• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peraturan

Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 dalam Pasal 18 Ayat (2) menjelaskan adanya syarat wali nikah, tentunya di dalamnya pemerintah dalam menetapkan sebuah peraturan tersebut terdapat maksud yang tersirat demi kemaslahatan umat, namun dalam hal ini terdapat salah satu persyaratan yang mana jika persyaratan tersebut terlaksana, maka dalam pelaksanaannya masih memungkinkan seorang wali mengalami sedikit kesulitan, dalam hal ini rujukannya adalah syarat tambahan bagi wali yang sudah balig yakni berumur sekurang-kurangnya 19 tahun.

Tujuan umum syari dalam mensyariatkan hukum ialah mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin hal-hal yang d}aruri (kebutuhan pokok) bagi mereka, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka (h}ajiyyat) dan kebaikan-kebaikan mereka (tah}siniyyat). Sesuatu yang bersifat tah}sini tidaklah dipelihara, apabila dalam pemeliharaanya terdapat pelalain terhadap sesuatu yang bersifat kebutuhan (h}ajiy). Sesuatu yang bersifat kebutuhan (h}ajiy) dan tah}sini (kebaikan) tidaklah dipelihara, apabila dalam memelihara salah satunya terdapat pelalain terhadap yang d}arury. Setiap Penetapan hukum tidaklah dikehendaki padanya kecuali salah satu dari tiga hal tersebut yang menjadi penyebab terwujudnya kemaslahatan manusia.

Kaidah-kaidah tersebut diambil oleh ulama ushul fiqh Islam dari penelitian hukum-hukum syari, dan dari penelitian tentang illat-illatnya dan

berbagai hikmah dari pembentukan hukumnya, serta dari berbagai nas yang menetapkan berbagai dasar-dasar pembentukan hukum secara umum dan prinsip-prinsip hukum yang umum. Sebagaimana kaidah-kaidah tersebut harus diperhatikan dalam mengistimbatkan berbagai hukum dari nas, kaidah- kaidah tersebut juga wajib diperhatikan dalam mengistimbatkan hukum yang tidak ada nashnya, supaya penetapan hukum benar-benar mewujudkan apa yang dimaksudkan daripadanya, dan membawa kepada pencapaian kemaslahatan manusia dan keadilan diantara mereka.

Telah diketahui pada bab sebelumnya bahwa penentuan usia bagi wali nasab yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 adalah mendasarkan pada pencapaian balignya seseorang. Oleh karena itu, untuk bisa mengetahui lebih jelas mengenai analisis hukum Islam terhadap ketentuan usia wali nasab menurut pasal 18 Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007, maka harus merujuk pada ketentuan yang terdapat pada al Quran dan Hadis serta pendapat para Ulama madzhab.

Batas usia balig tidak ditentukan secara rinci dan tehnis didalam al- Quran maupun Hadis, para Ulama madzhab melakukan ijtihad melalui ra’yu untuk merumuskan kriteria batasan balig tersebut. Pada surat an-Nur ayat 59 disebutkan:

غلب اذاو

مهلبق نم يذلا نذاتسا امك اونذأتسيلاف ملحلا مكنم لافطأا

ۚ

كلاذك

هتايا مكل هللا نيبي

ۚ

ميكح ميلع هللاو

Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum

mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”4

Berdasarkan ayat tersebut, al-Quran telah memberikan kriteria anak- anak yang telah balig yaitu apabila ia telah mencapai h}ulm atau ih}tilam yaitu apabila anak telah mengeluarkan air mani baik dalam mimpi atau dalam keadaan terjaga. Maka ia telah dianggap balig, sedangkan menurut Quraish Shihab kata balig“alh}ulm”antara lain berati mimpi, anak yang telah dewasa dilukiskan dengan kata mencapai h}ulm karena salah satu tanda kedewasaannya adalah“mimpi berhubungan badan atau mukaddimahnya”yang mengakibatkan kelurnya mani.

Penentuan kriteria balig juga didasarkan pada hadis Nabi saw, sebagai berikut:

هللا عفر لاق ملسو هيلع هللا ىلص ىبنلا نع امهنع هللا ىضر بلاط نبا ةشئاع نع

ىتح ىبصلا نعو لقعي ىتح نونجملا نعو ظقيتسي ىتح مئانلا نع ةثاث نع ملقلا

اوبا ,ىراخبلا اور( ملتحي

)ىنطقردلاو ,هجام نبا ,ىذمرتلا ,دواد

Artinya: “Dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw, beliau bersabda: terangkat pertanggung jawaban seseorang dari tiga hal: orang yang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh, dan anak- anak hingga ia bermimpi dan mengeluarkan air mani (ih-tilam)”. (Hadits Riwayat al Bukhori, Abu Dawud, al Tirmidzi, al Nasai, Ibnu Majah, dan al Daruquthni).5

Para Ulama madzhab berbeda pendapat mengenai kriteria indikasi luar untuk mengetahui balig. Adapun untuk menentukan seseorang itu sudah balig atau belum ditandai dengan keluarnya haid pertama kali bagi wanita dan keluarnya mani (air sperma) pertama kali bagi pria melalui mimpi.

4 Departemen Agama RI, al-Quran ..., 301.

Ada beberapa tanda yang dapat untuk mengetahui apakah seorang anak telah balig ataukah belum. Ciri-ciri balig secara umum diantaranya adalah (1) anak telah bermimpi sehingga mengeluarkan mani, baik bagi laki-laki atau perempuan, (2) datangnya haid bagi anak perempuan, (3) usia anak telah genap mencapai umur 15 tahun (menurut mayoritas/jumhur ulama Syafi‘iyah). Imam Abu Hanifah memberikan batasan usia balig yaitu usia 18 tahun bagi anak laki-laki dan 17 tahun bagi anak perempuan. Menurut Imam Malik, sebagaimana yang dikutip oleh al Qurtubi dan al Dardiri mengemukakan batas usia balig bagi laki-laki dan perempuan adalah sama yaitu genap 18 tahun atau genap 17 tahun memasuki usia 18 tahun. Tiga batasan balig ini menggunakan prinsip mana yang lebih dahulu dicapai atau dipenuhi oleh si anak.

Dari keterangan-keterangan yang telah penulis paparkan diatas dapat diketahui bahwa dalam hukum Islam penentuan kriteria balig tidak diatur secara jelas baik di dalam al-Quran maupun Hadis. Para Ulama madzhab menggunakan ijtihad rayu dengan menetapkan tiga batasan balig bagi seseorang yakni, ih}tilam bagi laki-laki, haid bagi perempuan, serta pencapaian usia tertentu, dan batasan tersebut menggunakan prinsip mana yang lebih dahulu dicapai atau dipenuhi si anak. Penentuan usia diterapkan apabila si anak belum mengalami ih}tilam ataupun haid khusus bagi perempuan.

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan dalam BAB I sampai BAB IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan wali nasab berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 di KUA Kecamatan Sawahan Surabaya tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan, dikarenakan pihak KUA mempunyai kebijakan tersendiri dalam pelaksanaannya dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang matang berkenaan dengan kriteria balig.

2. Analisis hukum Islam terhadap Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia wali nikah adalah menurut hukum Islam pelaksanaannya sesuai dengan pendapat ulama madzhab dan berdasarkan maslah}ah mursalah, dimana seseorang bisa menjadi wali nikah ketika sudah balig, sudah mengalami ih}tilam dan berusia minimal 15 tahun, maka jelaslah dalam hukum Islam sudah sah menjadi wali nasab dalam sebuah pernikahan. Sehingga, secara yuridis Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tersebut jika diterapkan dalam pelaksanaan perwalian dalam pernikahan semestinya tidak dapat diterapkan. Karena itu dalam Islam patokan utama syarat untuk wali nikah salah satunya adalah balig tanpa adanya penekanan usia minimal, karena usia balig-pun sangatlah relatif.

B.Saran

Bagi pemerintah agar sebelum membuat sebuah aturan hukum atau perundang-undangan hendaknya memperhatikan madzhab yang berlaku di masyarakat, agar hukum tersebut dapat dilaksanakan dan dipatuhi dengan baik oleh warga masyarakat Indonesia, meskipun hukum tidak harus tunduk dengan keinginan masyarakat. Dengan adanya sebuah aturan dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 1974 tersebut, setidaknya ada pegangan agar bisa lebih berhati-hati dan bisa untuk dijadikan rujukan atas kegiatan seputar pernikahan.

Alangkah baiknya peraturan yang termuat dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 dalam Pasal 18 yang memberikan keterangan tambahan batas usia wali “sekurang-kurangnya berusia 19 tahun” dihapuskan, agar meminimalisir kemad}aratan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur dan Yulkarnain Harahap. Hukum Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008

Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit, 2004. Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Anshary. Hukum Perkawinan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Awaisyah (al), Syaikh Husain bin Audah. Ensiklopedia Fiqih Praktis. Jakarta:

Pustaka Imam Syafi‘i, 2008.

Ayyub, Hasan. Fikih Keluarga, diterjemahkan oleh Abdul Ghofur EM dari “Fiqhul Usratul Muslimah”, Cet V. Jakarta: Pustaka Alkausar, 2008.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Chalid, Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Dadan, Muttaqien. Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian. Yogyakarta: Insania Cita Press, 2006.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid 6. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Departemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Tahun 2001/2002. Peraturan Tentang Kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah {Pedoman PPN). t.tp:, t.t.

Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2007.

97

Departemen Agama RI. Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Jakarta: Direktorat Jendral BIMAS dan HAJI, 2003.

Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji. Pedoman Fiqh Munakahat. Jakarta: t.p., 2000. Djamil, Fathurrahman. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta:

Logos Publishing House, 1995.

Ghazali, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2006.

Ghazali (al). Al-Mustashfa min ‘ilmi al-Us}ul. Kairo: Sayyid al-Husain, t.t.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 2007. Hamid, Atiqah. Fiqh Wanita. Jogjakarta: DIVA Press, 2013.

HS, Ali Imron. Pertanggungjawaban Hukum. Semarang: Walisongo Press, 2009. Husain. Ensiklopedia Fiqih Praktis. Jakarta: Pustaka Imam Syafi‘i, 2008.

Imam Hafidz al Mushnaf al-Mutqin abi Daud Sulaiman bin al Asyab. Sunan Abi Daud. Kairo: Da>r el Hadith, t.t.

Ishaq. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014. Jaih, Mubarak. Hukum Islam. Bandung: Benang Merah Press, 2006.

Jamaluddin, Arif. Hadith Hukum Keluarga. Sidoarjo: CV. Cahaya Intan XII, 2014. Khallaf, Abdul Wahbah. Ilmu Ushul Fiqh terjemahan Moh. Zuhri dan Ahmad Qorib.

Semarang: Dina Utama, 1994.

Kelib, Abdullah. Hukum Islam. Semarang: PT. Tugu Muda Indonesia, 1990. Khatib (al), Syarbini (al). Mughni al Muhtaj Sharh al Minhaj, Juz II. Mesir:

Mathbaah al Ba>bi al Halabi, t.t.

Mardion, Eko. “Penetapan Hukum Peraturan Menteri Agama 11/2007” http:/ekomardion.blogspot.co.id/2009/04/penetapan-hukum-wali-nikah-pma- 112007.htmn?m=1, Senin 01 Agustus 2016.

98

Mubarak, Husni. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pasal 23 KHI tentang Peralihan Wali Nikah dari Wali Nasab ke Wali Hakim Studi Kasus KUA kec. Mojosari kab. Mojokerto, Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

Mubarak, Jaih. Hukum Islam. Bandung: Benang Merah Press, 2006.

Mufarokha, Ianatul. Pengangkatan Wali Nikah di bawah 15 tahun di KUA kecamatan Sukodono kota Surabaya Studi Analisis menurut Hukum Islam, Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004.

Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah, terj. Masykur AB dkk. Jakarta: Penerbit Lentera, 2008.

Mukhtar, Kamal. Asas asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1974.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progessif, 2002.

Musarrofa, Ita. Pencatatan Perkawinan di Indonesia: Proses dan Prosedurnya. Sidoarjo: CV. Cahaya Intan XII, 2014.

Musleh. Wawancara. KUA Kecamatan Sawahan Kota Surabaya, 16 November 2016.

Muslih, Agus. Studi Analisis Terhadap Pasal 18 PMA Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Batas Minimal Usia Wali Nasab dalam Pernikahan. Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.

Muttaqien, Dadan. Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian. Yogyakarta: Insania Cita Press, 2006.

Ramulyo, Mohammad Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1999. Rahmawati, Afiah Nuri. Implementasi Batas Usia Balig Untuk Menjadi Wali Nikah

Menurut Madzhab Syafi‘i dan PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah (Studi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011. Rasjid, Sulaiman. Fiqih Isla>m. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010.

99

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Al-Maarif, 1980. Saebani, Ahmad. Fiqh Muna>kahat. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Sairozi (al), Abu Ishak. al Muhadhab, Juz I. Mesir: Mat}a>h al Ba>bi al Halabi, t,t. Sanany (al). Subu>l-Sala>m. Juz 3. Kairo: Da>r ihya al-Turas al-Araby, 1980. Shihab, M. Quraish. Tafsir al Misbah. Jakarta: Lentera hati, 2007.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-PRESS, 2008. Sudarsono. Pokok - Pokok Hukum Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitati. Bandung: Alfa Beta, 2008.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Syaltut, Mahmoud. Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009. Syathibi (al). Al-Muwafaqat fi-Us}ul al-Ah}ka>m, Jilid II. t.tp. Dar al Fikr, t.t. Tihami dan Sohari Sahrani. Fiqih Muna>kah}at: Kajian Fiqih Nikah Lengkap. Jakarta:

Rajawali Pres, 2009.

Zuhaily, Muhammad. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Prespektif Madzhab Syafi‘i. Surabaya: CV. Imtiyaz, 2010.

Zuhayli, Wahbah. al-Fiqh al-Isla>m Wadilatuhu. Juz IV. Bairut: Dar Fiqh, tt. ---. Fiqh Imam Syafi‘i. Cet I. Jakarta: Almahira, 2010.

Dokumen terkait