• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan Akibat Kegiatan Penebangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Cacat mekanis

5.7 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan Akibat Kegiatan Penebangan

Penebangan adalah kegiatan pemungutan kayu dari pohon-pohon berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter limit yang ditetapkan, dalam penelitian ini limit yang ditetapkan adalah ≥ 60 cm. Limbah yang terjadi di petak tebang berupa tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan cabang. Limbah di petak tebang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kemiringan lereng, jumlah pohon yang ditebang (intensitas tebang), luas bidang dasar, dan keterampilan penebang. Luas bidang dasar yang dihitung dalam penelitian ini yaitu luas bidang dasar pohon yang ditebang yang terdapat di plot contoh. Volume limbah yang digunakan untuk mengetahui hubungan kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang terhadap besarnya limbah adalah jenis kayu limbah dari hasil kegiatan penebangan antara lain limbah tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan cabang. Rata-rata volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing kemiringan lereng, luas bidang dasar, intensitas tebang, dan keterampilan penebang terdapat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10, volume limbah terbesar terdapat pada plot 23 H-9 dengan kemiringan lereng 11 %, intensitas tebang 7 pohon/ha dan LBDS 7,30 m2/ha sebesar 82,08 m3/ha. Limbah yang paling kecil terdapat pada plot 23 H-10 sebesar 19,49 m3/ha dengan kemiringan lereng 51 %, intensitas tebang 3 pohon/ha dan LBDS 2,13 m2/ha. Limbah terbesar dan terkecil terdapat pada penebang yang terampil. Kemiringan lereng paling datar 5 % dengan volume limbah yang terjadi sebesar 67,79 m3/ha, sedangkan pada kemiringan lereng paling curam (51%) limbah yang terjadi sebesar 19,49 m3/ha. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya limbah tidak hanya dipengaruhi oleh kemiringan lereng saja, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap besarnya limbah, yaitu intensitas tebang, luas bidang dasar dan keterampilan penebang.

Tabel 10 Volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar dan keterampilan penebang

Petak/ Plot Kemiringan Lereng (%) Intensitas Tebang (pohon/ha) LBDS (m2/ha) Keterampilan Penebang Volume Limbah (m3/ha) 22 H-1 28 7 3,73 Terampil 27,38 22 H-2 21 5 3,77 Terampil 29,65 23 G-3 5 10 7,22 Tidak terampil 67,79 23 G-4 10 15 8,99 Tidak terampil 66,58 23 G-5 12 21 11,64 Tidak terampil 75,42 22 H-6 50 7 5,16 Terampil 30,57 23 H-7 20 9 4,13 Terampil 27,08 23 H-8 33 8 4,02 Terampil 28,36 23 H-9 11 7 7,30 Terampil 82,08 23 H-10 51 3 2,13 Terampil 19,49

Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya limbah adalah luas bidang dasar pada pohon yang ditebang. Semakin besar luas bidang dasar maka semakin besar pula limbah yang terjadi. Luas bidang dasar terkecil 2,13 m2/ha limbah yang dihasilkan pun paling kecil 19,49 m3/ha, sedangkan pada luas bidang dasar terbesar 11,64 m2/ha limbah yang dihasilkan sebesar 75,42 m3/ha. Faktor lain yang berpengaruh terhadap besarnya limbah yang terjadi adalah intensitas tebang. Intensitas tebang tergantung dari jumlah pohon, terutama yang diameternya ≥ 60 cm dan layak tebang. Intensitas tebang terbanyak yaitu 21 pohon menghasilkan limbah sebesar 75,42 m3/ha sedangkan pada intensitas tebang terendah sebanyak 3 pohon, limbah yang dihasilkan sebesar 19,49 m3/ha.

Hubungan antara kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang terhadap volume limbah yang terjadi dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program Minitab versi 14 pada tingkat kepercayaan 95 % atau pada taraf nyata (α) 0,05. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh peubah-peubah tersebut terhadap volume limbah yaitu uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F) dan uji koefisien regresi secara parsial (uji t).

Berdasarkan data keragaman dari kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar pohon yang ditebang, keterampilan penebang, dan volume limbah penebangan diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Ŷ = 20,1 – 0,387 X1 – 4,03 X2 + 12,4 X3 – 0,40 X4

Keterangan: Ŷ = limbah pemanenan (m3/ha) X1 = kemiringan lereng (%) X2 = intensitas tebang (pohon/ha)

X3 = luas bidang dasar pohon yang ditebang (m2/ha) X4 = keterampilan penebang

Berdasarkan persamaan regresi tersebut, diperoleh nilai koefisien determinasi R2(adj) sebesar 94,4 %. Hal ini berarti bahwa persamaan regresi tersebut baik untuk menerangkan ragam limbah yang terjadi karena keragaman volume limbah dapat dijelaskan oleh kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang sebesar 94,4 %. Kemudian sisanya sebesar 5,6 % dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan uji F untuk mengetahui apakah persamaan regresi tersebut dapat digunakan dalam memprediksi ragam limbah atau tidak. Hasil uji F terdapat pada tabel analisis ragam (Tabel 11).

Tabel 11 Analisis ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P Regresi 4 5121,7 1280,4 38,84 0,001 Sisa 5 164,8 33,0 Total 9 5286,5

Keterampilan penebang merupakan peubah yang bersifat kualitatif. Data kualitatif ini harus diwujudkan dalam bentuk angka atau data kuantitatif agar dapat dilakukan analisis regresi. Analisis ragam pada Tabel 11 menunjukkan bahwa kemiringan lereng, intensitas tebang, luas bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang sangat nyata menjelaskan ragam volume limbah yang terjadi di petak tebang, karena nilai peluang nyata (probabilitas) yang dihasilkan yaitu 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata yaitu 0,01.

Selanjutnya untuk mengetahui hubungan secara parsial tiap peubah terhadap ragam volume limbah dilakukan uji t. Hubungan antar peubah dengan besarnya limbah disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Hubungan antar peubah dengan besarnya limbah

Peubah Penduga T Hitung P

Kemiringan lereng -2,35 0,066

Intensitas tebang -4,32 0,008

LBDS 6,87 0,001

Keterampilan penebang -0,05 0,959

Hasil pengujian (Tabel 12) menunjukkan bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi ragam volume limbah adalah luas bidang dasar pohon yang ditebang dan intensitas tebang dengan nilai peluang nyata sebesar 0,001 dan 0,008 (p<0,01). Kemiringan lereng dan keterampilan penebang tidak lagi berpengaruh nyata terhadap keragaman limbah penebangan setelah dijelaskan oleh luas bidang dasar pohon yang ditebang dan intensitas tebang.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lim (1992) di IUPHHK PT. Kayu Pasaguan menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara luas bidang dasar pohon yang ditebang dengan volume limbah yang terjadi, yaitu: limbah tunggak, limbah batang bebas cabang, limbah batang bagian atas, dan limbah cabang. Semakin besar luas bidang dasar pohon yang ditebang, maka semakin besar limbah yang terjadi di petak tebang. Selanjutnya menurut hasil penelitian Partiani (2010) menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara intensitas tebang dengan volume limbah yang terjadi, yaitu: limbah tunggak, limbah batang bebas cabang, limbah batang bagian atas, dan limbah cabang.

5.8 Faktor Eksploitasi

Faktor eksploitasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan persentase pemanfaatan kayu dari suatu batang bebas cabang yang ditebang terhadap volume potensial batang bebas cabang tersebut. Dalam penentuan faktor eksploitasi menggunakan dua pendekatan, yaitu: pendekatan persentase limbah dan perhitungan indeks tebang, indeks sarad, serta indeks angkut. Nilai faktor eksploitasi tiap petak contoh terdapat pada Tabel 13.

Limbah yang dihitung dalam penentuan faktor eksploitasi ini merupakan limbah yang berasal dari tunggak dan batang bebas cabang. Nilai faktor eksploitasi sangat bergantung dari besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang. Adanya limbah yang besar di dalam kegiatan pemanenan kayu berarti

volume kayu yang dimanfaatkan dan besaran faktor eksploitasi akan semakin kecil. Hal ini menunjukkan pemanfaatan kayu masih kurang efisien. Volume yang seharusnya dapat dimanfaatkan dari satu pohon yang ditebang adalah 100 %, tetapi pada saat penebangan dilakukan terjadi limbah kayu baik karena faktor alam, keadaan pohon, atau karena kesalahan teknis penebangan.

Tabel 13 Nilai faktor eksploitasi pada setiap petak contoh

No. plot Persen limbah (%) Volume yang dimanfaatkan (m3/ha) Indeks tebang (it) Indeks sarad (is) Indeks angkut (ia) Faktor eksploitasi % limbah (itxisxia) 22 H-1 23,61 55,87 0,76 1,00 1,00 0,7639 0,7639 22 H-2 26,10 52,69 0,76 0,97 1,00 0,7390 0,7390 23 G-3 26,86 103,66 0,73 1,00 1,00 0,7314 0,7314 23 G-4 27,76 118,00 0,75 0,93 0,93 0,7224 0,7224 23 G-5 24,37 169,99 0,76 1,00 1,00 0,7563 0,7563 22 H-6 25,79 77,56 0,80 0,92 1,00 0,7421 0,7421 23 H-7 20,58 74,83 0,80 1,00 1,00 0,7942 0,7942 23 H-8 19,79 67,04 0,80 1,00 1,00 0,8021 0,8021 23 H-9 28,64 86,93 0,71 1,00 1,00 0,7136 0,7136 23 H-10 28,10 38,98 0,71 1,00 1,00 0,7190 0,7190 Rata-rata 25,16 84,56 0,76 0,98 0,99 0,7484 0,7484

Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya faktor eksploitasi berdasarkan persentase limbah adalah 0,7484 (Tabel 13). Angka tersebut berarti 74,84 % batang yang dapat dimanfaatkan dan besarnya limbah adalah 25,16 % yang diperoleh dari hasil perhitungan besarnya limbah batang bebas cabang dibandingkan dengan potensi kayu yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Hasil perhitungan faktor eksploitasi tiap pohon contoh dengan pendekatan persen limbah disajikan pada Lampiran 5.

Selanjutnya nilai faktor eksploitasi rata-rata tiap pohon berdasarkan pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut sebesar 0,7484. Hasil perhitungan faktor eksploitasi dengan pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut disajikan pada Lampiran 6. Indeks tebang diperoleh dari perbandingan antara volume siap sarad dengan volume batang bebas cabang dari pohon yang ditebang. Hasil dari penebangan dan pembagian batang dari suatu pohon adalah bagian-bagian batang bebas cabang atau sortimen yang siap sarad.

Nilai indeks tebang yang diperoleh adalah 0,76. Sortimen yang berada di TPn tidak semuanya terangkut, karena terjadi kerusakan pada beberapa log. Sortimen yang memenuhi syarat kualita adalah sortimen yang siap angkut. Perbandingan antara sortimen siap angkut dengan siap sarad adalah indeks sarad. Nilai indeks sarad yang diperoleh adalah 0,98. Pengangkutan merupakan proses yang membawa sortimen siap angkut ke TPK. Perbandingan antara sortimen kayu yang ada di TPK dengan siap angkut adalah indeks angkut. Nilai indeks angkut yang diperoleh adalah 0,99.

Nilai faktor eksploitasi dari kedua pendekatan tersebut tidak jauh berbeda dengan angka yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan yaitu 0,70. Namun faktor eksploitasi pada penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Dulsalam (1988) yang menyatakan faktor eksploitasi yang diperoleh adalah 0,84. Lebih kecilnya faktor eksploitasi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan kriteria yang berbeda di dalam mendefinisikan dan mengartikan limbah. Pada penelitian ini, pengukuran tinggi limbah tunggak dimulai dari pangkal tunggak sampai ujung tunggak, sedangkan pada penelitian Dulsalam (1988) pengukuran tinggi limbah tunggak dimulai dari kelebihan tunggak dari tinggi yang dibenarkan. Tinggi tunggak yang dibenarkan adalah 1/3 diameter setinggi dada untuk pohon yang tidak berbanir dan untuk pohon yang berbanir adalah setinggi banirnya.

Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Lempang et al. (1995) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi: 1. Faktor non teknis, terdiri atas keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, kerapatan

tegakan, dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dibagi meliputi :

a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencanaan hutan, peralatan, pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, serta kondisi jalan angkutan.

c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat.

Dokumen terkait