• Tidak ada hasil yang ditemukan

State Certain socio-econo mic

C. Evapotrans pirasi

2 Indeks Tekanan Pulau

6.3 Analisis Kesesuaian Spasial

6.3.2 Analisis Kesesuaian Spas ial be rdas arkan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil (PPK)

Terkait dengan kondisi lingkungan dan ekonomi pulau-pulau kecil, yang membuat pulau-pulau kecil menjadi rentan seperti yang telah diba has diatas, maka kesesuaian spasial peruntukan masing- masing aktifitas di pulau-pulau kecil

diinternalisasi denga n cara dioverlay dengan faktor- faktor kerentanan ba ik

kerentanan lingk ungan maupun ke rentanan eko nomi pulau-pulau kecil yang dikaji, menyebabkan kesesuaian spasial peruntukan pemanfaatan sumberdaya di pulau-pulau kecil menjadi berkurang. Hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 31 dan Gambar 32.

Tabel 31 Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil setelah dioverlay dengan

Kerentanan Pulau

Kategori Wisata Luasan (ha)

S1 (Sangat Sesuai) S2 (Sesuai) N (Tidak Sesuai)

Selam Snorkling Memancing Berjemur 42,57 29,93 177,94 3,60 53,90 58,66 434,08 6,58 56,32 42,33 160,94 28,40

157

Gambar 32 Peta Kesesuaian Spasial Wisata Pantai Kategori Berjemur yang Di

overlay dengan Kerentanan Pulau

Hasil analisis menunjukkan kegiatan wisata pantai dengan kategori selam memiliki luasan spasial yang sangat sesuai seluas 42,57 ha, kategori sesuai seluas 53,90 ha dan tidak sesuai seluas 56,32 ha. Kegiatan wisata dengan kategori

snorkling kategori sangat sesuai memiliki luas 29,93 ha, kategori sesuai seluas 58,66 ha dan tidak sesuai seluas 42,33 ha. Kegiatan wisata dengan kategori memancing memiliki luas 177,94 ha untuk luasan yang sangat sesuai, 434,08 ha luasan ya ng sesuai da n 160,94 ha untuk kategori yang tidak sesuai. Kegiatan wisata dengan kategori berjemur memiliki luasan yang sangat sesuai sebesar 3,60 ha, sesuai seluas 6,58 ha dan 28,40 ha dengan kategori tidak sesuai (Gambar 32).

Terkait dengan jumlah persentase pemanfaatan, maka hasil analisis

kesesuaian spasial yang dioverlay dengan faktor kerentanan pulau menjadi

berkurang luasannya, khususnya untuk aktifitas wisata berjemur dan pemukiman penduduk. Berbeda halnya dengan peruntukan aktifitas snorkling da n diving serta kegiatan penangkapan ikan, wilayah kesesuaian dengan kategori sangat sesuai dan sesuai nilainya bertambah atau tetap, karena aktifitas tersebut tidak berpengaruh besar. Hal ini disebabkan karena kerentanan yang dikaji hanya berbasis pada fisik

158

pulau seperti SLR, tinggi gelombang dan pasang surut serta kemiringa n. Akibat-akibat yang ditimbulkan kerentanan hanya berpengaruh besar pada aktifitas yang terka it de ngan da ratan yaitu pe muk iman pe nduduk.

Peruntukan pemukiman yang telah dioverlay dengan faktor kerentanan

memiliki nilai luasan seperti pada Tabel 32 dan Gambar 33.

Tabe l 32 Kesesuaian Spasial Pemukiman setelah dioverlay dengan Kerentanan

Pulau

No. Lokasi/ Pulau Luas Lahan (Ha)

S1 S2 N 1 Balang Lompo 3,00 8,01 11,42 2 Balang Caddi 1,35 6,97 7,89 3 Sanane 0 2,18 3,90 4 Badi 0,04 0 8,34 5 Bontos ua 0 0 3,20 6 Pajeneka ng 0 2,64 2,03

Gambar 33 Peta Kesesuaian Spasial Wisata Kategori Berjemur, Snorkling, Diving

dan Memancing yang dioverlay dengan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

159

Hasil analisis menunj ukka n bahwa kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Balang Lompo untuk kategori sangat sesuai seluas 3,00 ha, kategori sesuai seluas 8,01 ha, kategori tidak sesuai 11,42 ha. Kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Balang Caddi untuk kategori sangat sesuai seluas 1,35 ha, kategori sesuai seluas 86,97 ha, kategori tidak sesuai 7,89 ha. Kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Sanane untuk sesuai seluas 2,18 ha, kategori tidak sesuai 3,90 ha. Kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Badi untuk kategori sangat sesuai seluas 0,04 ha, kategori tidak sesuai 8,34 ha. Kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Bontosua untuk kategori tidak sesuai 7,89 ha. Kesesuaian spasial pemukiman di Pulau Pajenekang untuk kategori sesuai seluas 2,64 ha, kategori tidak sesuai 2,03 ha.

6.4 Optimas i Penangkapan Ikan

Optimasi perikanan tangkap dilakukan pada ikan yang dominan tertangkap saat melakukan aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan pancing (pancing ulur atau prawe), yaitu ikan kakap merah (lokal = ika n bambangan)

(Lutjanus camphechanus). Pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan

bioekonomi sumberdaya perikanan dengan asumsi bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus dipanen (tidak lebih atau tidak kurang), maka stok a ka n mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable).

Titik tolak pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan bermula dari publikasi

tulisan Gordon (1954) yang berjudul “The Theory Economy of Common Property

Resources : The Fishery”. Dalam jurnalnya Gordon (1954) diacu Riana (2006) mengungkapkan bahwa tingkat optimum pemanfaatan setiap daerah perikanan

dilakukan untuk memaksimumkan pendapatan ekonomi bersih (net rent), yaitu

perbedaan antara biaya total (TC) dan penerimaan total (TR). Biaya total dan total penerimaan masing-masing dinyatakan sebagai suatu fungsi tingkat intensitas penangkapan ikan atau dalam istilah biologi dikenal sebagai upaya penangkapan (fishing effort), sehingga pemecahan maksimisasi yang sederhana menjadi mungkin dilakukan (Riana 2006).

160

Gambar 34 Analisis Kesesuaian Spasial Pemukiman setelah dioverlay de ngan

Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

Untuk memperoleh nilai estimasi biologi ikan kakap merah, dilakukan standarisasi alat tangkap. Alat yang dijadikan standar adalah pancing ulur (handline), dengan pertimbangan alat ini dominan digunakan oleh nelayan di pulau-pulau kecil yang dikaji dan bersifat ramah lingkungan. Hasil analisis standarisasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari nilai standarisasi alat diperoleh nilai parameter biologi,

ekonomi dan bioekonomi ikan Kakap Merah (Tabel 33).

Tabel 33 Parameter Biologi, Ekonomi dan Bioekonomi ikan Kakap Merah

Parameter Nilai

-0,49 0,85 -1,87E-07

Pertumbuhan Intrinsik ( r ) 0,16

Koefisien Tangkap (q) 4,04E-07

161

Data-data pada Tabel 33 kemudian diolah untuk mengestimasi parameter biologi ikan karang hidup konsumsi meliputi nilai MSY dan CPUE (Tabel 34) Ikan kakap Merah yang memiliki pertumbuhan intrinsik sebesar 0,16151743, dengan daya dukung lingkungan sebesar 90 207,9329 ton .

Tabe l 34 Analisis Bioekonomi Ikan Kakap Merahdi Pulau-Pulau Kecil yang

Dika ji

Parameter Optimal Statik

MEY Open Access MSY

Biomassa (x) 49.208,44 8.239,47 45.088,70

Tangkapan Maks. (h*) 3.610,91 1.209,22 3.641,30

Effort Maks. (E*) 181.383,24 362.766,49 199.622,67

Tabe l 34 di atas menunjukkan bahwa Ikan Kakap Merah memiliki nilai hasil tangkapan maksimum lestari sebesar 3.641,30 ton yang artinya hasil tangkapan maksimum lestari masih lebih tinggi dibandingkan nilai tangkapan pada kondisi

open access dengan nilai 1.209,22 ton dan MEY dengan nilai 3.610,91 ton,

dengan upaya tangkapan pada kondisi open access yang lebih besar (362.766,48

unit) dibandingkan upaya penangkapan pada kondisi MEY (181.383,24 unit) dan

MSY (199.622,68). Ini berarti bahwa penangkapan ikan Lutjanus sp di

pulau-pulau kecil yang dikaji masih lestari (sustainable) dan masih memungkinkan

penamba han upa ya pe nangkapan yang berwawasan lingkungan.