• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.5 Analisis keterkaitan

Untuk memperoleh gambaran keterkaitan faktor alokasi penganggaran dan tipologi permasalahan daerah dan keterkaitan variabel kinerja pembangunan dengan kedua faktor tersebut maka digunakan analisis korelasi dan regresi. Untuk mendapatkan korelasi antar variabel baik faktor alokasi penganggaran dan tip ologi permasalahan daerah dan keterkaitan variable kinerja pembangunan dengan variable tersebut, digunakan analisis koefisien korelasi Pearson atau disebut juga koefisien korelasi sampel (Walpole 1982). Adapun rumus ukuran korelasi ini adalah sebagai berikut:

            −               −             − =

∑ ∑

∑ ∑ ∑

= = = = = = 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 i n i i n i n i i i n i n i i n i i i i y y n x x n y x y x n r …...(3) Keterangan:

xi = variabel kinerja pembangunan/pertumbuhan ekonomi

yi = variabel tipologi permasalahan daerah dan variabel alokasi pengeluaran anggaran untuk pendidikan

Di samping menggunakan analisis korelasi, model utama dalam penelitian ini untuk memperoleh gambaran keterkaitan kinerja pembangunan dengan variable alokasi

penganggaran dan variable tipologi permasalahan daerah digunakan Spatial Auto

Regression Model (S AR) dalam bentuk regresi logaritma natural (Ln). Persamaan model

LnYr = ß0 + ß1WLnYr + ? ßi Ln X ri +

e

r

... (4)

Keterangan:

LnYr = variabel kinerja pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dengan skala logaritma

natural

LnXi = variabel struktur penganggaran untuk pengeluaran pendidikan variabel tipologi permasalahan daerah untuk tingkat buta huruf dengan skala logaritma natural W = matriks kontiguitas berdasarkan jarak

3.6. Cakupan Wilayah Penelitian, Data dan Sumber Data

Kajian/penelitian ini mempunyai cakupan wilayah Jawa Barat dan Banten. Data dan informasi yang digunakan berupa data sekunder yang meliputi:

a. Data Produk Domestik Regional Bruto kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat

dan Banten bersumber dari Kantor BPS Jawa Barat dan Banten.

b. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota di Jawa Barat

dan Banten bersumber dari Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten.

c. Data Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kemiskinan Manusia

kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dan Banten bersumber dari BPS Pusat.

d. Data jarak antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dan Banten bersumber

IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT DAN PROPINSI BANTEN

4.1. Jawa Barat

4.1.1. Sekilas Jawa Barat

Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Propins i Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat. Selama lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968), Kota Tangerang (1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok (1999). Padahal dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan.

Dalam kurun waktu 1994 –1999 secara kuantitatif jumlah wilayah pembantu gubernur tetap 5, kabupaten tetap 20, kota bertambah dari 5 pada tahun 1994 menjadi 8 pada tahun 1999. Kota administratif berkurang dari 6 menjadi 4, karena kotif Cilegon dan Depok pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom. Dengan ditetapkannya UU No.23 Tahun 2000, wilayah administrasi pembantu gubernur wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Propinsi Banten. Dengan demikian saat ini Jawa Barat terdiri dari 16 Daerah Kabupaten, 6 Daerah Kota, 447 Kecamatan, 5.347 Desa dan 399 Kelurahan.

Jawa Barat merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut Sumber Daya Air, Sumber Daya Alam dan Pemanfaatan Lahan, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Pesisir dan Laut serta Sumber Daya Perekonomian.

Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50' - 7°50' LS dan 104°48' - 104°48 BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa bagian barat dan DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah, antara Samudra Indonesia di Selatan dan Selat Sunda di barat. Dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 Pulau di Samudera Indonesia, 4 Pulau di Laut Jawa, 14 Pulau di Teluk Banten dan 20 Pulau di Selat Sunda), luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha. Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdatar renda h, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung- gunung ada di kawasan tengah.

Topografi

Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100 – 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 – 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai.

Iklim

Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung

Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

Populasi

Berdasarkan hasil Sensusnas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 34.555.622 jiwa. Pada tahun 2000 berdasarkan sensus penduduk meningkat menjadi 35.500.611 jiwa, dengan kepadatan penduduk

sebesar 1.022 jiwa per Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama dasawasra 1990 – 2000 mencapai angka 2,17 persen.

Sosial Budaya

- Masyarakat Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan kekayaan warisan budaya dan nilai- nilai luhur tradisional, serta memiliki prilaku sosial yang berfalsafah pada silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah berarti saling mengasihi, saling memberi pengetahuan dan saling mengasuh diantara warga masyarakat.

- Tatanan kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan seperti tergambar

pada pepatah; Herang Caina beunang laukna yang berarti menyelesikan masalah

tanpa menimbulkan masalah baru atau prinsip saling menguntungkan.

- Masyarakat Jawa Barat memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai- nilai kebajikan. Hal ini terekspresikan pada pepatah ulah unggut kalinduan, ulah gedag

kaanginan; yang berarti konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran serta

menyerasian antara hati nurani dan rasionalitas, seperti terkandung dalam pepatah

sing katepi ku ati sing kahontal ku akal, yang berarti sebelum bertindak tetapkan

dulu dalam hati dan pikiran secara seksama.

- Jawa Barat di lihat dari aspek sumber daya manusia memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia dan sebagai Propinsi yang mempunyai proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan, jumlah lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak dibandingkan dengan propinsi lain.

Sumber : Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No 01 tahun 2001 tentang Rencana Strategis Propinsi Jawa Barat

4.1.2. Repetada Jawa Barat

Berdasarkan landasan operasional GBHN Tahun 1999-2004 (Tap MPR RI No.IV/MPR/1999), bahwa Program Pembangunan Lima Tahunan (PROPENAS) perlu dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA), yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta ditetapkan oleh Presiden bersama -sama

Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya, berdasarkan Undang-undang RI No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004, tiap-tiap lembaga tinggi Negara, departemen dan lembaga pemerintah non departemen perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra). Sedangkan bagi Pemerintah Daerah perlu menyusun Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) yang mengacu pada PROPENAS dan mengacu pula pada PP No.108 Tahun 2000 tentang Tata cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah yang memberi arahan untuk dibuatnya RENSTRA atau dokumen perencanaan lainnya. Propeda tersebut disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah. Selanjutnya dokumen tersebut dijadikan tolok ukur dalam menila i pertanggungjawaban Kepala Daerah yang disampaikan kepada DPRD.

Menindaklanjuti perundang- undangan tersebut, dan untuk mengarahkan seluruh potensi dan dimensi pembangunan di Jawa Barat, maka telah ditetapkan Perda Prov.Jabar No. 1 Tahun 2001 tentang Renstra Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 yang mengacu pada PROPEDA. Selanjutnya, Renstra tersebut dapat dijadikan bahan rujukan oleh Perangkat Daerah dalam menyusun rencana strategis masing- masing. Sebagai tindaklanjut disusunnya dokumen-dokumen tersebut, maka disusunlah Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETEDA) Provinsi Jawa Barat yang untuk sekarang telah mencapai tahak ke-2 (Tahun 2002). Repeteda ini merupakan tindaklanjuit dari PROPEDA dan RENSTRA dan untuk REPETADA Tahun 2002 telah disahkan dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 050/Kep.1019-Bapeda/2001. Keseluruhan isinya mengakomodasikan kegiatan tahunan Restra Dinas/Badan/Lembaga (DIBALE) dan juga telah mengakomodasikan hasil kesepakatan antara Gubernur bersama Bupati/walikota se-Jawa Barat pada Forum Koordinasi dan konsultasi Pembangunan Tahun 2001.

4.1.3. Visi Jawa Barat

Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan melalui pembaharuan mekanisme perencanaan pembangunan daerah dengan melibatkan semua komponen masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan. Pelibatan potensi masyarakat tersebut antara lain ditempuh melalui berbagai dialog, seperti Dialog Sunda 2010, Dialog

Jawa Barat 2010, Dialog Rencana Regional Makro, Dialog Rencana Tata Ruang Wilayah, Dialog Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dan Dialog Delapan Kawasan Andalan yang diikuti oleh unsur masyarakat, pakar Penguruan Tinggi, dan Birokrat yang me miliki kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Di samping itu dilaksanakan pula forum koordinasi pembangunan sebagai formulasi baru RAKORBANG dengan nuansa dan semangat yang baru, serta diawali dari motivasi untuk lebih menyerap aspirasi Kabupaten/Kota dan masyarakat. Setelah mengalami proses yang panjang dan telaahan yang mendalam dari berbagai pihak terkait dalam dialog-dialog interaktif,maka diformulasikan visi Jawa Barat yaitu:

JAWA BARAT DENGAN IMAN DAN TAKWA SEBAGAI PROPINSI TERMAJU DI INDONESIA DAN MITRA TERDEPAN IBU KOTA NEGARA TAHUN 2010

Pada penetapan visi tersebut didasarkan kepada beberapa pengertian yaitu untuk mencapai cita-cita Bangsa Indonesia,seluruh lapisan masyarakat Jawa Barat terutama Penyelenggara Negara, para Elit Politik,para Cendekiawan dan Pemuka Masyarakat, harus bersatu dan bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Jawa Barat sudah selayaknya berupaya menjadi Propinsi ternaju di Indonesia mengingat banyaknya potensi baik berskala daerah maupun berskala nasional. Seperti; potensi industri strategis, potensi perguruan tinggi, dukungan sumber daya alam, faktor iklim dan budaya gotong royong dan ditunjang oleh kehidupan masyarakat yang agamis.

Pengertian 'termaju' memberi implikasi munculnya ketergantungan

propinsi-propinsi lain kepada Jawa Barat. Sedangkan ketergantungan Propinsi Jawa Barat kepada propinsi lain diusahakan sekecil mungkin. Propinsi Jawa Barat selama ini dijadikan sebagai penyangga Ibu Kota Negara dengan segala konsekuensinya harus bergeser dan menjadi 'mitra ' terdepan yang dilandasi dengan asas kesetaraan dan kesepahaman dalam arti tidak lagi terekploitasi segala potensinya.

4.1.4. Indikator Makro

Untuk menggambarkan visi menjadi sesuatu yang kongkrit dan dapat diukur, perlu adanya indik ator yang digunakan sebagai acuan. Indikator ini terdiri dari: indikator

ekonomi makro dan sosial makro yang dijabarkan dalam tiga belas item yang semuanya bermuara pada indikator Indek Pengembangan Manusia (IPM)

Indikator IMP tersebut diarahkan untuk mencapai kategori maju pada skala yang telah ditetapkan oleh UNDP, yang dicirikan dengan pencapaian IPM sebesar 80. Kondisi inilah

yang merupakan indikator pencapai visi Jawa Barat Dengan Iman Dan Takwa Sebagai

Propinsi Di Indonesia Dan Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010.

Pencapaian indikator makro tidak hanya merupakan kinerja pemerintah daerah pemerintah propinsi Jawa Barat saja. Melainkan merupakan kinerja bersama antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, masyarakat serta pihak swasta. Hal ini terkait dengan paradigma baru Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 dan PP 25 Tahun 2000.

Tabel 1. Indikator M akro Pencapaian Visi dan Misi Jawa Barat

Sampai dengan tahun 2005

N O I N D I KATOR M AKRO Sa t u a n 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5

1 I ndek s Pem bangunan 0 -1 0 0 7 2 . 3 7 7 3 . 5 3 7 4 . 5 6 2 Jum lah Penduduk Juta Jiwa 3 7 . 9 3 8 . 8 39.6 3 Laj u Per t um buhan Penduduk per sen 2 . 2 9 2 . 2 2 2 . 1 6 4 Jum lah Penduduk Miskin Juta Jiwa 9 . 2 8 9 . 2 5 9.21 5 PDRB ( Berlaku) Tr ily un Rupiah 1 81.7 1 9 9 . 6 2 1 9 . 4

6 I nflasi ( Propenas) Per sen 6 6 6

7 Laj u Per t um buhan Ek onom i ( Konst an 93)

Per sen 4 . 6 0 4 . 6 2 4 . 6 5

8 PDRB/ Kapit a ( Ber lak u) Jut a Rupiah 4 . 7 8 5 . 1 4 5.53 9 I nv est asi ( 1) ( Ber lak u) Tr ily un Rupiah 5 4 . 0 6 3 . 5 74.7 1 0 Laj u I n v est asi ( Kon stan 93) per sen 1 2 1 2 1 2 1 1 Konsum si Pem er int ah ( G)

( Ber laku)

Tr ily un Rupiah 1 2 . 9 1 4 . 1 15.2

1 2 Proporsi Jum lah Penduduk Juta Jiwa 1 5 . 4 3 1 6 . 0 9 1 6 . 7 9 1 3 Jum lah Penduduk Bekerj a per sen 4 0 . 6 4 4 1 . 4 6 4 2 . 3 4 1 4 Jum lah Penganggur an

Ter buk a

Juta Jiwa 0 . 7 2 2 0.6 15 0 . 5 2 5

Sumber : Perda Propinsi Jawa Barat No. 1 tahun 2001 tentang Rencana Strategis Tahun 2001-2005

Keterangan:

1. Keseluruhan Data dan Proyeksi adalah Propinsi Jawa Barat tanpa Propinsi Banten

2. Data IPM 2000 merupakan hasil proyeksi antara data IPM BPS tahun 1999

3. Data Jumlah Penduduk dan LPP 2000 dari SP/BPS 2000

4. Jumlah Penduduk Miskin 2000 merupakan hasil proyeksi antara data PDRB BPS

tahun 1999

5. Data PDRB 2000 merupakan hasil proyeksi antara PDRB BPS tahun 1999

6. Data Investasi 2000 nerupakan hasil proyeksi antara Data Investasi BPS dari Data Output Jabar 1999

7. Data Konsumsi Pemerintah 2000 merupakan hasil proyeksi antara Data Konsumsi

Pemerintah dari Input Output Jabar 1999 (BPS)

8. Data Jumlah Penduduk Bekerja 2000 bersumber dari SAKERDA 2000 (BPS)

9. Data Jumlah Pengangguran Terbuka 2000 bersumber dari SAKERDA 2000

(BPS)

10.Perkiraan/proyeksi 2001 dan 2005 untuk ketiga belas indikator menggunakan metoda statistik Autoregresi

11.Harga konstan 1993 oada LPE dan LP Investasi merupakan Harga Kesepakatan

Nasiona l untuk Laju Pertumbuhan 12.Inflasi menggunakan proyeksi Propenas

13.Indikator Makro ini merupakan indikator pencapaian visi dan misi Jabar oleh seluruh stakeholder (Sumber : Perda Propinsi Jawa Barat No. 1 tahun 2001 tentang Rencana Strategis Tahun 2001-2005)

4.2. Propinsi Banten

4.2.1. Sejarah Singkat Banten

Banten sebagai nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke –14. Mula- mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilaya h hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah mengenal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah

Mada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa- masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524-1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552-1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafi’uddin (1813-1820) merupakan sultan ke dua puluh setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Banten terus berlanjut hingga detik terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten.

Setelah memasuki masa kemerdekaan muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPR-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisasikan.

Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Dek larasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PPB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PPB di berbaga i wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-Unang No.23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PPB. Sebulan setelah itu pada 18

November 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. H akamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu sebelum terpilihnya Gubernur banten defenitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. H. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur

Banten pertama. (Sumber: Buku Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis

Terbentuknya Propinsi Banten 1953-2000 oleh Drs. E. Iwa Tuskana Supandri.)

4.2.2. Kondisi Geografis dan Iklim

Melalui Undang-Undang No. 23 tahun 2000, status Keresidenan Banten Propinsi Jawa Barat berubah menjadi Propinsi Banten. Wilayah Propinsi banten mempunyai luas 8 800,83 km2 , terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Tangerang dan dua Kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon.

Wilayah Propinsi Banten berada pada batas astronomis 10501’11” - 10607’12” BT

dan 507’50” - 701’1” LS, mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan

internasional dan nasional.

Propinsi Banten mempunyai batas wilayah:

a. Sebelah utara dengan Laut Jawa

b. Sebelah timur dengan Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat

c. Sebelah selatan dengan Samudera Hindia

d. Sebelah barat dengan Selat Sunda.

Sedangkan ekosistem wilayah Banten pada dasarnya terdiri dari:

a. lingkungan Pantai Utara yang merupakan ekosistem sawah irigasi teknis dan

b. Kawasan banten Bagian tengah berupa irigasi terbatas dan kebun campur, sebagian berupa pemukiman pedesaan.Ketersedian air cukup dengan kuantitas yang stabil.

c. Kawasan banten sekitar Gunung Halim-Kendeng hingga Malingping, Leuwi

Damar, Bayah berupa pegunungan yang relatif sulit untuk diakses, namun menyimpan potensi sumber daya alam.

d. Banten Bagian Barat (Saketi, DAS Cidano dan lereng kompleks Gunung

Karang-Aseupan dan Pulosari sampai Pantai DAS Ciliman-Pandeglang dan Serang bagian Barat) kaya akan potensi air, merupakn kawasan pertanian yang masih perlu ditingkatkan (intensifikasi).

e. Ujungkulon sebagi Taman Nsional Konservasi Badak Jawa (Rhinisondaicus).

f. DAS Cibaliung – Malimping, merupakan cekungan yang kaya air tetapi belum

dimanfaatkan secara efektif dan produktif.

Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La Nina dan El Nino. Saat musim penghujan (November-Maret) cuaca didominasi oleh angin barat ( dari Sumatera, Lautan Hindia sebelah selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-agustus), cuaca didominasi oleh angin timur yang menyebabkan wlayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino.

Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 220 C dan 320C,

sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400-1350 m dpl mencapai antara 180C-290C.

Seperti dijelaskan pada sejarah ringkas di atas, di mana melalui perjuangan yang panjang dan melelahkan, tepatnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000

Presiden Abdurrahman Wahid (saat itu) mengesahkan UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten tersebut.

Banten menjadi propinsi bukanlah dilatarbelakangi perasaan emosional semata tetapi lahir dari proses pemikiran yang rasional dengan tujuan yang jelas dan suci. Tujuan tersebut telah melatarbelakangi pendiriannya yang intinya terdapat empat point penting, yaitu:

1. Latar belakang Politik. Secara histories, Banten merupakan suatu komunitas

politik yang jelas dan independen.

2. Latar belakang Sosial. Secara sosiologis, masyarakat banten menjadi

masyarakat tersisih meski di Banten-nya sendiri.

3. Latar Belakang Budaya. Struktur pootik dan social tidak mengakomodasi

budaya Banten, kecuali pada kelas tidak penting.

4. Latar Belakang Ekonomi. Isu ketertinggalan masyarakat Banten dalam sector

ekonomi menjadi pengetahuan umum bahkan secara tidak seimbang nampak perbedaan antara Jawa Barat bagian timur dan Jawa Barat bagian barat (Banten).

Latar Belakang tersebut bermuara pada kemajuan dan kesejahteraan yang

didambakan masyarakatnya sebagaimana slogan perjuangannya “ Pencapaian Banten

menjadi propinsi adalah alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Karena kesejahteraan masyarakat itu hanya bias dicapai dengan menjadikan Banten sebagai Propinsi, …

Secara garis besar kondisi geografi Banten kaitannya dengan ekosistem, setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu sawah, ladang dan pesisir pantai. Daerah persawahan yang subur umumnya terletak di wilayah banten Selatan tepatnya di Pandeglang, Lebak, dan sebagian Serang adalah wilayah pertanian (persawahan, perkebunan, ladang dan sekaligus beberapa daerah dikelilingi garis pantai yang indah). Kawasan Banten Utara seperti Cilegon, sebagian Serang, tangerang dan kota Ta ngerang kini tumbuh menjadi kawasan industri, perdagangan dan sector jasa-jasa. Sedangkan daerah pesisir Pantai Utara di samping masyarakatnya hidup dalam budaya perladangan juga mengadopsi budaya pantai yang akrab dengan kehidupan nelayan.

Saat ini Banten mencakup 4 kabupaten dan 2 kota dengan sebaran wilayah administrasi di bawahnya terdiri dari 124 kecamatan dan 1 481 desa/kelurahan seperti yang disajikan pada table di bawah. Keragaman potensi sumber daya alam, kekayaan daerah dan sumber daya manusianya itulah yang saat ini dibangun dengan harapan terwujud kemerataan dan kesejajaran dengan wilayah lain yang lebih dahulu maju.

Tabel 2. Jumlah kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten/kota di Banten

Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan

(1) (2) (3) 01. Pandeglang 02. Lebak 03. Tangerang 04. Serang 05. Kota Tangerang 06. Kota Cilegon 26 19 26 32 13 8 335 300 328 371 104 43 Banten 124 1 481

Sumber: Diolah Daerah Dalam Angka Prpinsi Banten

4.2.3. Gambaran Umum Penduduk Banten

Suatu kesepakatan yang kerap kali dikumandangkan dan mengalir deras menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah bahwa dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, semua jenis program pembangunan harus diintegrasikan dan dibawa ke dalam suatu tujuan pembangunan, yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Dalam konteks ini pembangunan manusia yang tercermin dari tersedianya berbagai kebutuhan publik secara luas (pangan, pendidikan dasar, air bersih dan sehat, perumahan yang layak dan sehat serta aksesnya, kepelayanan kesehatan dan sebagainya), akan secara langsung memperkuat fondasi pembangunan kesejahteraan dan kualitas

Dokumen terkait