• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Analisis Organoleptik dan Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni

2. Analisis Karakteristik Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni

Karakteristik fisik buah buni yang diamati adalah warna, kelarutan, densitas kamba, total padatan terlarut, total asam, pH, aktivitas antioksidan, total antosianin, dan vitamin C.

2.1 Warna, metode Hunter (Huntching 1999)

Pengukuran warna minuman serbuk buah buni secara langsung dilakukan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Pembuatan larutan minuman serbuk buah buni dilakukan dengan cara melarutkan formulasi serbuk buah buni dalam 200 ml air, diambil 20 ml dan selanjutnya pengukuran nilai L, a, b, C dan oHue. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai nol (hitam) sampai 100 (putih).

Nilai C menunjukkan ketajaman warna sampel. Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif a) dari nol sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif a) dari nol sampai 80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif b) dari nol sampai -70 untuk warna biru. Penentuan warna dilakukan berdasarkan ketentuan di bawah ini:

Red Purple (RP) jika oHue = 342o - 18o Red (R) jika oHue = 18o - 54o Yellow Red (YR) jika oHue = 54o - 90o Yellow (Y) jika oHue = 90o - 126o Yellow Green (YG) jika oHue = 126o - 162o Green (G) jika oHue = 162o - 198o Blue Green (BG) jika oHue = 198o - 234o Blue (B) jika oHue = 234o - 270o Blue Purple (BP) jika oHue = 270o - 306o Purple (P) jika oHue = 306o - 342o

2.2 Kelarutan Dalam Air (Gravimetri) (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 20 ml air kemudian disaring dengan kertas Whatman no 42 yang telah terlebih dahulu dikeringkan dan bobotnya ditimbang. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC sampai bobotnya tetap.

Kelarutan dalam air = A – B x 100% C

Keterangan:

A : bobot kertas saring yang telah dikeringkan (gram) B : bobot kertas saring kering awal (gram)

C : bobot sampel kering (gram)

2.3 Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Densitas kamba diukur dengan cara menimbang contoh yang telah dimasukkan ke dalam gelas ukur yang volume telah diketahui secara pasti. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak terdapat rongga dan ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Densitas Kamba = Berat contoh (gram) Volume contoh (ml)

2.4 Kadar Air (AOAC 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 100oC selama 15 menit, dinginkan dalm desikator selama 10 menit kemudian timbang (W1).

Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam cawan tersebut (W2). Cawan berisi

sampel dipanaskan dalam oven vakum (T=70oC, 25 mmHg) selama 5 jam atau hingga tercapai berat yang tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit,kemudian ditimbang (W3).

Kadar air (%) = 100-(( W2- W3)/( W2- W1)x 100%)

2.5 Total Padatan Terlarut (AOAC 1995)

Total padatan terlarut diukur dengan alat Refraktometer Abbe. Setetes sampel diletakkan pada prisma refraktometer yang sudah distabilkan pada suhu tertentu, lalu dilakukan pembacaan. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix. Sebelum dan sesudah digunakan prisma

refraktometer dibersihkan dengan menggunakan alkohol. Untuk produk- produk serbuk dilakukan pengenceran dengan perbandingan produk dan air yaitu 1:10.

2.6 Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al 1989)

Total asam diukur dengan melarutkan sebanyak 25-50 gram sampel ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Campuran dikocok, kemudian disaring. Fitrat sebanyak 25 ml ditetesi indikator PP (phenolphthalein) dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda. Besarnya total asam tertitrasi dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 N/100 g. Total asam tertitrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Total Asam Tertitrasi = V x faktor pengenceran x 100 Berat Sampel Keterangan:

V : volume NaOH (ml)

2.7 pH (AOAC 1995)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil + 100 ml dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan.

2.8 Total Antosianin (Prior et al., 1998)

Konsentrasi antosianin dapat diukur berdasarkan metode pH- differential. Sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan buffer potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 4.95 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 4.95 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida menggunakan HCl dan pengaturan pH dalam pembuatan buffer sodium asetat menggunakan asam asetat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 516 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A ={(A516-A700)pH 1 – (A516-A700)pH 4.5}. Konsentrasi antosianin

dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 L mol-1 cm-1 dan berat molekul sebesar 448.8.

Konsentrasi antosianin (mg L-1) = (A x BM x FP x 1000) (ε x diameter kuvet (1 cm)) Keterangan: A : absorbansi BM : berat molekul FP : faktor pengenceran (5 ml / 0.05 ml)

ε : koefisien ekstingsi molar (29 600 L mol-1 cm-1)

Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g sampel (CyE = sianidin equivalen).

2.9 Total Vitamin C dengan Metode Titrasi Iod (Jacobs 1958)

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tepat tanda tera. Campuran dikocok dan disaring. Filtrat sebanyak 25 ml ditetesi indikator kanji 1% beberapa tetes, lalu difiltrasi dengan larutan iod 0.01 N sampai terbentuk warna biru.

Kadar vitamin C = V x N x 0.88 x Faktor Pengenceran x 100 Berat sampel

Keterangan: V : ml larutan iod 0.01 N yang dipakai (ml) N : normalitas iod hasil standarisasi

2.10 Aktivitas Antioksidan (DPPH) (Kubo et al., 2002)

Buffer asetat sebanyak 4 ml ditambahkan dengan 7.5 ml methanol dan 400 µl larutan DPPH. Campuran larutan, kemudian dihomogenisasi. Setelah homogen, sampel sebanyak 100 µl ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 25oC, kemudian sampel diukur absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Untuk mengetahui kapasitas antioksidan sampel, data hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva standar. Untuk formula 0, hanya bahan tambahan pada formula saja yang diukur sedangkan sampel tidak ditambahkan. Perhitungan sampel dibandingkan dengan kurva standar asam askorbat dan kapasitas dinyatakan dalam mg/g AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity).

Aktivitas antioksidan (mg AEAC/g) = C x faktor pengenceran bobot sampel kering (gram)x FK Keterangan:

C : kapasitas antioksidan dari kurva standar (mg/g) FK : faktor konversi

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan Microsoft Excell for Windows lalu dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows. Pada penelitian pembuatan minuman serbuk buah buni, hasil hedonik dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan nilai modus dan rata-rata dan persentase panelis yang dapat menerima. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap minuman serbuk buah buni, data hasil uji hedonik dianlisis secara statistik dengan uji beda “Analysis of Variance (ANOVA)”, apabila hasil uji ini menunjukkan adanya perbedaan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjutan “Duncan’s Multiple Comparison Test” uji lanjut ini dapat menentukan secara rinci mana perlakuan yang berbeda dan yang sama. Untuk menentukan formulasi terbaik (terpilih) maka hasil hedonik dilakukan uji Kruskal-Wallis H (uji ranking). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan yaitu tingkat kematangan. Desain Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:

Yij : Unit eksperimen ke-j hasil uji organoleptik karena pengaruh tingkat kematangan

μ : Nilai tengah atau pengaruh rata-rata yang sebenarnya : Efek perlakuan tingkat kematangan

: Kekeliruan berupa efek acak yang berasal dari unit eksperimen ke-j hasil uji organoleptik karena dikenai perlakuan ke-I jenis formula i : Banyak taraf jenis kematangan (I = kematangan A, B, C) j : Banyak ulangan (j= 1,2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait