• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemiskinan Masyarakat Osing di Banyuwangi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.4 Analisis Kemiskinan Masyarakat Osing di Banyuwangi

Analisis Kemiskinan diukur Indeks Pembangunan Manusia pada masyarakat Osing di Banyuwangi. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Osing yang dijelaskan dengan indikator-indikator IPM antara lain tingkat penididkan, melek huruf, kesehatan dna daya beli seperti dijelaskan berikut.

1. Indikator Pendidikan

Ada tiga variabel di dalam indikator pendidikan yang kerap kali digunakan oleh para pemerhati ketika mengkaji keberhasilan program pembangunan di bidang pendidikan. ketiga variabel itu terdiri dari Angka Partisipasi Sekolah (APS), kemampuan baca tulis atau angka melek huruf dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Dengan diplihnya ketiga variabel ini bukan berarti variabel pendidikan yang lain menjadi kurang maknanya, akan tetapi dengan alasan bahwa ketiga variabel ini sudah cukup representatif untuk mengukur berhasil atau tidaknya program pembangunan di bidang pendidikan.

APS dalam prakteknya dibedakan menurut tiga kelompok umur. Pertama kelompok umur usia Sekolah Dasar (SD) sederajat yaitu umur 7 12 tahun. Kedua pada kelompok umur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat yaitu 13 15

tahun dan ketiga pada kelompok umur Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yaitu 16 18 tahun. Arti dari angka APS menggambarkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan penyelenggarakan pendidikan. Indikasi dari angka APS ini apabila semakin tinggi angkanya maka semakin berhasil program pendidikan yang diselenggarakan. Besarnya angka APS maksimal 100 persen yang mempunyai arti bahwa seluruh anak pada kelompok umur tertentu semuanya sedang bersekolah.

Angka APS pada umumnya mempunyai ciri semakin tinggi kelompok umur yang diukur, akan semakin rendah angka APS pada kelompok umur tersebut. Keadaan yang demikian ini menandakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat masih rendah, karena kemampuan untuk membiayai sekolah pada jenjang yang lebih tinggi semakin tidak mampu. Atau sebagai akibat dari semakin tingginya biaya pendidikan yang terjadi dari jenjang ke jenjang yang lebih tinggi, yang pada akhirnya putus sekolah menjadi pilihan. Hal ini terbukti dari angka putus sekolah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 APS dan Angka Putus Sekolah Kecamatan Glagah Tahun 2014

No. Jenjang Sekolah Sederajat

Usia Sekolah

7 12 13 15 16 18

1. SD/MI

Tdk/blm pernah sekolah 0,67 % Tidak sekolah lagi 0,34 %

2. SLTP

Tdk/blm pernah sekolah 2,00 %

Tidak sekolah lagi 11,14 %

3. SLTA

Tdk/blm pernah sekolah 0,01 %

Tidak sekolah lagi 40,24 %

Angka Putus Sekolah Kecamatan Glagah 0,34 % 11,14 % 40,24 % Sumber: BPS Kecamatan Glagah

Pada tahun 2014 angka APS untuk kelompok umur 7 12 tahun sebesar 98,99 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 7 12 tahun yang ada di Kecamatan Glagah 1 hingga 2 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur 13 15

tahun dengan angka APS sebesar 86,86 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 13 15 tahun yang ada di Kecamatan Glagah 3 hingga 4 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 11 hingga 12 anak tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur 16 18 tahun dengan angka APS sebesar 59,75 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 16 18 tahun yang ada di Kecamatan Glagah 1 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 40 hingga 41 anak tidak sekolah lagi (Drop Out).

Angka APS Kecamatan Glagah ini apabila dibandingkan dengan angka APS Kecamatan Banyuwangi masih relatif tertinggal, karena angka APS pada kelompok umur 16 18 tahun masih berada di bawah angka APS Kecamatan Banyuwangi. Jadi tingkat capaian situasi pembangunan manusia melalui program pembangunan bidang pendidikan masih belum berhasil. Keterkaitannya dengan keberhasilan program pendidikan dasar sembilan tahun di Kecamatan Glagah, berdasarkan angka APS dan putus sekolah sebagaimana belumlah cukup untuk dikatagorikan berhasil. Karena mereka yang putus sekolah ditambah dengan yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya masih ada.

Kajian berikutnya adalah angka melek huruf. Angka melek huruf ini diukur dengan menggunakan pendekatan penduduk berumur 10 tahun. Pada tahun 2014 angka melek huruf di Kecamatan Glagah tercatat sekitar 88,21 persen, atau bila diukur dengan angka buta hurufnya sebesar 11,79 persen. Artinya dari setiap 100 penduduk Kecamatan Glagah yang berumur 10 tahun, akan ditemukan antara 11 hingga 12 orang di antaranya belum bisa baca tulis atau buta huruf. Dari angka buta huruf yang sebesar 11,79 persen ini ada sekitar 151.762 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 35.504 orang dan perempuan sebanyak 116.258 orang, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Angka Buta Huruf di Kecamatan Glagah Tahun 2014 (%)

Wilayah Laki-laki Perempuan Jumlah

N % N % N %

Oleh Sari 2.793 0,49 11.640 2,18 14.433 2,67

Kemirin 6.366 0,79 28.188 2,54 34.555 3,33

Taman Suruh 10.252 0,59 32.864 1,68 43.117 2,27

Sumber: BPS Kecamatan Glagah

2.Indikator Kesehatan

Mendasarnya kebutuhan kesehatan bagi setiap orang sama halnya dengan mendasarnya kebutuhan pendidikan. Terkait dengan hal tersebut pemerintah kerap mencanangkan program-program yang diarahkan untuk memajukan tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan ini. Seperti Indonesia Sehat Tahun 2010, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan seterusnya. Untuk mengukur tingkat capaian program pembangunan bidang kesehatan ada beberapa variabel yang biasa digunakan oleh para pemerhati. Di antaranya adalah Angka Kematian Bayi (AKB), balita gizi buruk dan pemberian imunisasi terhadap balita Dari variabel AKB.

AKB di Kecamatan Glagah jumlahnya tergolong riabel balita gizi buruk. Ada empat katagori dalam pengklasifikasian status gizi balita, yaitu buruk, kurang, baik dan lebih. Berdasarkan tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 kondisi gizi buruk dan kurang jumlahnya tampak menurun, kondisi yang demikian ini searah dengan jumlah gizi buruk dan kurang rata-rata balita di Kecamatan Banyuwangi. Demikian juga untuk status gizi baik dan lebih yang kenaikan angkanya searah dengan kenaikan angka Kecamatan Banyuwangi. Artinya perbaikan gizi balita yang terjadi di Kecamatan Glagah tampak berhasil yang didukung dengan rendahnya jumlah balita gizi buruk dan kurang yang angkanya berada di bawah angka Kecamatan Banyuwangi. Untuk balita atau anak usia 1 sampai dengan 4 tahun pada tahun 2014 kelengkapan imunisasinya masih perlu mendapat perhatian serius, karena dari sejumlah balita yang ada di Kecamatan Glagah baru sebanyak 96,89 persen yang mendapatkan

imunisasi. Khusus untuk balita berumur 0 11 bulan atau balita umur < 1 tahun dengan angka 88,69 persen yang sudah pernah mendapatkan pelayanan imunisasi. Hal ini menunjukkan masih belum berhasilnya program Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) di Kecamatan Glagah. Dari ketiga variabel kesehatan ini dua di antaranya yaitu AKB dan balita gizi buruk masih belum layak apabila disajikan sampai dengan tingkat wilayah Kecamatan Glagah. Karena keterbatasan jumlah sampel yang digunakan serta kejadian di lapangan dari kedua variabel itu sangatlah jarang terjadi. Misalnya kematian bayi per seribu kelahiran, akan dibutuhkan setidaknya ada seribu kelahiran di wilayah Kecamatan Glagah dan hal ini kecil kemungkinannya untuk terjadi.

c. Indikator Daya Beli

Pada dasarnya indikator daya beli ini bisa didekati dengan menggunakan indikator lain yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan daya beli penduduk dalam suatu daerah. Di antara indikator itu adalah indikator ketenagakerjaan, karena dengan tersedianya perluasan usaha dan kesempatan kerja sudah barang tentu akan diikuti dengan meningkatnya pendapatan penduduk bagi daerah tersebut

1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Angka TPAK dihitung berdasarkan jumlah angkatan kerja dibagi dengan usia kerja dalam persen. Indikator ini menunjukkan jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan, yang dimaksud dengan membutuhkan pekerjaan di sini bisa saja penduduk tersebut sudah memiliki pekerjaan maupun sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut.

Pada tahun 2014 penduduk Kecamatan Glagah yang membutuhkan pekerjaan ada sekitar 70,37 persen yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 44,79 persen dan perempuan 25,58 persen. Sedang selebihnya yang sebanyak

29,63 persen merupakan akumulasi dari jumlah penduduk yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga dan mereka yang melakukan kegiatan lain seperti hanya melakukan olahraga dan sejenisnya.

Adapun indikasi dari angka TPAK ini masih belum bisa dipastikan apakah semakin tinggi angka TPAK akan memberikan informasi semakin baik pula kegiatan yang diukur dengan indikator ini. Karena masih harus dilihat seberapa banyak mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut apabila ikut naik, maka angka TPAK yang tinggi tidak akan mempunyai makna yang signifikan.

2) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Secara matematis angka TPT ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja dalam persen. Indikator ini mengukur tingkat pengangguran terbuka di kalangan angkatan kerja. Indikasi dari indikator ini apabila semakin rendah angkanya maka semakin baik pula angka pengangguran di daerah tersebut. Adakalanya angka TPT ini dibeda- kan menurut jam kerja dan pendidikan dari para pencari kerja. Berdasarkan jam kerja didefinisikan apabila jam kerjanya selama seminggu kurang dari 35 jam terhadap jam kerja normal dikatagorikan sebagai pengangguran terselubung, dan ber-dasarkan pendidikan menghasilkan tingkat pengangguran terdidik. Dalam hal ini pendidikan dibedakan menurut jenjangnya seperti Sekolah Dasar (SD) sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan seterusnya.

Pada tahun 2014 angka TPT di Kecamatan Glagah tercatat sekitar 4,05 persen. Artinya dari 850.200 orang penduduk yang berumur 15 59 tahun yang berstatus angkatan kerja, sebanyak 34.460 orang di antaranya menyandang katagori penganggur. Dari sejumlah penganggur ini ada sekitar 22.182 orang berjenis kelamin laki-laki dan 12.278 orang perempuan. Alasan mereka sebagai pengangguran yang mencari pekerjaan sebagai akibat dari tanggungjawab mencari

nafkah ada sebanyak 15.596 orang (45,26 %), karena tamat sekolah atau tidak sekolah lagi ada sekitar 13.281 orang (38,54 %), mereka yang beralasan menambah penghasilan ada sebanyak 1.950 orang (5,66 %) dan yang beralasan lainnya selain ketiga alasan tersebut jumlahnya mencapai 3.633 orang (10,54 %).

Keterkaitan antara angka TPAK dengan TPT (Kedua indikator) ini sebetulnya saling terkait satu dengan yang lain. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa apabila diperoleh angka TPAK tinggi yang diikuti dengan angka TPT yang rendah, maka kemajuan atau tingkat capaian dalam menanggulangi pengangguran bagi daerah tersebut bisa dikatagorikan berhasil. Pada tahun 2014 angka TPAK dan TPT di Kecamatan Glagah dapat dikatagorikan sebagai tingkat capaian yang berhasil dalam menanggulangi pengangguran, keadaan yang demikian ini didukung oleh pergeseran angka TPAK dan TPT tahun 2013 yang bergerak lebih baik ke arah tahun 2014.6.

Keberhasilan dalam menanggulangi pengangguran ini apabila dikaji sampai dengan wilayah Kecamatan Glagah akan memberikan indikasi yang berbeda antar satu kecamatan dengan yang lain. Angka TPT tertinggi terdapat di Kecamatan Glagah yang mencapai 6,51 persen, serta terendah ada di Wilayah Kecamatan Glagah Benculuk dengan angka TPT sebesar 1,39 persen. Akibatnya dari keragaman angka TPAK dan TPT yang terjadi antar wilayah Kecamatan Glagah tersebut, akan mempengaruhi kemampuan antar wilayah Kecamatan Glagah dalam usahanya menanggulangi pengangguran.

Kecamatan Glagah tampak sebaliknya, yaitu telah mengalami kemunduran dalam menangani pengangguran yang terjadi di wilayahnya. Tampak yang demikian ini didukung oleh angka TPAK dan TPT tahun 2013 yang bergerak menurun ke arah tahun 2014. Menurunnya angka TPT yang demikian ini tentunya bagi setiap daerah merupakan harapan dan sekaligus acuan sebagai gambaran atau kondisi ketenagakerjaan bagi daerah yang bersangkutan. Bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi gambaran yang obyektif dan faktual tentang Ketenagakerjaan menjadi bahan evaluasi dan sekaligus menjadi bahan perencanaan pembangunan di masa mendatang yang lebih komprehensif. Sedangkan bagi para akademisi, peminat dan pemerhati masalah

sosial angka TPT ini diharapkan bisa digunakan sebagai refrensi ketika mengkaji kondisi ketenagakerjaan di Kecamatan Glagah.

Bahkan secara luas angka TPT ini merupakan salah satu dari indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap dikaji dan dipergunakan oleh para pengambil keputusan dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan. Karena ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia yang mencakup dimensi ekonomi maupun sosial. Dimensi ekonomi menjelaskan kebutuhan manusia akan pekerjaan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dimensi sosial dari pekerjaan adalah berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap individu untuk berkarya dalam suatu bidang pekerjaan. Oleh karena itu upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Pengangguran menurut kelompok umur. Umumnya para pencari kerja di Kecamatan Glagah pada tahun 2014 didominasi oleh mereka-mereka yang berumur 15 19 tahun. Jumlahnya ada sekitar 13.890 orang atau sebesar 40,31 persen dari total penganggur. Alasan utama dalam upayanya mencari pekerjaan dari kelompok umur ini dilatarbelakangi karena sudah merasa tamat sekolah atau sudah tidak sekolah lagi yang jumlahnya mencapai 9.409 orang. Urutan kedua pada kelompok umur 20 24 tahun yang berjumlah 8.394 orang. Alasan utama dari kelompok umur ini dalam usahanya mencari pekerjaan sama dengan kelompok umur 15 19 tahun yaitu merasa tamat sekolah atau sudah tidak sekolah lagi yang jumlahnya mencapai 3.386 orang.

Para pencari kerja di Kecamatan Glagah itu apabila dibedakan menurut jenis kelamin dan kelompok umurnya, tampak penduduk laki-laki lebih berupaya untuk memperoleh pekerjaan dibandingkan dengan perempuan. Karena penduduk laki-laki sejak memasuki usia produkstif umur 15 tahun hingga umurnya mencapai tidak produktif lagi yaitu umur 60 tahun mereka terus membutuhkan pekerjaan. Berbeda dengan penduduk perempuan yang ketika memasuki usia produktif umur 15 tahun hingga berumur 39 tahun saja yang membutuhkan pekerjaan, selebihnya mereka yang berumur 40 59 tahun lebih menyukai mengurus rumah tangganya dari pada harus mencari pekerjaan

3) Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)

Formula matematis yang digunakan untuk menghitung indikator ini diperoleh dengan cara jumlah penduduk yang bekerja dibagi dengan jumlah angkatan kerja. Kegunaan indikator ini untuk mengukur seberapa besar tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan kerja di sini jangan diartikan ada lowongan kerja, namun hanya sebuah istilah yang terkait dengan penduduk yang bekerja saja. Indikasinya apabila angka TKK ini semakin tinggi maka penyerapan terhadap angkatan kerja semakin baik. Atau pemenuhan dan perluasan kesempatan kerja bagi daerah yang bersangkutan dapat dikatagorikan berhasil.

2. Analisis Kemiskinan Masyarakat Osing Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Data Kualitatif

Analisis kemiskinan masyarakat Osing Kabupaten Banyuwangi juga didasarkan pada data yang bersifat kualitatif dimana data tersbut berdasarkan haisl wawancara langsung terhadap informan terpilih dalam penelitian seperti dijelaskan berikut.

a. Deskripsi Informan

Pada penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh 4 orang informan pokok dan 3 orang informan tambahan. Yang menjadi informan pokok yaitu para masyarakat Osing yang melakukan aktifitas pekerjaannya di lingkungan Masyarakat Osing Kecamatan Glagah dengan karakteristik sebagai berikut:

1) Pekerjaan petani, buruh tani dan pedagang merupakan pekerjaan pokok 2) Masyarakat Osing yang sudah berkeluarga

3) Jenis kelamin

Informan pokok yang telah ditetapkan oleh peneliti adalah sebagaimana yang telah tercantum dalam Tabel 4.6

Tabel 4.6. Identitas Informan Pokok

No Nama Informan Status Informan Dalam Penelitian

1. S. Taman Informan A

2. Asmu i Informan B

3. Parnoto Informan C

4. Untung Utomo Informan D

Sumber Data Primer 2015

1) Usia Informan

Usia informan utama merupakan karakteristik informan utama yang membedakan tingkat kemampuan dan kedewasaan informan utama. Semakin dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan berfikir dan bertindaknya semakin baik. Hal tersebut dikarenakan bertambahnya pengalaman dan wawasan yang dimiliki. Usia merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena sebagai batasan kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam kehidupannya dan tinggi rendahnya usia menentukan kapan seseorang dapat bekerja. Usia juga merupakan modal dasar dalam kehidupan, dalam banyak jenis pekerjaan standar usia menjadi syarat penerimaan dan menjadi batas bagi seseorang untuk bekerja, berhenti dari pekerjaan oleh karena faktor usia yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Oleh karena itu perbedaan usia seseorang selalu menunjukkan adanya kematangan dalam berfikir, juga kekuatan fisik dalam beraktivitas.

Tabel 4.7 Usia Informan Pokok

No Nama Informan Usia

1. S. Taman 50 tahun

2. Asmu i 45 tahun

3. Parnoto 46 tahun

4. Untung Utomo 54 tahun

Sumber: Data Primer 2015, diolah

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa keempat informan masih masuk usia lansia. Usia tertinggi yaitu 50 tahun sebanyak 2 orang, usia 46 tahun sebanyak 1 orang, dan usia terendah yaitu 45 tahun sebanyak 1 orang. Usia yang masih

produktif mereka masih layak bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga seperti halnya pekerjaan petani, buruh tani dan pedagang yang dijalani saat ini. Usia yang dimiliki tersebut seharusnya informan utama memiliki kematangan berfikir dan bertindak yang semakin baik yang digunakan untuk berdagang memenuhi kebutuhan keluarga.