• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di 30 Propinsi di

Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut adalah pertumbuhan nasional (PN), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Tiap-tiap komponen wilayah ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap hasil akhir analisis.

Pengaruh pertumbuhan nasional (PN) menjelaskan seberapa besar PDRB propinsi di Indonesia meningkat bila jumlah PDRB propinsi per sektor dan jumlah PDB nasional persektor bertambah dengan laju yang sama dengan laju pertumbuhan nasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase komponen

PN sama dengan persentase laju pertumbuhan nasional, yaitu sebesar 21.00 persen (Tabel 4.1).

Tahun 1998-2003 merupakan masa-masa transisi pemerintah untuk melakukan proses pemulihan ekonomi pasca krisis ekonomi pada pertengahan 1997. Proses pemulihan ini dimulai dengan adanya reformasi dan menghasilkan hasil yang memuaskan karena mampu meningkatkan PDB nasional secara keseluruhan. Pertumbuhan nasional jika ditinjau secara keseluruhan, maka pertumbuhan nasional pada tahun 1998-2003 telah mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan PDB nasional sekitar Rp 80 triliyun yang sama dengan 21.00 persen (lampiran 5). Jika dilihat secara sektoral, peningkatan kontribusi terbesar adalah pada sektor industri pengolahan yaitu sekitar Rp 19 triliyun (lampiran 5). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri pengolahan sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan nasional, yang berarti bahwa apabila terjadi perubahan kebijakan nasional, maka kontribusi sektor industri pengolahan beserta sub sektornya akan mengalami perubahan juga.

Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang mengalami peningkatan kontribusi terkecil yaitu sekitar Rp 1,25 triliyun (lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air bersih tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan kebijakan nasional. Pengaruh ini juga menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air bersih tidak berpengaruh signifikan terhadap proses pemulihan ekonomi di Indonesia pasca krisis ekonomi. Jika terjadi perubahan kebijakan nasional, maka kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih tidak berpengaruh secara signifikan.

Pengaruh kedua pada komponen pertumbuhan dilihat dari pertumbuhan proporsional (PP). Komponen pertumbuhan proporsional ini menjelaskan mengenai perbedaan kenaikan PDB nasional dan kenaikan PDB sektor perekonomian secara nasional.

Secara nasional, sektor listrik, gas dan air bersih memiliki persentase PP yang terbesar, yaitu sekitar 29 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor listrik, gas dan air bersih mempunyai keunggulan produk akhir seperti layanan listrik (PLN), pelayanan gas (ELPIJI) dan pelayanan air bersih (PAM). Sektor yang mempunyai persentase terkecil PPnya adalah sektor bangunan yaitu sebesar -8 persen. Hal ini dapat terjadi akibat banyaknya proyek konstruksi pemerintah maupun swasta yang tertunda sehingga menurunkan daya beli masyarakat (lampiran 6).

Berdasarkan kontribusi tiap sektor pada pengaruh pertumbuhan proporsional, maka sektor industri pengolahan (3 persen), sektor listrik, gas dan air bersih (29 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (3 persen) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (11 persen) mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB 30 propinsi di Indonesia. Keempat sektor tersebut dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cepat di Indonesia karena memiliki nilai PP > 0.

Sektor ekonomi lainnya yang mempunyai kontribusi yang kecil adalah sektor bangunan (-8 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (-7 persen), sektor jasa (-5 persen), sektor pertanian (-4 persen) dan sektor pertambangan dan galian (-1 persen). Berdasarkan hal tersebut, maka kelima

sektor tersebut dapat dikatakan mempunyai pertumbuhan yang lamban karena memiliki nilai PP < 0. Tabel 4.4. berikut ini akan memaparkan kontribusi nilai pertumbuhan proporsional secara nasional.

Tabel 4.4. Kontribusi Pertumbuhan Proporsional Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 1998 dan 2003.

Sektor PP (triliyun rupiah) PP (Persen)

Pertanian -253,63 -4,00

Pertambangan dan Galian -33,944 -1,00

Industri Pengolahan 271,457 3,00

Listrik, Gas dan Air bersih 172,768 29,00

Bangunan -146,99 -7,00

Perdagangan, hotel dan restoran 206,8 3,00

Pengangkutan dan komunikasi 316,28 11,00

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan -198,44 -7,00

Jasa-jasa -179,26 -5,00

Sumber: BPS, PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia, Tahun 1998 dan Tahun 2003, diolah.

Pengaruh daya saing sebagai komponen ketiga dari perubahan PDRB 30 propinsi di Indonesia menyebabkan secara keseluruhan PDRB 30 propinsi di Indonesia tidak sama. Daya saing tiap propinsi dan sektor dipengaruhi oleh pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang diperoleh dari selisih rasio sektor-sektor ekonomi propinsi dengan rasio ekonomi tiap sektor-sektor secara nasional dikali dengan PDRB masing-masing propinsi per sektor pada tahun dasar. Pertumbuhan komponen PPW akan disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 1998-2003.

PPW1 PPW2 PPW3 PPW4 PPW5 PPW6 PPW7 PPW8 PPW9 PPWTotal

PROPINSI (triliyun rupiah)

NAD -0,20 -0,99 -1,75 -0,01 -0,09 -0,11 -0,05 0,25 -0,05 -3,00 Sumut 0,14 -0,01 -0,28 -0,05 0,11 -0,15 0,10 0,05 0,12 0,03 Sumbar 0,18 -0,14 -0,08 0,05 -0,01 -0,05 -0,09 -0,02 -0,01 -0,17 Riau 0,36 -0,13 0,68 -0,02 0,14 0,10 0,06 -0,33 0,05 0,93 Jambi 0,12 0,10 -0,07 0,00 0,01 -0,03 -0,03 0,02 -0,01 0,13 Sumsel -0,05 -0,33 -0,03 -0,04 0,10 -0,04 -0,04 -0,08 -0,05 -0,56 Kep. Babel 0,11 0,00 -0,06 0,00 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,09 Bengkulu 0,06 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,05 0,01 -0,01 0,02 Lampung 0,10 0,17 -0,27 0,00 0,02 -0,08 0,09 0,18 -0,02 0,21 DKI Jakarta -0,02 0,00 -0,80 -0,20 -0,38 -0,36 -0,22 -0,49 0,27 -2,20 Jawa Barat 0,28 -0,47 8,93 0,45 0,08 0,08 0,61 1,03 0,60 11,58 Banten -0,10 0,00 -0,85 -0,20 -0,01 -0,06 -0,17 -0,44 0,00 -1,83 Jawa Tengah -0,33 0,05 -0,51 -0,04 0,20 0,12 0,16 0,01 -0,30 -0,64 DI Yogya -0,10 -0,01 -0,10 0,00 0,08 0,00 0,01 0,03 -0,03 -0,12 Jawa Timur -0,86 0,60 -2,96 0,10 -0,59 0,79 0,18 -0,10 -1,13 -3,98 Kal. Barat -0,08 -0,01 -0,16 -0,01 0,03 -0,18 -0,15 0,00 -0,01 -0,54 Kal. Tengah 0,18 -0,14 -0,09 0,00 -0,03 -0,05 -0,17 0,00 0,05 -0,26 Kal. Selatan 0,20 0,29 -0,43 -0,01 0,04 -0,05 0,03 -0,02 0,04 0,09 Kal. Timur 0,23 0,62 -0,60 0,01 0,17 -0,13 -0,16 -0,06 0,04 0,11 Sulut 0,07 -0,02 0,03 -0,01 0,05 0,10 0,00 0,06 0,00 0,28 Gorontalo 0,07 -0,01 -0,01 0,00 0,01 -0,02 -0,01 0,03 0,00 0,06 Sul. Tengah 0,22 -0,01 -0,02 0,00 0,01 -0,01 -0,04 0,00 0,00 0,15

Sul. Selatan -0,30 0,11 0,00 -0,03 0,03 0,22 0,10 0,18 0,10 0,42 Su 0,01 0,03 -0,02 0,00 0,03 0,02 0,05 0,03 0,00 0,16 Bali -0,09 -0,01 -0,03 0,00 0,01 -0,31 -0,13 0,04 0,02 -0,50 NTB -0,10 1,34 0,01 0,00 0,03 -0,01 -0,01 0,00 -0,06 1,19 NTT -0,03 0,00 0,00 -0,01 -0,01 0,02 -0,01 -0,01 0,24 0,18 Maluku -0,28 -0,06 -0,36 -0,01 -0,15 -0,13 -0,06 -0,06 0,00 -1,10 Maluku Utara -0,02 -0,01 -0,04 0,00 0,00 -0,03 -0,01 0,00 0,00 -0,11 Papua 0,22 -1,13 -0,03 0,00 0,02 0,07 0,12 -0,28 0,08 -0,93

Sumber: BPS, PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia, Tahun 1998 dan Tahun 2003, diolah.

Keterangan:

1 = sektor pertanian

2 = sektor pertambangan dan galian 3 = sektor industri pengolahan 4 = sektor lisgasir

5 = sektor bangunan

6 = sektor perdagangan, hotel dan restoran 7 = sektor pengangkutan dan komunikasi

8 = sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9 = sektor jasa-jasa

Berdasarkan Tabel 4.5. maka propinsi dengan nilai terbesar dan mampu berdaya saing pada sektor pertanian adalah Propinsi Riau, sedangkan propinsi dengan nilai terkecil dan tidak mampu berdaya saing dengan baik pada sektor pertanian adalah Propinsi Jawa Timur. Sektor pertambangan dan galian dengan daya saing yang baik terbesar terdapat pada Propinsi Nusa Tenggara Barat dan propinsi yang tidak mampu bersaing dengan baik terbesar pada sektor ini adalah Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Sektor industri pengolahan mampu berdaya saing dengan baik terbesar di Propinsi Jawa Barat, sedangkan propinsi yang paling tidak mampu berdaya saing dengan baik pada sektor ini adalah Propinsi Jawa Timur. Propinsi yang mampu berdaya saing terbesar pada sektor listrik, gas dan air bersih adalah Propinsi Jawa Barat dan propinsi yang paling tidak mampu berdaya saing pada sektor ini adalah Propinsi DKI Jakarta.

Sektor yang mengalami pertumbuhan paling kecil adalah sektor bangunan. Namun sektor ini mempunyai daya saing yang baik karena hanya terdapat 8 propinsi yang tidak mampu berdaya saing pada sektor ini yaitu Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Propinsi dengan daya saing paling baik adalah Propinsi Jawa Tengah dan propinsi yang paling tidak mampu berdaya saing pada sektor bangunan ini adalah Propinsi Jawa Timur.

Propinsi yang mempunyai daya saing paling baik pada sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah Propinsi Jawa Timur, sedangkan propinsi yang paling tidak mampu untuk berdaya saing pada sektor ini adalah Propinsi

DKI Jakarta. Sektor pengangkutan dan komunikasi paling mampu berdaya saing pada Propinsi Jawa Barat, sedangkan propinsi yang paling tidak mampu bersaing pada sektor ini adalah Propinsi DKI Jakarta.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling banyak mengalami perubahan akibat krisis. Propinsi yang palin mampu untuk bersaing pada sektor ini adalah Propinsi Jawa Barat, sedangkan propinsi yang paling tidak mampu berdaya saing pada sektor ini adalah Propinsi DKI Jakarta. Sektor jasa mampu berdaya saing paling baik pada Propinsi Jawa Barat dan Propinsi yang paling tidak mampu bersaing pada sektor ini adalah Propinsi Jawa Timur.

Secara keseluruhan terdapat 16 Propinsi yang mampu berdaya saing dengan baik (PPW > 0), yaitu Propinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kep. Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTB dan NTT. Propinsi yang tidak mempunyai daya saing dengan baik (PPW < 0) adalah Propinsi NAD, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarya, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

4.5. Analisis Pergeseran Bersih 30 Propinsi di Indonesia Pada Tahun 1998

Dokumen terkait