• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Analisis Kimia Kadar Air

Air merupakan komponen terbesar yang terdapat secara umum pada setiap tanaman tropis. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya (Winarno, 1992). Kadar air suatu bahan pangan erat kaitannya dengan mutu bahan dan kecepatan kerusakan bahan, baik yang sifatnya mikrobiologi ataupun kimia.

Penentuan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam bahan pangan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air, diantaranya metode oven vakum, oven kering, destilasi azeotropik, dan lain-lain. Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan sampel yang akan diukur. Pada penelitian ini, dilakukan penentuan kadar air menggunakan metode oven kering. Suhu oven yang digunakan untuk mengeringkan memiliki kisaran antara 105-110oC.

Untuk menghindari terjadinya kesalahan positif, yaitu adanya penambahan kadar air sampel yang berasal dari cawan yang digunakan, sebelumnya dilakukan pengeringan terhadap cawan tersebut. Sampel yang akan diukur kadar airnya kemudian dimasukkan ke dalam oven selama enam jam. Setelah enam jam, sampel diukur bobotnya, kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh bobot yang tetap.

Pada penelitian ini, perhitungan kadar air kelima tanaman menggunakan bahan segar tanaman tersebut artinya bahan yang diujikan

tidak mengalami proses pengeringan terlebih dahulu. Kelima tanaman tanpa mengalami proses ekstraksi, langsung dihitung menggunakan metode perhitungan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga kecombrang memiliki kadar air tertinggi bila dibandingkan dengan keempat sampel lain, yaitu 92.30 % (b.b), sedangkan daun delima putih memiliki kadar air terendah yaitu 58.26 % (b.b). Hasil perhitungan kadar air lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar air bahan segar dari kelima tanaman yang digunakan

Bahan Kadar Air

(% b.b) Daun ceremai 65.20 Daun kemuning 67.96 Bunga kecombrang 92.30 Daun jati belanda 63.02 Daun delima putih 58.26

Sebagai pembanding, telah dilakukan penelitian oleh Ayu (2004), diperoleh hasil bahwa kadar air daun jati belanda basah sekitar 72.92 %, sedangkan kadar air daun kemuning sekitar 69.82 %. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2007), menunjukkkan bahwa kadar air bunga kecombrang berdasarkan bobot basahnya adalah 90.23 %. Kadar air tanaman lain diantaranya kadar air daun kumis kucing berdasarkan bobot basah adalah 81.42 % dan kadar air bunga knop berdasarkan bobot basah adalah 73.13 % (Nora, 2003). Kadar air daun sambiloto adalah 79.5 %, kadar air daun saga adalah 83.39 %, dan kadar air daun pare adalah 83.25 % (Jurai, 2007).

Kadar Protein

Analisis kadar protein pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Alasan pemilihan metode ini karena dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, sederhana, tidak mahal,

dan cukup akurat untuk menghitung protein kasar (Winarno, 1992). Pada metode ini, dilakukan pengukuran terhadap kadar nitrogen total dalam sampel. Prinsip metode ini adalah mula-mula sampel didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator (Winarno, 1992).

Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan bahan segar dari setiap tanaman yang diujikan. Setiap tanaman tanpa mengalami proses ekstraksi, langsung dihitung kadar proteinnya. Kadar protein kelima tanaman yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar protein dari bahan segar kelima tanaman yang digunakan

Bahan Kadar Protein

(%)

Daun ceremai 6.40

Daun kemuning 4.65 Bunga kecombrang 1.38 Daun jati belanda 6.05 Daun delima putih 5.88

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bunga kecombrang memiliki kadar protein terendah yaitu sekitar 1.38 % berdasarkan bobot basahnya, sedangkan daun ceremai memiliki kadar protein tertinggi yaitu 6.40 % perbobot basahnya. Kadar protein beberapa daun-daunan menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), yaitu daun bayam sebesar 3.5 % (b.b), daun pepaya sebesar 8.0 % (b.b), daun singkong sebesar 6.8 % (b.b). Sebagai pembanding, berdasarkan penelitian Ayu (2004), diketahui kadar protein jati belanda sebesar 8.44 % (b.b) dan kadar protein kemuning sebesar 7.38 % (b.b), sedangkan berdasarkan penelitian Daroini (2006), diketahui bahwa kadar protein daun ceremai berdasarkan bobot keringnya adalah 12.65 %. Kadar protein daun saga adalah 16.48 %, kadar protein daun sambiloto adalah 20.79 %, dan kadar protein daun pare adalah 12.09 % (Jurai, 2007).

Kekurangan protein dan asam amino sangat mengganggu sistem kekebalan tubuh terutama imunitas seluler, fungsi fagositosis, kadar komplemen, antibodi yang disekresi dan afinitas antibodi (Zakaria, 1996). Dengan mengetahui adanya pengaruh kandungan protein terhadap sistem imun, maka dianggap perlu dilakukan analisis terhadap kadar protein pada kelima tanaman yang diujikan. Selain itu, perhitungan protein juga berkaitan erat dengan kandungan fenol di dalam suatu tanaman. Fenol bebas dan produk oksidasinya diketahui berinteraksi dengan protein bahan pangan dan menghambat aktivitas enzim-enzim seperti oksidase, tripsin, arginase, dan lipase (Haslam, E. et.al., 1992). Interaksi ini dapat mempengaruhi metabolisme komponen fenolik atau protein itu sendiri di dalam tubuh atau secara invitro.

Walaupun setiap bahan yang diujikan memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan kadar protein yang berasal dari sumber protein contohnya kacang hijau. Kacang hijau memiliki kadar protein sekitar 20.7 % (b.b) (Muchtadi dan Sugiyono,1989). Namun apabila dikonsumsi dalam jumlah yang sesuai, diharapkan dapat memberikan sumbangan protein bagi tubuh.

Kadar Total Fenol

Komponen fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid (Kochlar dan Russell,1990). Aktivitas fenol sebagai antioksidan berhubungan dengan kemampuannya untuk menyumbangkan atom hidrogen (Singh et.al, 2002).

Pada penelitian ini, standar yang digunakan untuk penentuan total fenol adalah asam tanat. Data kurva standar dapat dilihat pada Tabel 7. Persamaan yang diperoleh dari kurva standar akan digunakan untuk menentukan total fenol dari ekstrak yang diujikan.

Tabel 7. Data kurva standar asam tanat Standar [ ] ppm Absorbansi Asam Tanat 0 5 10 15 20 25 0.000 0.095 0.160 0.240 0.298 0.386

Ekstrak yang akan dihitung kandungan fenolnya harus diencerkan terlebih dahulu. Pada umumnya sebelum digunakan, ekstrak diencerkan dengan perbandingan antara 1:500 sampai 1:1000 (Singh et.al, 2002). Pada penelitian ini, faktor pengenceran yang digunakan adalah 1:100 mempertimbangkan jumlah fenol yang terdapat di dalam ekstrak. Pengenceran diperlukan karena kandungan fenol yang tinggi sehingga absorbansi tidak dapat terbaca di spektrofotometer. Hasil pengukuran kadar total fenol pada ekstrak kelima tanaman dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar total fenol ekstrak kelima tanaman pada konsumsi normal masyarakat Ekstrak Tanaman [ ] Fenol ( x 102 ppm) Etanol Aquades Daun ceremai Daun kemuning Bunga kecombrang Daun jati belanda Daun delima putih

32.24 77.84 25.84 15.51 81.37 41.57 44.11 16.57 4.44 62.31

Secara keseluruhan, ekstrak dengan pelarut etanol cenderung memiliki kadar fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut aquades (Tabel 8). Hal ini disebabkan karena komponen fenolik mudah larut pada pelarut organik yang bersifat polar seperti etanol (Hounghton

dan Raman, 1998). Terjadi penyimpangan pada ekstrak daun ceremai. Daun ceremai yang diekstrak menggunakan etanol memiliki total fenol lebih rendah dibanding ekstrak dengan aquades. Hal ini dapat disebabkan karena fenol yang terdapat pada daun ceremai merupakan fenol yang terikat dengan senyawa lain. Menurut Suradikusuma (1989), senyawa fenol yang berikatan dengan protein ataupun gula glikosida cenderung mudah larut pada pelarut aquades dibandingkan pelarut yang lain.

Ekstrak yang memiliki kandungan fenol tertinggi adalah ekstrak daun delima putih dengan etanol yaitu sebesar 81.37 x 102 ppm (mg/l ekstrak), sedangkan ekstrak dengan total fenol terendah adalah ekstrak daun jati belanda dengan aquades yaitu 4.44 x 102 ppm (mg/l ekstrak). Sebagai pembanding, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2007), diketahui bahwa kadar total fenol bunga kecombrang menggunakan pelarut aquades adalah 5.41 x 102 ppm. Penelitian lain tentang kadar total fenol tanaman lain adalah total fenol pada daun cincau hijau yang diekstrak dengan aquades adalah 5.7 x 102 ppm dan dengan pelarut etanol 1.2 x 102 ppm (Pandoyo, 2000), sedangkan kadar total fenol pada bunga kenop adalah 3.40 x 103 ppm (Nora, 2003).

Fungsi fisiologis senyawa fenol antara lain sebagai antikanker, antimikroba, antioksidan, dan merangsang sistem daya tahan tubuh. Oleh karena itu, senyawa fenol dapat menjadi senyawa yang melindungi limfosit dari senyawa asing seperti radikal bebas (Singh et.al, 2002).

Pengujian Kemampuan Antioksidan untuk Meredam Radikal Bebas (Kapasitas Antioksidan)

Pada penelitian ini, perhitungan kapasitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Metode ini dipilih karena cukup sederhana untuk menghitung kapasitas antioksidan dan hanya membutuhkan waktu singkat. Prinsip kerja dari metode ini adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai

absorbansi sinar tampak dari spektofotometer. Perubahan warna pada uji ini berhubungan dengan kemapuan meredam radikal bebas.

Perhitungan kapasitas antioksidan dilakukan dengan membandingkan sampel dan kontrol standar yang menggunakan metanol untuk mengetahui persentase kekuatan sampel sesuai dengan konsentrasinya dalam larutan. Bahan segar yang digunakan untuk ekstraksi tidak dalam jumlah yang sama disebabkan untuk mengetahui tingkat kekuatan masing-masing tanaman sebagai antioksidan bila dikonsumsi secara normal perhari. Hasil penelitian tentang kapasitas antioksidan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Kapasitas antioksidan kelima ekstrak tanaman pada konsumsi normal masyarakat

Sampel Kemampuan memerangkap radikal bebas ( % )

Etanol Aquades Daun ceremai

Daun kemuning Bunga kecombrang Daun jati belanda Daun delima putih

92.02 70.45 92.96 78.64 85.93 85.88 80.00 92.26 83.37 87.00

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ekstrak kecombrang dengan pelarut etanol memiliki konsentrasi tertinggi yaitu 92.96 %. Komponen antioksidan pada kecombrang ternyata memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menangkal senyawa radikal bebas (DPPH) sehingga mencegah terjadinya oksidasi. Tiga tanaman yaitu kemuning, jati belanda, dan delima putih memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi saat diekstrak dengan aquades dibandingkan dengan etanol. Hal ini berkebalikan dengan kadar total fenol ekstrak yang memiliki jumlah tertinggi saat diekstrak menggunakan etanol. Kadar total fenol dan kapasitas antioksidan ekstrak kelima tanaman menunjukkan adanya hubungan negatif. Hal ini dapat disebabkan karena komponen antioksidan yang terekstrak oleh pelarut

tidak hanya berasal dari komponen fenol saja melainkan dari komponen lain, selain itu, adanya perbedaan jenis senyawa fenolik yang terkandung pada masing-masing ekstrak menyebabkan adanya perbedaan juga dalam kemampuan senyawa fenol tersebut sebagai antioksidan.

Antioksidan yang terdapat pada ekstrak tanaman selain dinyatakan dengan persen kapasitas antioksidan, tetapi dinyatakan juga dalam bentuk AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah asam askorbat dengan konsentrasi 50 , 100 , 200 , 500 , dan 1000 mg/l. Pada penelitian dibuat kurva standar asam askorbat mengebai hubungan antara kapasitas antioksidan (%) dengan konsentrasi asam askorbat (mg/l). Kapasitas antioksidan ekstrak dimasukkan dalam kurva standar asam askorbat, sehingga akan diperoleh kekuatan antioksidan ekstrak yang dinyatakan dalam mg / l AEAC. Standar asam askorbat dapat dilihat pada Tabel 10. Kapasitas antioksidan ekstrak tanaman dalam mg / l AEAC dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 10. Data kurva standar asam askorbat

Standar [ ] ppm Absorbansi Daya peredaman radikal bebas (%) Asam Askorbat 50 100 200 500 1000 1.180 1.170 1.050 0.778 0.233 2.88 3.70 13.58 36.79 80.82

1147.96 888.08 1159.28 986.75 1074.59 1003.14 1087.84 1043.75 1150.86 1088.45 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 da un k emu ning bu ng a k eco m b ra n g da un j at i be la n da da u n de li m a pu ti h da u n ce re m ai Ekstrak tanaman m g / l A E A C etanol aquades

Gambar 9. Kapasitas antioksidan ekstrak tanaman dalam mg / l AEAC

Hasil perhitungan menggunakan Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity menunjukkan hasil bahwa ekstrak tanaman yang memiliki AEAC tertinggi adalah ekstrak bunga kecombrang baik menggunakan pelarut aquades ataupun etanol, sedangkan ekstrak tanaman yang memiliki AEAC terendah adalah ekstrak daun kemuning aquades. Perhitungan dengan Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC) ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya peredaman radikal bebas oleh asam askorbat. Pemilihan asam askorbat dikarenakan asam askorbat sudah digunakan secara umum oleh masyarakat luas sebagai antioksidan.

Aplikasi dengan adanya perhitungan ini bagi masyarakat adalah untuk mengetahui keefektifan pengkonsumsian ekstrak tanaman yang diuji dibandingkan dengan pengkonsumsian asam askorbat dilihat dari sudut fungsi asam askorbat sebagai senyawa antioksidan. Pada ekstrak bunga kecombrang etanol, diketahui bahwa daya peredaman ekstrak sebanding dengan 1159,28 mg/l asam askorbat. Angka itu menunjukkan bahwa di dalam satu liter larutan yang dikonsumsi, terdapat sekitar 1159.28 mg asam askorbat. Dalam penggunaan sehari-hari, pengkonsumsian sebanyak satu liter ekstrak tidak

dianjurkan karena akan terbuang percuma oleh sistem metabolisme tubuh. Pengkonsumsian yang dianjurkan adalah sebanyak 100 ml ekstrak untuk dikunsumsi setiap hari. Bila dilihat dari kemampuan daya peredaman, dengan mengkonsumsi sebanyak 100 ml ekstrak bunga kecombrang etanol, maka konsumsi ini setara dengan kemampuan daya peredaman radikal bebas ketika kita mengkonsumsi 115,93 mg asam askirbat (vitamin C). Kebutuhan sehari- hari asam askorbat menurut FAO (2006) adalah 60 mg asam askorbat setiap hari.

Untuk ekstrak yang lain, dengan mengkonsumsi sebanyak 100 ml ekstrak setiap hari, maka kemampuan daya peredaman radikal bebas sebanding dengan 88.81 mg asam askorbat untuk ekstrak daun kemuning etanol, dan 108.84 untuk ekstrak daun kemuning aquades. Untuk ekstrak bunga kecombrang, kemampuan peredaman tersebut sebanding dengan 115.09 mg asam askorbat. Untuk ekstrak daun jati belanda etanol, kemampuan tersebut sebanding dengan 98.67 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya sebanding dengan 104.38 mg asam askorbat. Untuk ekstrak daun delima putih etanol, nilainya sebanding dengan 107.46 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya sebanding dengan 108.78 mg asam askorbat. Untuk ekstrak daun ceremai etanol, nilainya sebanding dengan 114.80 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya sebanding dengan 100.31 mg asam askorbat.

Dokumen terkait