat dalam bentuk suspensi dengan konsentrasi 0,01% menggunakan suspending agent carboxy methil cellulose (CMC) 0,5%. Ekstrak lerak dibuat dalam bentuk suspensi karena zat aktif buah lerak kestabilannya di dalam air kurang baik, tetapi stabil bila disuspensi. Penggunaan CMC dalam penelitian ini sebagai pelarut kemungkinan tidak mempengaruhi hasil penelitian, karena bahan ini bersifat inert sehingga tidak mengubah struktur kimia senyawa-senyawa ekstrak lerak. Selain itu bahan ini dapat meningkatkan viskositas dan sebagai stabilisator.39
Pada penelitian ini digunakan tikus Wistar karena hewan ini mudah didapat, berukuran kecil, lebih tenang dan cenderung tidak menggigit, mereka dapat mentolerir untuk berkumpul dalam jumlah yang lebih besar, relatif ekonomis dibandingkan dengan hewan primata, perkembangannya cepat, masa kehamilan yang pendek dan kemampuan reproduksi yang tinggi. Tikus Wistar adalah galur tikus yang paling sering digunakan untuk penelitian eksperimen disamping tikus galur Sprague
Dawley, Fischer 344, Holtzman albino strain, Long-Evans, dan Lister. Pada
penelitian ini digunakan tikus berkelamin jantan, karena pengaruh hormon juga berperan dalam penyembuhan inflamasi. Defisiensi hormon estrogen dapat menghambat penyembuhan inflamasi pada jaringan subkutan.40 Umur tikus yang digunakan pada penelitian ini berkisar 3-4 bulan, dengan berat harus mencapai 250-300 gram, karena pada rentang umur tersebut, tikus sudah dikategorikan remaja. Sebelum dilakukan percobaan, tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu. Tujuannya adalah untuk memberikan waktu hewan uji beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain itu aklimatisasi bertujuan untuk melihat apakah ada hewan yang
sakit. Selama aklimatisasi hewan uji diberi pakan pelet serta diberi air minum yang cukup. Pembersihan kotoran dilakukan setiap hari selama aklimatisasi.41
Pengujian efek antiinflamasi ekstrak buah lerak dilakukan dengan metode implantasi subkutan. Polyethylene tube diisi dengan bahan coba dan ditanam pada jaringan subkutan punggung tikus, karena bagian punggung adalah bagian yang sulit dijangkau tikus.41 Pemilihan polyethylene tube dikarenakan sifatnya yang tidak toksik dan inert, sehingga memberikan respon inflamasi yang minimal.Menurut American
Dental Association dan Fédération Dentaire Internationale, implantasi bahan coba ke
dalam jaringan ikat pada hewan-hewan coba merupakan tes sekunder untuk mengevaluasi biokompatibilitas bahan-bahan yang dipakai dalam perawatan endodonsi.19 Selain itu, implantasi dengan cara ini dapat menunjukkan hal yang mirip dengan situasi klinik.
Konsentrasi larutan ekstrak lerak yang digunakan adalah 0,01%, sesuai dengan LC50 buah lerak yang telah diuji sitotoksisitasnya dengan metode Brine
shrimp.7 Hal ini berarti bahwa bahan tersebut terindikasi aman untuk digunakan. Waktu yang dipilih untuk pengujian antiinflamasi ini adalah hari ke 7 dan 30. Hal ini berdasarkan pada fase penyembuhan inflamasi. Pada hari ke 7 terjadi fase inflamasi, dimana pada fase ini terjadi respon selular dan vaskular. Sel-sel radang keluar dari pembuluh darah menuju daerah radang secara kemotaksis. Sedangkan pada hari ke 30 terjadi fase proliferasi, dimana pada fase ini terjadi proliferasi fibroblas dan pembentukan jaringan granulasi.24
Pembuatan sajian histologi diawali dengan fiksasi menggunakan cairan formalin. Tujuannya adalah untuk menghambat proses pembusukan, mengawetkan jaringan agar susunan jaringan mendekati kondisi seperti sewaktu hidup dan mengeraskan jaringan agar memudahkan pembuatan irisan tipis. Tebal irisan jaringan 2-3 mm sehingga cairan fiksasi dapat dengan cepat memfiksasi seluruh jaringan. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, yang bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang nantinya dapat diisi dengan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Hal ini perlu dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin. Pembeningan (clearing) adalah tahap untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan parafin. Jaringan tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam parafin karena alkohol dan parafin tidak bisa saling melarutkan. Pembenaman (embedding/impregnasi) adalah proses untuk mengeluarkan cairan pembening (clearing agent) dari jaringan dan diganti dengan parafin. Pada tahap ini jaringan harus benar-benar bebas dari cairan pembening karena sisa cairan pembening dapat mengkristal dan sewaktu dipotong dengan mikrotom akan menyebabkan jaringan menjadi mudah robek. Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur-unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali/diamati dengan mikroskop. Pulasan (pewarna) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambung yaitu pulasan hematoksilin-eosin (HE). Pada pulasan HE digunakan 2 macam zat warna yaitu hematoksilin untuk memulas inti sel yang
memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung yang memberikan warna merah muda.36
Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok ekstrak lerak, respon radang yang dihasilkan lebih berat daripada kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan karena tindakan sewaktu pembedahan yang kurang asepsis, sehingga timbul infeksi yang memperparah respon radang. Selain itu, kemungkinan disebabkan kurang tepatnya pemotongan jaringan yang dilakukan pada persiapan objek pengamatan. Kemungkinan, sayatan untuk persediaan objek tidak tepat dilakukan pada daerah insisi sehingga gambaran sel-sel radang tidak sesuai seperti yang diharapkan. Sel-sel inflamasi disekitar jaringan tempat dilakukan implantasi lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol, menunjukkan reaksi jaringan selain disebabkan iritasi tube, kemungkinan juga disebabkan oleh ekstrak bahan coba.
Pada kelompok perlakuan, terlihat bahwa pada hari ke 7, peranan fagositosis neutrofil dan makrofag yang migrasi ke daerah radang terlihat dengan jelas. Hal ini dapat dijelaskan karena adanya sinergisme dari ekstrak dan mekanisme pertahanan infeksi dari host, yang dibutuhkan untuk perawatan luka implantasi. Neutrofil bergerak selektif ke jaringan yang mengalami inflamasi melalui kemotaksis. Selain neutrofil juga terlihat banyaknya makrofag dan limfosit. Ekstrak merupakan antigen dan menimbulkan respon imun.
Pengamatan terhadap kelompok kontrol dan perlakuan, menunjukkan reaksi radang akut dan kronis pada tiap waktu pengamatan. Pada hari ke 30 sel-sel radang akut dan kronis masih dijumpai walau respon perbaikan jaringan telah dijumpai. Secara teori diketahui leukosit mempunyai masa kehidupan yang lebih pendek
kira-kira 3-4 hari dan pada kematian sel ini melepaskan enzim-enzim yang merupakan faktor kemotaktik untuk sel-sel imunonuklear. Terlihatnya neutrofil pada hari ke 30 menunjukkan adanya efek toksisitas tube yang diimplantasi ataupun trauma pada waktu implantasi.
Dari hasil pengamatan terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% pada hari ke 7, namun perbedannya tidak signifikan (p>0,05). Pada hari ke 30 tidak terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% (p>0,05) (Tabel 7). Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi ekstrak lerak yang digunakan tergolong kecil, yaitu hanya 0,01%. Konsentrasi yang rendah menyebabkan senyawa-senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak lerak juga rendah, sehingga tidak begitu menimbulkan efek. Selain itu hal ini juga dipengaruhi oleh respon pertahanan yang berbeda-beda pada masing-masing tikus. Sedikitnya atau tidak adanya respon inflamasi, kemungkinan oleh bergeraknya tube selama waktu pengamatan.
Pada kelompok ekstrak lerak 0,01% terdapat perbedaan respon inflamasi yang signifikan (p<0,05) antara hari ke 7 dengan hari ke 30 (Tabel 8). Hal ini kemungkinan karena pada hari ke 30 sudah terjadi fase proliferasi penyembuhan menuju fase maturasi. Pada fase ini infiltrasi sel-sel radang mulai menurun digantikan dengan proliferasi sel fibroblas untuk proses perbaikan jaringan.
Respon perbaikan jaringan pada semua kelompok terjadi pada hari ke 30 dengan terlihatnya pembentukan jaringan granulasi. Penyembuhan primer tidak dapat terjadi disebabkan masih terjadinya iritasi terus menerus baik dari ekstrak yang
diimplantasi maupun dan dari tube yang dipakai. Walaupun penyembuhan terjadi, adanya iritasi yang menimbulkan injuri dengan rangsang yang rendah dan persisten, radang kronik berlanjut terus. Penggantian sel-sel parenkim normal oleh sel-sel parenkim dari jaringan yang berdekatan dapat memperbaiki jaringan yang mengalami injuri, kembali normal. Regenerasi jaringan tergantung pada kemampuan dari sel-sel yang terlihat, jumlah sel-sel yang mampu mengadakan perlawanan terhadap injuri, dan adanya jaringan ikat yang bertindak sebagai dasar perbaikan struktur jaringan normal. Sebelum regenerasi dapat terjadi, sel-sel nekrotik harus dihilangkan. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya respon sel radang seperti neutrofil dan makrofag.24
Pada hari ke 30 masih dijumpai adanya makrofag dan sel plasma yang menunjukkan injuri masih terus terjadi. Akibat implantasi tube, walaupun teknik implantasi dalam penelitian ini merupakan teknik standar seperti yang telah dilakukan penelitian-penelitian terdahulu, tube yang diimplantasi tetap merupakan iritasi yang menimbulkan sel-sel radang.
Pada pengamatan respon penyembuhan jaringan terdapat perbedaan pada pembentukan neovaskularisasi dan jaringan fibrous antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% yang diamati pada hari ke 30, tetapi perbedaannya tidak signifikan (p>0,05). Adanya perbedaan pada respon penyembuhan jaringan kemungkinan disebabkan kandungan saponin yang terdapat pada ekstrak lerak, yang dapat menstimulasi vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga menginduksi sel endotel untuk mendegradasi membran basalis, meningkatkan migrasi sel endotel, dan terjadi pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi).15 Selain itu, saponin dapat meningkatkan sintesis TGF‐β sehingga
merangsang kemotaksis fibroblas serta produksi kolagen dan fibronektin oleh sel.16 Namun, karena konsentrasi ekstrak lerak yang kecil, sehingga saponin tidak begitu memberikan efek pada pembentukan neovaskularisasi dan jaringan fibrous.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon inflamasi antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% tidak terlalu berbeda. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan ekstrak lerak 0,01% memiliki biokompatibilitas yang baik.
BAB 7