• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PENELITIAN UTAMA

2. Analisis Hematologi

Analisis hematologi yang dilakukan mencakup analisis hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit, dan eritrosit.

a.

Hemoglobin

Hasil analisis hemoglobin kelompok tikus casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan non-protein dapat dilihat pada Lampiran 35. Rataan nilai hemoglobin setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 7.

Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ransum yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai hemoglobin. Uji Duncan (Lampiran 39) menunjukkan bahwa kelompok tikus beef memiliki nilai hemoglobin yang sangat tinggi dan berbeda nyata dengan keempat kelompok lainnya. Daging memiliki

0 20 40 60 80 100 120 140 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 B o d y w e igh t (g) Day of experiment

Perkembangan Berat Badan Tikus

26 kandungan zat besi yang tinggi dan merupakan zat besi jenis heme. Bioavailabilitas zat besi pada daging cukup tinggi, yaitu15-30% (Carpenter dan Mahoney 1992).

Walaupun zat besi yang dikandung kedelai merupakan zat besi non-heme, kadar hemoglobin kelompok tikus casein dan soy protein isolate berdasarkan uji Duncan tidak berbeda nyata. Bioavailabilitas zat besi pada berbagai olahan kedelai berbeda-beda bergantung pada bagaimana mereka diproses. Isolat protein kedelai merupakan produk yang telah dipisahkan dari lemak dan karbohidrat sehingga mengurangi interaksi zat besi dengan lemak dan karbohidrat yang dapat mengurangi bioavabilitas dari produk tersebut. Hasil yang diperoleh serupa dengan hasil yang diperoleh Thompson dan Erdman (1988). Mereka melakukan penelitian terhadap tikus Sprague Dawley jantan yang diberi ransum kasein dan isolat protein kedelai untuk mengetahui jumlah retensi zat besi. Jumlah retensi zat besi dapat diketahui dari pembentukan hemoglobin. Hasil penelitian yang mereka peroleh, yaitu kadar hemoglobin kedua kelompok perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05).

\

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan.

Gambar 7. Rataan nilai hemoglobin kelima kelompok tikus

Hasil uji Duncan (Lampiran 39) menunjukkan nilai hemoglobin kelompok tikus

casein berbeda nyata dengan kelompok tikus beef padahal zat besi yang terdapat pada kedua ransum tersebut merupakan jenis heme. Hal ini dikarenakan, protein yang terdapat pada kasein cenderung menghambat penyerapan zat besi pada tubuh tikus (Hurrell et al. 1989).

Protein yang dikonsumsi berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin yang dibentuk. Hal ini dikarenakan hemoglobin tersusun dari empat protein globular dan satu ion besi (Guyton 1993). Kadar hemoglobin tikus yang diberi ransum fruit soy bar dan non-protein

berdasarkan uji Duncan (Lampiran 39) berbeda nyata dengan ketiga kelompok tikus lainnya akibat konsumsi protein yang rendah. Uji Duncan (Lampiran 39) juga menunjukkan nilai hemoglobin tikus yang diberi ransum fruit soy bar tidak berbeda nyata dengan tikus yang diberi ransum non-protein. Hal ini dikarenakan pada ransum non-protein mengandung

14.0b 14.7c 13.7b 12.5a 12.1a 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0

Casein Beef Soy protein isolate Fruit soy bar Non-protein g/dL Kelompok

Hemoglobin

27 zat besi yang berasal dari vitamin mix dan sedikit protein yang berasal dari pati jagung yang dapat digunakan untuk pembentukan hemoglobin.

Ransum fruit soy bar mengandung vitamin C yang tinggi. Vitamin C dapat meningkatkan bioavabilitas dari zat besi non-heme yang terdapat pada kedelai (Lynch dan Cook 1980). Vitamin C meningkatkan penyerapan zat besi non-heme di dalam tubuh dikarenakan kemampuannya untuk mereduksi zat besi dari bentuk feri menjadi fero dan mengkelat zat besi tersebut (Conrad dan Schade 1968; Hurrell dan Egli 2010). Kelima kelompok tikus tersebut memiliki nilai hemoglobin yang berada dalam kisaran normal yaitu 12-17.5 g/dL (Danville 1972).

b.

Eritrosit

Hasil analisis eritrosit kelompok tikus casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan non-protein dapat dilihat pada Lampiran 35. Gambar 8 menunjukkan rataan nilai eritrosit setiap kelompok perlakuan. Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ransum yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai eritrosit.

Uji beda Duncan (Lampiran 40) menunjukkan bahwa tikus yang diberi ransum beef

memilikpi nilai eritrosit yang berbeda nyata dengan keempat kelompok lainnya. Hal ini dikarenakan tikus tersebut mengonsumsi protein dalam jumlah besar dibandingkan dengan keempat kelompok lainnya. Protein sangat dibutuhkan dalam pembuatan hormon eritropoietin, yaitu molekul glikoprotein yang diperlukan dalam sintesis eritrosit (Ganong 2003).

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan.

Gambar 8. Rataan nilai eritrosit kelima kelompok tikus

Semakin rendah konsumsi protein maka hormon eritropoietin yang terbentuk akan semakin sedikit sehingga eritrosit yang terbentuk pun akan semakin sedikit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 dan uji Duncan (Lampiran 40) bahwa kelompok tikus fruit soy bar

dan non-protein memiliki jumlah eritrosit yang berbeda dengan ketiga kelompok lainnya.

7.8b 9.5c 7.8b 7.0a 6.7a 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0

Casein Beef Soy protein

isolate Fruit soy bar Non protein x 106 sel/mm3 Kelompok Tikus

Eritrosit

28 Kelima kelompok tikus memiliki nilai eritrosit yang berada pada kisaran normal yaitu 5.0- 9.5 x 106 sel/mm3 (Danville 1972).

c.

Hematokrit

Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ransum yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai hematokrit. Hasil analisis hematokrit kelompok tikus casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan non-protein

dapat dilihat pada Lampiran 35. Gambar 9 menunjukkan rataan nilai hematokrit setiap kelompok perlakuan.

Uji Duncan (Lampiran 41) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai hematokrit antara kelompok tikus fruit soy bar dan non-protein. Akan tetapi, nilai hematokrit kedua kelompok tikus ini berbeda dengan ketiga kelompok lainnya. Perbedaan ini terjadi dikarenakan rendahnya konsumsi protein oleh kedua kelompok tikus tersebut. Konsumsi protein yang rendah dapat menyebabkan terganggunya sintesis hormon eritropoietin. Hormon tersebut membantu mengatur kecepatan pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang serta dapat merangsang proses pembelahan sel menjadi lebih cepat (Guyton 1993). Tikus yang diberi ransum beef memiliki nilai hematokrit paling tinggi dikarenakan konsumsi protein yang tinggi pula.

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan.

Gambar 9. Rataan nilai hematokrit kelima kelompok tikus

Menurut Widjajakusuma dan Sikar (1986), nilai hematokrit pada hewan sebanding dengan jumlah sel darah merah (eritrosit) dan kadar hemoglobin di dalam darah. Keempat kelompok tikus, kecuali kelompok tikus non-protein, mempunyai nilai hematokrit yang berada pada kisaran normal, yaitu 33-50% (Booth et al. 2010). Kelompok tikus non-protein

memiliki nilai hematokrit yang tidak berada pada kisaran normal dikarenakan konsumsi protein yang rendah oleh kelompok tikus tersebut.

d.

Trombosit

Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ransum yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai trombosit tikus percobaan.

37b,c 39c 36b 33a 31a 0 10 20 30 40 50

Casein Beef Soy protein

isolate

Fruit soy bar Non protein

%

Kelompok Tikus

Hematokrit

29 Hasil analisis trombosit kelompok tikus casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan

non-protein dapat dilihat pada Lampiran 35. Rataan nilai trombosit tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

Uji Duncan (Lampiran 42) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah trombosit antara kelompok tikus fruit soy bar dan soy protein isolate. Hal ini dikarenakan

fruit soy bar dan soy protein isolate mempunyai kandungan isoflavon yang tinggi. Selain itu, fruit soy bar banyak mengandung antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E yang bersama-sama melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas .

Menurut Malole dan Pramono (1989), nilai trombosit minimal pada tikus adalah 150x103 sel/mm3. Feldman et al. (2006) menambahkan nilai trombosit kelompok rodentia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok hewan lainnya. Jumlah trombosit pada tikus Sprague Dawley berumur 4-6 minggu bisa mencapai hingga 1,031±201x103 sel/mm3(Feldman et al. 2006). Sehingga dapat dikatakan bahwa kelima kelompok tikus memiliki nilai trombosit pada kisaran normal.

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan.

Gambar 10. Rataan nilai trombosit kelima kelompok tikus

e.

Leukosit

Perlakuan pemberian pemberian ransum yang berbeda pada kelima kelompok tikus berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai leukosit. Hasil analisis leukosit kelompok tikus ransum casein, beef, soy protein isolate, fruit soy bar, dan non-protein dapat dilihat pada Lampiran 35. Rataan nilai leukosit tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Uji Duncan (Lampiran 43) menunjukkan bahwa kelompok tikus soy protein isolate

memiliki nilai leukosit berbeda nyata dengan keempat kelompok tikus lainnya. Hal ini terjadi dikarenakan tingginya kandungan isoflavon yang terdapat pada isolat protein kedelai, yaitu 91.05 mg/100 gram bahan (USDA 2008). Isoflavon mempunyai karakteristik sebagai anti inflamasi di dalam tubuh dengan cara menghambat agregasi trombosit dan mengeluarkan sitokin-sitokin yang berperan sebagai proinflamasi. Chacko et al. (2005) menambahkan bahwa genistin yang terdapat pada kedelai dapat juga menghambat adisi

278a 357a,b 416 b,c 485c 344a,b 0 100 200 300 400 500 600

Casein Beef Soy protein

isolate Fruit soy bar Non protein x103 sel/mm3 Kelompok Tikus

Trombosit

30 monosit pada sel endotel TNF-α yang telah diaktivasi dimana jika adisi terjadi dapat memicu terjadinya inflamasi pada pembuluh.

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan uji jarak Duncan.

Gambar 11. Rataan nilai leukosit kelima kelompok tikus

Kelompok tikus fruit soy bar berdasarkan uji Duncan memiliki jumlah leukosit yang berbeda nyata dengan kelompok soy protein isolate, beef, dan non-protein. Akan tetapi menurut uji beda Duncan (Lampiran 43), kelompok tikus tersebut memiliki jumlah leukosit yang tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus casein. Kelompok tikus fruit soy bar

memiliki jumlah leukosit yang berbeda dengan kelompok tikus soy protein isolate. Hal ini dikarenakan kandungan isoflavon yang terdapat pada fruit soy bar lebih rendah dibandingkan dengan yang terdapat pada isolat protein kedelai. Namun demikian, menurut Danville (1972) leukosit normal tikus berkisar antara 5,000-25,000 sel/mm3. Sehingga dapat dikatakan, nilai leukosit tikus yang diberi ransum casein, beef, soy protein isolate, dan fruit soy bar berada dalam kisaran normal.

Konsumsi protein yang rendah oleh kelompok tikus non-protein menyebabkan nilai leukositnya berada di bawah nilai normal. Hal ini terjadi dikarenakan hormon sitokin yang diproduksi berkurang akibat rendahnya konsumsi protein oleh tikus tersebut. Hormon ini sangat penting untuk merangsang sumsum tulang dan jaringan limpatik untuk memproduksi leukosit sesuai dengan yang diperlukan tubuh.

Dokumen terkait