• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endang Dhamayantie

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Analisis Hasil Penelitian

Hasil uji validitas menunjukkan semua item yang digunakan dalam penelitian valid dengan nilai korelasi antara 0, 535 sampai dengan 0,882, sementara hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha cronbach pada masing-masing variabel telah memenuhi batas minimal yang disyaratkan yaitu 0,6.

Dalam Path analysis mengharuskan hubungan antar variabel bersifat linier. Linieritas diuji dengan

menggunakan scattet plot (diagram pencar). Berdasarkan hasil scatter plot semua hubungan antar variabel menunjukkan bahwa data memenuhi asumsi linieritas.

Path analysis digunakan untuk menguji besarnya

sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel yang dihipotesiskan. Pada dasarnya path analysis adalah koefisien regresi yang distandarkan yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah disusun dalam angka baku atau Z-score. Koefisien jalur yang distandarkan (standardized path coefficient) yang dalam regresi dikenal dengan nilai β digunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh variabel eksogen terhadap variabel lain yang diberlakukan sebagai variabel endogen (Riduwan dan Kuncoro, 2008:116).

Untuk mengetahui pengaruh antar variabel yang dihipotesiskan menggunakan metode regresi dengan model regresinya sebagai berikut;

ZWFC = P1 ZSPIRIT + ε1 ZFWC = P2 ZSPIRIT + ε2 ZKINKEL = P3 ZWFC + ε3 ZKINERJA = P4 ZFWC + ε4

Dari analisis jalur diperoleh hasil hubungan kausal antar variabel yang dihipotesiskan sebagai berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Pengaruh Antar Variabel yang Dihipotesiskan Variabel bebas Variabel Terikat Standardized Coefisients Beta T Sign Keterang -an Kecerdasan Spiritual Work-Family Conflict -0,307 -2,905 0,005 Ha Diterima Kecerdasan Spiritual Family-Work Conflict -0,234 -2,166 0,033 Ha Diterima Work-Family Conflict Kinerja Keluarga -0,322 -3,066 0,003 Ha Diterima Family-Work Conflict Kinerja Pekerjaan -0,265 -2,477 0,015 Ha Diterima Sumber: Data primer diolah, 2011

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan koefisien β standarisasi pada variabel kecerdasan spiritual (X) sebesar -0,307, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kecerdasan spiritual akan menurunkan

work-family conflict (Y1) atau semakin baik

kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin rendah work-family conflict yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap work-family conflict. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar -2,905 dengan nilai signifikansi 0,005 < 0,05, maka Ho diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap work-family

conflict.

Koefisien β standarisasi pengaruh variabel kecerdasan spiritual (X) terhadap family-work conflict (Y2) sebesar -0,234, ini menunjukkan bahwa dengan

peningkatan kecerdasan spiritual akan menurunkan

family-work conflict atau semakin baik kecerdasan

spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin rendah family-work conflict yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap family-work conflict. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar -2,166 dengan nilai signifikansi 0,033 < 0,05, maka Ho diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap family-work conflict.

Koefisien β standarisasi pengaruh langsung variabel work-family conflict (Y1) terhadap kinerja keluarga (Y3) sebesar -0,322, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan work-family conflict akan menurunkan kinerja keluarga atau semakin tinggi

work-family conflict yang dimiliki karyawan maka

semakin rendah kinerja keluarga yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel work-family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keluarga. Hal ini ditunjukkan dari nilai t hitung sebesar -3,066 dengan nilai signifikansi 0,003<0,05, maka Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh negatif signifikan dari variabel work-family conflict terhadap kinerja keluarga.

Koefisien β standarisasi pengaruh langsung

family-work conflict (Y2) terhadap kinerja pekerjaan

(Y4) sebesar -0,265, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan work-family conflict akan menurunkan kinerja pekerjaan atau semakin tinggi family-work

conflict yang dimiliki karyawan maka semakin rendah

kinerja pekerjaan yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variable

family-work conflict berpengaruh negatif signifikan

terhadap kinerja pekerjaan. Hal ini ditunjukkan dari nilai t hitung sebesar -2,477 dengan nilai signifikansi 0,015 < 0,05, maka Ha diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel family-work conflict terhadap kinerja pekerjaan.

Untuk menguji validitas model dalam path

analysis terdapat dua cara, yaitu koefisien determinasi

total dan theory triming (Solimun, 2011: 66). Koefisien determinasi total menggambarkan total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model yang diukur dengan R2m = 1 – Pe12 Pe22 Pe32 Pe42 Pe52 Pe62 dengan demikian nilai koefisien determinasi total adalah:

R2m = 1 – (0,9522 x 0,9722 x 0,9472 x 0,9642) R2m = 0,287

Nilai koefisien determinasi total yang didapat sebesar 0,287, artinya bahwa keragaman data yang dapat dijelaskan model tersebut sebesar 28,7% atau informasi yang terkandung dalam data 28,7% dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya 71,3% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan error.

Theory triming dilakukan dengan menguji

validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung yang sama dengan model regresi,

menggunakan nilai p dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil (Solimun, 2011:68). Berdasarkan theory triming maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang, karena berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa semua jalur signifikan, sehingga model yang diajukan didukung oleh data empirik sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Jalur Hubungan Kausal Antar Variabel secara Empiris

5. KESIMPULAN

Fokus utama dalam penelitian ini adalah menguji 1) pengaruh kecerdasan spiritual terhadap

work-family conflict dan work-family-work conflict ; 2) pengaruh work-family conflict dan family-work conflict dengan

kinerja pada masing-masing domain. Dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan path

analysis menunjukkan bahwa semua hipotesis yang

diajukan diterima. Hal ini didasarkan atas hasil analisis jalur dengan menggunakan metode regresi berganda yang memfokuskan pada koefisien β terstandarisasi yang menunjukkan bahwa 1) kecerdasan spiritual berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap work-family conflict (p = 0,005 < α = 0,05; β = -0,307); 2) kecerdasan spiritual berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap family-work conflict (p = 0,033 < α = 0,05; β = -0,234); 3) work-family conflict berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap kinerja keluarga (p = 0,003 < α = 0,05; β = -0,322); dan 4) family-work conflict berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap kinerja pekerjaan (p = 0,015 < α = 0,05; β = -0,265).

Penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan spiritual dapat mengurangi tingkat work-family

conflict dan family-work conflict. Hasil penelitian ini

berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan Ayo et al. (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh negatif dengan work-family

conflict dan Cohen (2009) menyimpulkan penelitiannya bahwa transendensi diri dan kebajikan

berpengaruh dengan family-work conflict. Hasil penelitian ini juga mendukung proposisi yang diajukan oleh Seng et al. (2009) yang menyebutkan perlunya organisasi memberikan dukungan keagamaan karena dapat mengurangi work-family

conflict dan family-work conflict.

Kecerdasan spiritual mempunyai peran yang besar dalam menekan konflik domain pekerjaan dan keluarga. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual menurut Vaughan (2003) akan dapat membantu memperbaiki hubungan dalam keluarga, teman dan kolega. Selain itu, menurut Hosseini et al. (2010) kecerdasan spiritual juga memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain.

Karyawan sulit untuk memisahkan kehidupan spiritual dari kehidupan kerja (Milliman, Czaplewski, dan Ferguson, 2003). Mereka meyakini bahwa dengan menyatukan spiritualitas mereka antara kehidupan keluarga dan pekerjaan akan memberikan mereka makna dan tujuan dalam hidup (Ayo et al., 2009). Hal ini menurut Ayo et al. (2009) memungkinkan kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh negatif dengan work-family conflict.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

work-family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keluarga dan family-work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pekerjaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yavas et al. (2008), Ahmad (2008) dan Carlson et al. (2010) yang mendukung hipotesa work-family conflict berpengaruh terhadap kinerja dan penelitian Yavas et al. (2008).

Konflik yang terjadi antar domain pekerjaan dan keluarga dapat menyebabkan karyawan sulit bekerja secara optimal. Tingginya tingkat konflik yang terjadi dapat berdampak pada rendahnya kinerja pada domain pekerjaan (Karatepe dan Tekinkus, 2006). Namun, jika interaksi antar pekerjaan dan keluarga dapat diperkaya maka karyawan akan memperoleh peningkatan kinerja pada masing-masing domain (Warner dan Hausdorf, 2009; dan Wayne, 2009).

6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN

6.1. Implikasi

Penelitian ini membuktikan bahwa semua hipotesis yang diajukan terbukti secara statistik memiliki pengaruh signifikan. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa peranan

work-family conflict dan work-family-work conflict sebagai

mediasi kecerdasan spiritual dan kinerja pada domain pekerjaan dan keluarga.

Implikasi secara teoritis adalah bahwa penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori dan ilmu. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan kecerdasan spiritual dan kinerja (domain pekerjaan dan keluarga) merupakan hubungan yang tidak langsung. Implikasi secara empiris adalah dalam pengembangan karyawan, terutama wanita yang

-0,307 (0,005) Kecerdasan Spiritual Work-Family Conflict Family-Work Conflict Kinerja Pekerjaan Kinerja Keluarga -0,234 (0,033) -0,322 (0,003) -0,265 (0,015)

sudah menikah, dengan memperhatikan pengelolaan interaksi domain pekerjaan dan keluarga, karena interaksi kedua peran tersebut mempengaruhi hubungan kecerdasan spiritual terhadap kinerja (baik pada pekerjaan dan keluarga) menjadi hubungan tidak langsung. Hal ini terkait dengan kondisi karyawan wanita yang sudah menikah, disamping memiliki karier juga memiliki suami dan anak, dan beberapa memiliki tanggung jawab pengasuhan orang tua, sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi performa kerja dalam organisasi dan keluarga.

6.2. Keterbatasan

Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, keterbatasan tersebut yaitu pengambilan data dilakukan dengan metode

cross-section yang hanya mengobservasi fenomena pada

satu titik waktu tertentu, sehingga tidak dapat menjelaskan perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamati dalam periode waktu yang berbeda.

7. SARAN

7.1. Organisasi dapat mengembangkan

Dokumen terkait