• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. PEMBAHASAN

6.2. Analisis Indeks Kekeringan Bulanan

Indeks kekeringan dikategorikan kedalam 4 (empat) skala sifat, yaitu Rendah (R), Menengah (M), Tinggi (T) dan Ekstrim (E). Stasiun Pengamat hujan Aek Godang tahun 2005 menunjukkan bahwa bulan Juli dan Agustus tercatat adanya indeks kekeringan pada skala ekstrim. Curah hujan pada bulan Juli sangat rendah (9 mm/bulan) dan hanya 3 hari hujan, sedangkan pada bulan Agustus tercatat curah hujan 96,7 mm/bulan dan hanya 7 hari hujan. Kondisi indeks kekeringan berskala sifat ekstrim dapat menunjukkan keringnya bahan bakar dan tanah, yang dipengaruhi oleh kadar air (Thoha, 2008).

Pada stasiun pengamat hujan Padang Bolak dan Barumun Tengah mempunyai total curah hujan tahunan selama tahun 2004 masing-masing 2.523 mm/tahun dan 2.881 mm/tahun dan hari hujan 140 hari hujan dan 120 hari hujan, terendah bila dibandingkan hasil pengamatan stasiun pengamat hujan lainnya. Rendahnya total curah hujan tahunan dan hari hujan mempengaruhi secara langsung kadar air bahan bakar dan tanah, yang ditunjukkan oleh indeks kekeringan.

Fuller dalam Thoha (2004) menyatakan bahwa perbedaan pemanasan matahari pada permukaan bumi berperan dalam variasi iklim yang memberikan kontribusi pada bahaya kebakaran hutan. Penyinaran matahari, selain memanaskan permukaan bumi juga memanaskan lapisan udara di bawahnya. Pemanasan udara menimbulkan perbedaan tekanan udara yang menyebabkan terbentuknya pola pergerakan angin sehingga angin akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin dan penyinaran matahari merupakan faktor penting

pada pengeringan bahan bakar. Berhubungan dengan pemanasan bumi oleh radiasi matahari, maka pada bulan Maret dan September posisi matahari paling dekat dengan bumi, yang bermakna radiasi maksimum terjadi pada saat posisi matahari paling dekat dengan bumi.

Keadaan curah hujan yang rendah telah dimulai sejak bulan Mei, akan tetapi pada saat bulan tersebut masih sering terjadi hujan walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Hubungan kedua faktor curah hujan dan hari hujan yang mempengaruhi bahan bakar sebagai salah satu unsur dalam kebakaran hutan dan lahan, hujan yang lebih sering akan mengakibatkan meningkatnya kelembaban bahan bakar.

Pada tahun 2004 mulai bulan April sampai dengan bulan Agustus curah hujannya mulai menurun, demikian juga jumlah hari hujan. Kondisi demikian mengakibatkan menurunnya kandungan air dan kelembaban bahan bakar dan tanah, dan bila berlangsung lama akan meningkatkan pemanasan bahan bakar. Pemanasan yang berlangsung secara terus menerus mencapai puncaknya pada bulan September, sebagaimana nilai indeks kekeringan yang sering terpantau pada skala sifat ekstrim. Sejalan dengan pemahaman indeks kekeringan tersebut, maka Departemen Kehutanan menetapkan Juli sampai Oktober setiap tahunnya merupakan tahapan siaga sebagai pertanda kondisi rawan kebakaran hutan dan lahan.

Stasiun Pengamat hujan Binanga pada tahun 2005 yang berada pada wilayah Kecamatan Barumun Tengah dan sering terpantau hotspot, menunjukkan bahwa mulai Mei dan Juni indeks kekeringan pada skala sifat tinggi sampai dengan ekstrim, sedangkan untuk tahun 2006 bulan Juni, Juli dan Agustus skala sifat tinggi sampai

dengan ekstrim. Pada Stasiun Pengamat hujan Balakka Sitokkon tahun 2005 yang berada pada wilayah Kecamatan Binanga, tercatat skala sifat indeks kekeringan tinggi sampai ekstrim untuk bulan April sampai dengan September, dan untuk tahun 2006 indeks kekeringan pada skala sifat tinggi sampai ekstrim terjadi sepanjang tahun kecuali bulan Januari dan Oktober.

Stasiun Pengamat hujan Aek Godang pada tahun 2005 yang berada pada wilayah Kecamatan Padang Bolak dan sering terpantau hotspot, menunjukkan bahwa mulai Juni sampai dengan Nopember indeks kekeringan pada skala sifat tinggi sampai dengan ekstrim, sedangkan untuk tahun 2006 bulan Juni, Juli dan Agustus skala sifat tinggi sampai dengan ekstrim. Pada Stasiun Pengamat Hujan Gunung Tua tahun 2006 yang berada pada wilayah Kecamatan Padang Bolak, tercatat indeks keringan pada skala sifat tinggi sampai ekstrim untuk bulan Mei sampai dengan Agustus, dan untuk tahun 2007 sifat indeks kekeringan pada skala tinggi sampai ekstrim mulai bulan Juni sampai dengan Oktober.

Pemantauan hotspot untuk Tapanuli Selatan sejak tahun 2004 sampai dengan 2007 menunjukkan pola bahwa bulan Februari dan Maret terpantau tinggi, dan mulai menurun pada bulan April. Bulan Juni meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus, dan menurun kembali bulan September. Pola penyebaran hotspot seperti disebutkan di atas dari tahun 2004 sampai dengan 2007 di Kabupaten Tapanuli Selatan seperti pada Gambar 6.1.

574 594 445 319 179 53 116 59 318 366 721 936 586 59 221 348 134 90 207 336 134 537 404 349 7 100 46 31 10 51 60 136 58 24 17 44 43 160 59 32 32 80 70 212 92 46 9 36 9 47 20 8 15 30 16 60 15 12 - 4 - 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des

BULAN CUR AH HUJAN RAT A- RA T A - 50 100 150 200 250 J U M L AH H O T S P O T 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007

Gambar 6.1. Sebaran Hotspot Tiap Bulan Sejak Tahun 2004 S/D 2007

Pola sebaran hotspot seperti gambar di atas mempunyai persamaan dengan pola indeks kekeringan yang ditunjukkan dari hasil pengukuran cuaca pada 10 (sepuluh) stasiun pengamat hujan, yang juga mempunyai pola indeks kekeringan bulan Februari pada skala sifat tinggi sampai ekstrim dan pada bulan Juni mulai meningkat sampai puncaknya bulan Agustus serta menurun pada bulan September. Berdasarkan klasifikasi iklim dari Oldeman (1975), maka di wilayah Padang Bolak untuk tahun 2006 yang terpantau hotspot tertinggi, mengalami bulan kering (curah hujan rata-rata bulanan < 100 mm) terjadi pada bulan Februari, Mei, Juni, Juli dan Agustus. Demikian juga halnya unuk wilayah Barumun Tengah bulan kering terjadi pada bulan Januari dan Februari yang terpantau hotspot yang tinggi, dan mencapai

puncaknya bulan Agustus dengan bulan kering telah terjadi sejak bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus.

Syaufina (2008) menyatakan di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, memiliki pola iklim dengan dua periode musim kemarau, yaitu bulan Februari – Maret dan bulan Juli – September. Pola iklim demikian berhubungan dengan peningkatan dan penurunan jumlah hotspot pada bulan-bulan tertentu berkaitan dengan peningkatan dan penurunan curah hujan. Pola iklim yang sama ditemukan di Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan menurunnya curah hujan mulai akhir bulan Januari – awal Maret dan bulan Mei – September. Pola terbalik dengan curah hujan ditemukan di Kabupaten Tapanuli Selatan paling tinggi pada bulan Agustus dan menyusul pada bulan Februari seperti ditunjukkan pada Gambar 6.1.

Pola penyebaran hotspot dan indeks kekeringan dengan pola tersebut di atas erat kaitannya dengan penyinaran matahari pada bulan Februari yang berada pada posisi paling dekat bumi. Adapun bulan Juni sampai dengan Agustus merupakan musim panas, dan hanya ada sedikit curah hujan dan sedikit jumlah hari hujan yang mempengaruhi kadar air bahan bakar. Selanjutnya Rastioningrum dalam Syaufina (2008) menyatakan bahwa dalam waktu 10 (sepuluh) hari, kadar air daun akan mengalami penurunan sebesar 90%, kadar air bahan bakar ranting diameter 0,5 – 1 cm akan menurun sebesar 124,5%, bahan bakar ranting diameter 2-5 cm masing- masing akan mengalami penurunan kadar air sebesar 78,3% dan 23,9%.

Dokumen terkait