• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam terhadap pemahaman masyarakat Desa

BAB IV Analisa Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang

B. Analisis Hukum Islam terhadap pemahaman masyarakat Desa

Berdasarkan dari hasil data yang diperooleh, dalam menanggapi masalah hukum nikah sirri yang mana seorang istri tersebut masih berstatus istrinya orang lain. disini masyarakat berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa nikah sirri yang dilakukannya itu hukumnya adalah sah dan ada yang mengatakan tidak sah.

Untuk dapat menentukan bahwa nikah sirri itu sah atau tidak menurut hukum islam, perlu diteliti terlebih dahulu apakah nikah sirri itu sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Ada beberapa cara nikah sirri yang dilakukan oleh masyarakat, antara lain:

1. Nikah dilaksanakan dan memenuhi syarat dan rukunnya, yaitu a. Ada calon suami

b. Ada calon istri c. Adanya wali d. Ada saksi e. Ija>b dan qabu>l

Kelima rukun itulah yang harus dipenuhi, apabila satu saja ditinggalkan maka pernikahan itu tidak sah menurut hukum islam. kalau nikah sirri itu dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun tersebut, maka menurut islam nikahnya adalah sah.

2. Ada bentuk yang lain dalam nikah sirri yaitu nikah itu dilaksanakan tanpa sepengetahuan orang tua, terutama ayah dari calon mempelai wanita yang

78

seharusnya menjadi wali nikah, atau wali nikah yang berhak tidak mengetahui terjadinya pernikahan itu karena tempatnya jauh, dengan alasan jauh atau dengan alasan yang lain pernikahan itu dilaksanakan oleh wali hakim. Akan tetapi wali hakimnya bukan wali hakim yang ditunjuk oleh pemerintah. Nikah sirri yang dilakukan semacam ini hukumnya adalah tidak sah menurut agama islam, yang boleh bertindak sebagai wali hakim itu adalah sultan, atau kalau sekarang ini adalah wali hakim yang ditunjuk oleh pemerintah. Seorang wali hakim apabila melangsungkan perkawinan tanpa adanya legalisasi dari pejabat yang berwenang, maka wali tersebut adalah tidak memenuhi syarat

3. Akad nikah itu dilaksanakan tanpa adanya wali, dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat dikalangan ulama pada masa sekarang atau pada masa sesudah wafatnya Rasulullah saw adalah sudah biasa. Menurut madzhab hanafi, seorang wanita dapat melangsungkan pernikahan untuk dirinya sendiri dengan pria lain yang dikehendaki atau mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan dirinya dengan seorang pria yang dikehendaki. Akad nikah semacam ini untuk umat Islam di Indonesia dianggap tidak sah, karena masalah pernikahan pada umumnya di Indonesia menganut madzhab syafi’i

Itulah tiga bentuk pernikahan sirri yang pada umumnya dilakukan masyarakat, dimana nikah itu dilaksanakan tentunya melihat situasi dan kondisi yang akan melaksanakannya. Dari tiga cara pelaksanaan nikah sirri tersebut, hanya satu yang sah menurut hukum islam yaitu dengan nomor 1.

79

Nikah sirri yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Pandanlaras pada umumnya sudah sesuai dengan hukum islam, akan tetapi penyebab terjadinya pernikahan sirri yang terjadi pada masyarakat di desa pandanlaras ini adalah karena seorang istri itu sudah diceraikan oleh suaminya secara langsung tanpa dilakukan di Pengadilan yang mana secara hukum Negara pernikahan tersebut dianggap tidak ada yakni tidak diakui oleh Negara yang mana seorang istri tersebut dianggap masih istri sah dari suami pertamanya. Akan tetapi masyarakat di desa Pandanlaras menggap bahwa perceraiannya itu sah secara agama, karena dalam hukum Islam talak itu merupakan hak mutlak suami.

Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah ada pada suami dengan alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang demikian tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil, kemungkinannya daripada apabila hak talak diberikan kepada istri, hukum islam juga tidak membenarkan apabila perceraian itu dilakukan secara gampang.

Seperti kita ketahui bahwa talak pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan/dibenarkan, maka untuk sahnya harus memenuhi syarat- syarat tertentu. Syarat-syarat itu ada pada suami, istri, sigat talak dan qas}du. 1. Syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah:8

8

80

a. Berakal sehat b. Telah balig

c. Atas kemauan sendiri, tidak karena paksaan

Para ahli fiqih sepakat bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah dewasa/balig dan atas kehendak sendiri bukan karena terpaksa atau ada paksaan dari pihak ketiga. Dalam menjatuhkan talak suami tersebut harus dalam keadaan berakal sehat, apabila akalnya sedang terganggu. Misalnya: orang yang sedang mabuk atau orang yang sedang marah tidak boleh menjatuhkan talak. mengenai talak orang yang sedang mabuk kebanyakan para ahli fiqih berpendapat bahwa talaknya tidak sah, karena orang yang sedang mabuk itu dalam bertindak adalah di luar kesadaran. Sedangkan orang yang marah kalau menjatuhkan talak hukumnya adalah tidak sah. Yang dimaksud marah disini ialah marah yang sedemikian rupa, sehingga apa yang dikatakannya hampir-hampir di luar kesadarannya. 2. Istri. Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain.

Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:

a. Istri masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalani masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.

81

b. Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang batil, seperti akad nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau akad nikah dengan anak tirinya padahal suami pernah menggauli ibu anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaannya, maka talak yang demikian tidak dipandang ada.

3. Sigat Talak

Sighat talak ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/ lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.

Talak tidak dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya menunjukkan kemarahannya, semisal suami memarahi istri, memukulnya, mengantarkannya ke rumah orang tuanya, menyerahkan barang- barangnya, tanpa disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan, tidak dipandang sebagai talak. pembicaraan suami tentang talak tetapi tidak ditujukan terhadap istrinya juga tidak dipandang sebagai talak.

82

4. Qas}du (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain9

Akan tetapi masyarakat di Desa Pandanlaras ini tidak melihat pada syarat dan rukun perceraian itu, banyak dari masyarakat di sana yang tidak tau akan syarat dan rukun perceraian itu, yang mereka tahu kalau kata talak itu merupakan hak suami ketika suami bilang cerai kepada istri maka jatuhlah talak itu, mereka tidak melihat pada saat suami itu mengucapkan kata talak. atas dasar pemikiran seperti itu istri menikah lagi secara sirri karena menganggap bahwa dirinya tidak punya ikatan perkawinan lagi dengan suaminya itu.

Nikah sirri tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga apabila salah satu pihak melakukan hal yang tidak bertanggungjawab maka pihak lain tidak dapat mengadukan ke instansi yang berwenang. Karena Pengadilan Agama menganggap keduanya masih belum pernah melakukan perkawinan dan pengadilan akan menerima satu gugatan apabila keduanya sudah melakukan perkawinan. suatu perkawinan itu dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah.

Praktek nikah sirri seharusnya tidak boleh terjadi dan harus dihindarkan bagi laki-laki atau perempuan, karena perbuatan tersebut berdampak negatif bagi kehidupan sosial di masyarakat serta melanggar ketentuan hukum yang berlaku, karena tanpa akta nikah, berarti tak ada

9

83

proteksi hukum bagi istri dan anak-anak. Hal ini seharusnya menyadarkan masyarakat untuk tidak menikah secara sirri. Jika terjadi masalah dalam perkawinan, sangat sulit bagi istri dan anak-anak untuk memperoleh hak- haknya, seperti hak nafkah, hak tunjangan, hak waris, dan hak istri atas harta gono-gini, serta sejumlah hak lain. Akan tetapi pernikahan seperti ini masih saja terjadi di wilayah manapun termasuk di wilayah probolinggo tepatnya di Desa Pandanlaras.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras tentang Perkawinan Sirri dalam status istri orang lain ini ada beberapa masyarakat memandang bahwa pernikawinan sirri tersebut sah Namun, sebagian masyarakat lainnya memandang bahwa kawin sirri itu tidak diperbolehkan. Karena dari pernikahan tersebut yang paling dirugikan adalah pihak perempuan, sebab tidak mendapatkan perlindungan hukum dan jika terjadi suatu perceraian pihak perempuan tidak bisa menuntut haknya. ada 2 faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan nikah sirri yaitu: Faktor agama dan Faktor Pendidikan. Dua faktor tersebut selalu ada dan tumbuh dalam masyarakat, sehingga sebagian masyarakat melakukan nikah sirri berdasarkan faktor tersebut, namun tidak semua yang mau melakukan nikah sirri sebab mereka menyadari bahwa mereka masih belum bercerai secara resmi di Pengadilan yakni masih berstatus istrinya orang lain, jadi pernikahan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan pernikahannya tidak diakui oleh Pemerintah.

2. Analisis Hukum Islam terhadap Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang Perkawinan Sirri dalam Status Istri Orang Lain, dalam hal ini untuk dapat menentukan bahwa nikah sirri itu sah atau tidak menurut hukum islam, perlu diteliti terlebih dahulu apakah nikah

83

sirri itu sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Nikah sirri yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Pandanlaras pada umumnya sudah sesuai dengan hukum islam, akan tetapi penyebab terjadinya pernikahan sirri yang terjadi pada masyarakat di desa pandanlaras ini adalah karena seorang istri itu sudah diceraikan oleh suaminya secara langsung tanpa dilakukan di Pengadilan yang mana secara hukum Negara pernikahan tersebut dianggap tidak ada yakni tidak diakui oleh Negara yang mana seorang istri tersebut dianggap masih istri sah dari suami pertamanya. Akan tetapi masyarakat di desa Pandanlaras menggap bahwa perceraiannya itu sah secara agama, karena dalam hukum Islam talak itu merupakan hak mutlak suami. Namun mereka tidak tahu bahwa hukum islam tidak membenarkan apabila perceraian itu dilakukan secara gampang. Seperti kita ketahui bahwa talak pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan/dibenarkan, maka untuk sahnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

B. Saran

1. Perceraian bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Meskipun dihalalkan, namun perceraian ini dibenci oleh Allah. Untuk itu kepada sepasang suami istri hendaknya menjaga hal-hal tersebut agar tidak sampai terjadi. Bermusyawarahlah ketika mendapat masalah dalam keluarga. Karena pada hakikatnya masalah dalam keluarga adalah sesuatu hal yang biasa demi menguji keimanan dan kesabaran dalam hidup berumah tangga.

84

2. Perkataan talak bukan merupakan kata-kata yang biasa dan dianggap sepele. Untuk itu hendaknya sepasang suami istri menjaga perkataan tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

3. Para pelaku yang melakukan perceraian diluar Pengadilan sebaiknya mencatatkan perceraiannya tersebut di pengadilan yakni salah satu diantara mereka mengajukan gugatan perceraian di pengadilan agama, agar perceraian tersebut memiliki kekuatan hukum.

4. Para pelaku sebaiknya mengurus surat cerainya terlebih dahulu di pengadilan sebelum melakukan pernikahan lagi dengan laki-laki lain, agar perkawinannya diakui oleh hukum agama maupun hukum Negara, dan memiliki kekuatan hukum.

5. Para tokoh agama Islam, hendaknya jangan membedakan hukum fiqih dan hukum Negara dalam hal perceraian. Dan seharusnya memberikan nasihat-nasihat atau saran-saran mengenai pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. Fiqh Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. t.t: PT Rineka Cipta, 2006.

Cholid, Mochammad. Cerai Talak dengan Alasan Isteri Nikah Sirri dengan Laki- laki Lain Di Pengadilan Agama Sidoarjo. Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya,2005.

Djubaidah, Neng. Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis Di Indonesia dan Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Ghazaly, Rahman. Fiqh Munakahat. Bogor: Kencana, 2003.

Hakim, Maulana, Irfan. Bulughul Maram. Bandung: Mizan Pustaka, 2010.

Kamaluddin, Hilmi, Abu. Menyingkap Tabir Perceraian. Jakarta: Pustaka Al Shofwa, 2005.

Khilyatus Sa’adah. Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Pandangan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Tentang Hukuman Pelaku Nikah Sirri dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah dalam Mausu’ah Al Hadist Kitabu Sittah. Riyadh: Darus Salam, 2008.

Malik, Imam. Al-Muwatta’ II. Bairut Libanon: Dar al-Fikr, t.t.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, cet. 4. Jakarta: Kencana, 2006.

Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rusda Karya, 2006.

Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardawi. Surabaya: Khalista, 2010.

86

Nurhadi, Dadi. Nikah di Bawah Tangan. Yogyakarta: Saujana, 2003.

Nuruddin, Amir. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004. Poerwodarminto. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Ramulyo, Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan

Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 3. Matraman Dalam: PT. Tinta Abadi Gemilang,

2013.

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Subekti, R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.

Pradya Paramita, 2001.

Soemiyati. Hukum Perrkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta: Liberty, 2007.

Somad, abd. Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

Sugiono. Memahami Penelitian Kuualitatif. Bandung: Alfabeta, cet. IV, 2008. Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo,

1997.

Siti Juwairiyah. Pengaruh Tradisi Nikah Sirri Di Masyarakat Desa Bicorong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah. Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2003.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media Group, 2009.

Talib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2000. ----, Tim Redaksi Media Centre, Kompilasi Hukum Islam, t.tp: t.t.

87

----, Tim Redaksi Citra Umbara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2007.

----. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Alfatih, cet 1, februari 2013).

Wawancara

Edi Sutrisno, Wawancara pada tanggal 05 Februari 2016 Imin, Wawancara Pada tanggal 21 Nopember 2015

Kh (Bukan nama sebenarnya), wawancara pada tanggal 05 Februari 2016 Miswati, Wawancara, Masyarakat Desa Pandanlaras, 20 Nopember 2015 Ria, Wawancara Pada tanggal 04 Februari 2016

Urip (Kepala Desa), Wawancara Pada Tanggal 06 Februari 2016

Dokumen terkait