• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4.4 Analisis kompetensi Hidrolisis dan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Materi hidrolisis merupakan materi yang dianggap sulit oleh siswa karena ada rumus-rumus yang dianggap sulit dan belum bisa diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran diarahkan kepada pembelajaran yang meningkatkan kemampuan kognitif saja, sehingga siswa cenderung mudah lupa. Siswa mempelajari kimia hanya dengan menghafalkan rumus-rumus saja tanpa mengetahui aplikasi kimia dalam pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat ingatan siswa mengenai kimia baru bersifat sebagai Short Term Memory, yang hanya ingat ketika diterangkan saja, tetapi cepat menghilang dari pemikiran siswa. Begitu juga pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan seringkali hanya dihafalkan mengenai rumus-rumusnya saja dan membuat siswa mudah lupa terhadap rumus tersebut, siswa merasa bahwa kimia merupakan pembelajaran yang kurang bermakna. Karena itulah, pembelajaran

kimia pada materi hidrolisis dan kelarutan dan hasil kali kelarutan perlu diarahkan pada pembelajaran bermodel Problem Based Learning. Pembelajaran bermodel problem based learning diharapkan dapat membuat siswa menjadi ingatan yang bersifat Long Term Memory. Menurut Rifa’i dan Anni (2011:135), memori jangka panjang (LTM) merupakan memori yang dapat menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama. Siswa membutuhkan materi pelajaran yang tersimpan dalam LTM supaya siswa tidak mudah lupa sehingga dapat mengaplikasikan kimia dalam kehidupan sehari-hari.

2.5 Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas atau dalam bahasa Inggris dinyatakan sebagai Classroom Action Research merupakan suatu kegiatan penelitan yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran (Widayati, 2008).

Arikunto (2010:130) menjelaskan frasa penelitian tindakan kelas dari unsur kata pembentuknya, yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian mengacu pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara atau aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan mengacu pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Tindakan itu berbentuk rangkaian siklus

kegiatan untuk siswa. Kelas mengacu pada siswa yang sedang menerima pembelajaran dari guru.

Penelitian tindakan kelas secara umum dilaksanakan untuk memecahkan pemasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam kelas sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Di samping itu penelitian tindakan kelas dapat menumbuhkan sikap mandiri dan kritis guru terhadap situasi dan keadan di dalam kelas yang diajarnya.

Adapun tujuan lain dari penelitian tindakan kelas menurut Sukanti (2008) dan Widayati (2008) yaitu :

(1) Memperbaiki mutu dan praktik pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.

(2) Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.

(3) Mengidentifikasi, menemukan solusi dan mengatasi masalah pembelajaran dikelas agar pembelajaran bermutu.

(4) Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya.

(5) Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran (misalnya pendekatan, strategi, metode, media pembelajaran). (6) Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara dan strategi baru dalam

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.

(7) Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum dan asumsi.

Penelitian Tindakan Kelas memiliki berbagai macam model pelaksanaan, salah satunya adalah model Kurt Lewin. Model ini menjadi acuan pokok dari model PTK yang lain. Kurt Lewin inilah yang pertama memperkenalkan adanya penelitan tindakan. Konsep PTK Kurt Lewin terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). PTK minimum dilaksanakan sebanyak dua siklus (Arikunto, 2010:131) supaya permasalahan yang ada dapat dipecahkan secara tepat.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai model Penelitian Tindakan Kelas. Model yang paling dikenal dan biasa digunakan adalah model Kemmis & Mc Taggart yang terdiri atas empat tahapan dalam PTK, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi yang dilakukan secara berulang (Arikunto, 2010: 137). Model Penelitian Tindakan Kelas dapat dilihat pada Gambar 2.1. Penelitian Tindakan kelas bukanlah suatu hal yang dipaksakan karena PTK merupakan suatu penelitian yang bersumber dari masalah riil yang ada di kelas. Untuk menetapkan fokus dalam permasalahan PTK dapat dilakukan dengan cara merasakan adanya masalah, identifikasi masalah, analisis masalah, dan perumusan masalah.

Gambar 2.1. Desain Penelitian Tindakan Kelas

2.6 Keterkaitan Problem Based Learning, Hidrolisis, dan Ksp

Problem Based Learning merupakan pembelajaran berbasis masalah, yaitu siswa diberikan permasalahan yang nyata di lingkungan sekitar untuk didiskusikan dan dipecahkan. Pembelajaran PBL bertujuan untuk dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa dapat meningkatkan ketercapaian kompetensi siswa.

Model problem based learning mempunyai banyak keunggulan, antara lain (1) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (2) dapat membantu siswa untuk

Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi Refleksi Observasi Tindakan Perencanaan

mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, disamping juga dapat mendorong untuk melakukan sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, (3) melalui PBL bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja, dan (4) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata (Sanjaya, 2006:108)

Berdasarkan keunggulan tersebut, pembelajaran bermodel PBL diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan dapat membuat siswa mengerti dengan baik materi pada hidrolisis dan Ksp yang selama ini belum pernah menggunakan model PBL dengan praktikum. Apabila siswa mengerti dengan baik pada materi hidrolisis tersebut akan dapat meningkatkan ketercapaian kompetensi siswa yang ditinjau dari hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.7 Kerangka Berpikir

Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan

suatu pembelajaran dimana siswa diberikan permasalahan yang nyata di lingkungan sekitar untuk didiskusikan dan dipecahkan. Pembelajaran PBL bertujuan untuk dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa dapat meningkatkan ketercapaian kompetensi siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Widiarti (2010), pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa

dan dapat meningkatkan ketuntasan belajar mahasiswa pada mata kuliah Praktikum Kimia Fisika.

Materi pokok bahasan hidrolisis, kelarutan, dan hasil kali kelarutan merupakan suatu materi yang membutuhkan pemahaman konsep yang baik dan tepat oleh siswa, terutama dalam konsep pH dan reaksi. Apabila siswa sudah dapat memahami konsep, siswa akan mudah dalam mempelajari materi pokok tersebut. Konsep yang tepat akan dapat diperoleh apabila siswa mengalami sendiri proses pembelajaran, hal ini dapat terwujud dengan model pembelajaran PBL. PBL diharapkan dapat menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membawa memori siswa pada memori jangka panjang.

Problem based learning merupakan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa dilibatkan secara penuh pada proses pembelajaran melalui adanya diskusi kelompok, praktikum, presentasi, dan sebagainya. Tahap-tahap pada PBL tersebut membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran sehingga aktivitas siswa yang semula rendah diharapkan dapat meningkat dengan adanya penerapan PBL.

PBL merupakan suatu pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari. Siswa bukan hanya belajar rumus-rumus pada materi hidrolisis, kelarutan, dan hasil kali kelarutan saja tetapi berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada pada kehidupan nyata. Hal inilah yang membuat pembelajaran bermodel PBL dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa.

PBL dapat meningkatkan afektif siswa. Siswa dengan adanya PBL melakukan berbagai aktivitas, contohnya presentasi yang dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa, diskusi kelompok dapat meningkatkan toleransi, santun, tanggungjawab, kerja keras, dan sebagainya yang merupakan karakter dalam kurikulum 2013.

Pelaksanaan PBL diiringi dengan adanya praktikum. Praktikum yang dilakukan pada materi hidrolisis adalah praktikum pengaruh pH hidrolisis pada kehidupan ikan dan perkaratan, sedangkan pada kelarutan dan hasil kali kelarutan dilakukan praktikum pemurnian garam dapur dan penambahan ion senama. Praktikum tersebut dikaitkan pada kehidupan nyata, salah satunya pada praktikum penambahan ion senama dikaitkan dengan prinsip kerja sidik jari di kepolisian. Aspek psikomotorik siswa dapat meningkat dengan adanya praktikum tersebut karena siswa menikmati jalannya praktikum. Ketuntasan siswa dapat meningkat dengan adanya PBL karena PBL memacu siswa untuk belajar dan memecahkan permasalahan dengan adanya bimbingan dari guru. Siswa diharapkan tidak segan untuk bertanya apabila ada kesulitan. Hal ini membuat ketuntasan ssiwa meningkat. Kehadiran siswa diharapkan mencapai minimum 90% karena siswa senang dengan pembelajaran kimia yang ada. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Dokumen terkait