• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA & DASAR TEORI

2.2. Dasar Teori

2.2.4. Analisis Konsekuensi

Sesuai dengan skenario pada studi kasus tugas akhir kali ini, Analisis

konsekuensi dilakukan dengan melakukan skenario tubrukan kapal dengan

platform berjenis head on (powered) collision dan drifting collision. Analisis

konsekuensi terhadap dua jenis tipe tubrukan tersebut bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana dampak tubrukan kapal terhadap platform PHE-12.

Untuk melakukan analisis konsekuensi ini harus dilakukan kajian tentang

energi tubrukan yang dihasilkan oleh kapal. Besaran energi tubrukan yang

dihasilkan oleh kapal ini dipengaruhi oleh energi kinetik yang dimiliki oleh kapal

itu terhadap berat kapal dan kecepatan kapal pada saat menubruk objek.

17

(2.6)

dimana:

k = konstanta 1,1 untuk head on collision

= konstanta 1,4 untuk drifting collision

M = massa kapal

v = kecepatan kapal

Ukuran dari kapal dalam kasus ini biasanya direpresentasikan dalam bentuk

ship displacement. Dimana ship displacement merupakan total massa dari kapal

dan seluruh isinya yang mencakup berat konstruksi, berat sistem permesinan yang

menunjang kapal, berat muatan, dll. Berat displasmen kapal biasanya mempunyai

ukuran ton. Untuk kecepatan, dimana kapal pada saat akan menabrak objek yang

ditubruk biasanya dinyatakan dalam satuan meter per detik (m/s).

2.2.4.1. Kategori Konsekuensi Kegagalan pada Platform

Kategori untuk konsekuensi kegagalan pada platform dapat

diklasifikasikan menjadi tiga golongan ( API RP 2 SIM, 2013) yaitu :

1. L-1 : Kegagalan dengan konsekuensi tinggi ( High Consequence of Failure)

2. L-2 : Kegagalan dengan konsekuensi menengah ( Medium Consequence of

Failure)

3. L-3 : Kegagalan dengan konsekuensi rendah ( Low Consequence of Failure)

Untuk kondisi perairan di luar Amerika dan Teluk Meksiko, pengkategorian

konsekuensi hanya menggunakan dua kategori saja yaitu : L-1 dan L-3 dengan

konsekuensi tersebut akan menggunakan acuan faktor beban dan RSR (API RP2

SIM,2013)

2.2.4.2. Beban Akibat Kecelakaan ( Accidental Load)

Beban kecelakaan merupakan beban yang tidak dapat diduga sebelumnya

yang terjadi pada suatu bangunan lepas pantai, misal tubrukan dengan kapal,

putusnya tali tambat, kebakaran, letusan dan sebagainya

18

Menurut API RP 2A WSD, semua bagian struktur yang berisiko dan berada

pada collision zone, harus dilakukan penilaian terhadap tubrukan kapal khususnya

selama proses operasi. Collision zone merupakan zona atau area platform yang

mungkin mengalami tubrukan kapal selama proses operasi berlangsung. Tinggi

daerah tubrukan dari collision zone ditentukan berdasarkan pertimbangan dari

draft kapal, tinggi gelombang operasi dan tinggi pasang surut.

2.2.4.3. Kriteria Tegangan Ijin ( Tegangan Tarik Aksial)

Tegangan tarik ijin Ft menurut API RP 2A (2002), untuk member

silinder ditentukan dari :

Ft = 0,6 Fy (2.7)

Dengan:

Fy = Yield Strength ( Mpa)

2.2.4.4. Tegangan Tekan Aksial

Tegangan ijin tekan aksial, Fa harus ditentukan dari formula AISC untuk

member dengan perbandingan D/t kurang atau sama dengan 60:

(2.8)

(2.9)

(2.10)

E = Modulus Elastisitas, ksi

K = Faktor panjang efektif

l = Panjang tanpa bracing, in

r = jari-jari girasi, in

19

Untuk member dengan perbandingan D/t yang lebih besar dari pada 60

menggunakan formula Local Buckling.

2.2.4.5. Bending

Tegangan ijin bending, Fb dinyatakan:

(2.11)

(2.12)

(2.13)

Untuk rasio D/t lebih besar dari 300, lihat pada API Bulletin 2U.

2.2.4.6. Kombinasi Tekan Aksial dan Bending

Untuk member silinder seperti ditujukan pada kombinasi antara

kompresi dan regangan, menurut API RP 2 A WSD (2007) harus pada kedua

persyaratan berikut:

(2.14)

(2.15)

Fa = tegangan aksial yang diijinkan, ksi

fa = tegangan aksial, ksi (MPa)

Fb = tegangan bending yang diijinkan, ksi

fb = tegangan bending, ksi

20

2.2.4.7. Klasifikasi Tubrukan

Tubrukan kapal dengan platform dapat diklasifikasikan menjadi tiga

golongan (Gjerde et al 1999) yaitu :

1. Low-Energy collision : Kategori ini sering terjadi pada kapal berukuran kecil

dengan kecepatan mendekati kecepatan normal saat vessel mendekat atau

menjauhi struktur. Energi yang dihasilkan sekitar 1 MJ. Frekuensi kejadian >

10-4 per tahun

2. Accidental collision : Kategori ini sering terjadi pada vessel yang mengalami

drifting pada kondisi lingkungan yang buruk. Kondisi ini dapat terjadi karena

vessel berada pada jarak yang dekat dengan platform. Frekuensi kejadian =

10-4 per tahun

3. Catastrophic collision : Kategori ini terjadi karena adanya vessel dengan

ukuran yang cukup besar dan kecepatan tubrukan yang besar atau kombinasi

dari keduanya sehingga dapat menghasilkan energi tubrukan yang dapat

meruntuhkan struktur. Frekuensi kejadian 10-4 per tahun.

4.

a. Gambar 2.5 Tipikal tubrukan vessel dan kurva deformasi (Norsok N-004)

21

2.2.4.8. Penyerapan Energi

Sebuah bangunan lepas pantai akan menyerap energi sebagai akibat dari :

a) Deformasi plastis lokal (denting) dari tubular member

b) Kelenturan elastis/plastis dari member

c) Regangan elastis/plastis dari member

d) Fender, jika ada

e) Deformasi global struktur

f) Deformasi kapal

Secara umum, tahanan terhadap tumbukan kapal bergantung pada

interaksi antara kerusakan (denting) member dan kelengkungan (bending)

member. Deformasi global dari struktur dapat diabaikan. Pengurangan energi

tubrukan dapat terjadi dalam banyak kasus dimana ukuran vessel dan atau

peralatan operasi vessel tersebut dibatasi.

2.2.4.9. Energi Tubrukan ( Impact Energy)

F = Po

F = V √c.a.m (2.16)

Dengan

F = gaya impact (MN)

Po = minimum crushing strength bagian yang terkena

tumbukan dari vessel dan bagian impact dari

struktur landing platform.

C = kekakuan akibat tumbukan pada vessel (MN/m)

a = koefisien massa tambah (sideway impact = 1,4 ;

stern / bow impact =1,1)

m = displacement vessel (Kg)

V = kecepatan merapat relatif (m/s)

Total energi kinetik yang terjadi akibat tumbrukan kapal diketahui dengan

menggunakan persamaaan:

22

E = am V2 (2.17)

E = Energi Kinetik (N)

m = Massa benda/kapal (kg)

2.2.4.10. Massa Tambah (Added Mass)

Sebuah objek yang mengalami pergerakan dalam media cair akan

mengalami pertambahan massa sebagai akibat adanya massa air yang ikut

bergerak. Total berat vessel yang digunakan dalam analisa tubrukan sangat

bergantung pada massa tambah.. API RP 2A memberikan koefisien massa tambah

1.4 untuk tubrukan samping (side impact) dan 1.1 untuk tubrukan depan

(bow/stern impact).

M = ms+ma (2.18)

Dengan:

M = Massa total (kg)

ms = massa struktur/vessel (kg)

ma = massa tambah (kg)

= 0,4 ms untuk jenis side impact

= 0,1 ms untuk jenis bow/stern impact

2.2.4.11. Batas Tegangan Ultimate

Analisis batas tegangan ultimate dlakukan untuk mengetahui kekuatan

maksimum struktur menahan beban yang terjadi. Dalam analisis ini menggunakan

metode pushover dengan cara penambahan beban lateral sampai struktur

mengalami keruntuhan. Berikut ini merupakan gambar diagram tegangan

regangan struktur baja.

23

Gambar 2.6 Diagram tegangan-regangan untuk struktur baja ( Gere, 1990)

2.2.4.12. Metode Kegagalan Struktur

Pola kegagalan struktur akan ditinjau pada member struktur, dimana

member yang ditinjau adalah member pada bagian jacket, yaitu pada member leg

yang mendapat beban tubrukan. Tubrukan yang mengenai leg jacket apat

mengakibatkan kegagalan pada member leg tersebut sehingga mengurangi

kekuatan struktur secara global. Pada kondisi ini dapat dikatakan struktur

mengalami collapse karena tidak mampu menahan beban yang ada. Akibat dari

kegagalan struktur tersebut akan menimbulkan risiko yang mempunyai

konsekuensi yang berdampak buruk. Bahaya yang ditimbbulkan bisa berpengaruh

pada keseimbangan ekosistem laut / merusak lingkungan laut, maupun

menimbulkan kerugian pihak owner struktur ( Rosyid, 2007). Dan yang lebih

bahaya adalah risiko kehilangan nyawa manusia.

2.2.4.13. Analisis Pushover

Pushover dilakukan untuk menentukan kekuatan maksimum struktur

untuk menahan beban yang terjadi. Beberapa beban yang bekerja pada struktur

mengakibatkan keruntuhan dan ketidakmampuan struktur menahan beban topside.

Pushover analysis merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui

kekuatan ultimate dari struktur dalam menerima beban. Dimana beban yang

bekerja pada struktur akan ditambah secara bertahap hingga struktur mengalami

kegagalan. Ada dua jenis load case dalam peodelan beban analisis pushover. Load

24

case pertama yaitu beban vertikal yang bekerja pada struktur. Kemudian load case

yang kedua adalah beban horizontal yang dalam hal ini adalah tubrukan kapal.

2.2.4.14. Indeks Plastisitas

Plastisitas merupakan perubahan material secara mikro akibat adanya

overstress pada member. Terjadinya plastisitas akan mempengaruhi kekakuan dari

member yang pada akhirnya akan mengurangi kekakuan struktur secara global.

Plastisitas pada struktur akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya beban

(plastic flow). Penambahan beban secara bertahap pada struktur hingga beban

batas akhir disebut incremental load.

Analisa struktur secara plastic memanfaatkan kemampuan struktur secara

penuh hingga beban batas atas (ultimate load) sehingga timbul bentuk plastis

dengan kekuatan struktur sampai tegangan lelehnya (yield stress). Gaya-gaya

dalam yang terjadi telah melebihi batas elastis dan defleksi yang terjadi cukup

besar. Dengan demikian analisa plastis hanya dapat diterapkan pada struktur dari

bahan yang bersifat ductile seperti baja dan beton bertulang

2.2.4.15. Rasio Plastisitas

Rasio plastisitas merupakan rasio tegangan aksial (dalam arah yang

diberikan beban) dengan regangan maksimum atau batas maksimum regangan

yang dimiliki oleh suatu paterial.

Ketika sebuah sampel material diberikan beban kompresi, maka akan terjadi

regangan atau perubahan bentuk pada material pada arah lateral (tegak lurus

dengan arah beban). Pada beban maksimum, beban akan mengalami regangan

maksimum/batas maksimum regangan sehingga terjadi suatu kerusakan atau

kegagalan. Persamaan rasio plastisitas diberikan sebagai berikut:

Nilai regangan pada 0.85 kali regangan maksimum merupakan batas aman

regangan yang terjadi pada material berdasarkan API RP 2 A WSD.

25

2.2.4.16. Reserve Strength Ratio (RSR)

Reserve strength ratio (RSR) dihitung dengan menggunakan analisis

linear finite element model dari struktur, sering juga disebut sebagai pushover

analysis. Secara dasar analisis ini dilakukan dengan cara menetapkan beban-beban

yang akan digunakan, biasanya beban vertikal (payload) adalah beban yang

dianggap tetap sedangkan beban lingkungan adalah beban yang dikalikan dengan

faktor tertentu (incremental load), beban lingkungan ini dinaikkan secara perlahan

sampai batas kekuatan dari struktur tercapai. Beban-beban lingkungan yang

digunakan pada umumnya adalah beban dalam kondisi ekstrim ( Bomel,2003).

Struktur akan mempunyai nilai RSR yang berbeda-beda untuk setiap kondisi arah

pembebanan sehingga nilai yang diambil adalah nilai RSR yang paling minimum

2.2.4.17. Monte Carlo Simulation

Monte Carlo Simulation adalah salah satu metode risk assesment

kuantitatif yang dapat digunakan oleh berbagai organisasi dalam proses

manajemen resiko mereka, terutama dalam tahapan analisis resiko atau evalusi

resiko yang memiliki fenomena variabel acak (random variable). Metode ini

disebut pula dengan Monte Carlo sampling, yaitu suatu metode statistik iterasi

berulang. Unsur pokok yang diperlukan di dalam simulasi Monte Carlo adalah

sebuah random number generator (RNG). Hal ini karena secara teknis, prinsip

dasar metode simulasi Monte Carlo sebelumnya adalah sampling sistem dengan

bantuan RNG, dimana simulasi dilakukan dengan mengambil beberapa sampel

dan perubah acak yang terlibat di dalam sistem yang sedang dipelajari dapat

diasumsikan atau telah diketahui. Pada Gambar 2.7 menjelaskan tentang alur

26

Gambar 2.7 Diagram simulasi Monte Carlo (Hangga, 2010)

Dengan menggunaan Metode ini dapat memberikan prediksi probability of

failure yang cukup akurat sesuai dengan limit state function yang telah ditentukan

sebelumnya, oleh karena banyaknya trial yang dapat dilakukan sampai tak hingga

kali iterasi. Semakin banyak iterasi yang dilakukan, error yang terjadi akan

semakin kecil, akan tetapi waktu yang diperlukan untuk proses simulasi akan

menjadi semakin lama.

27

Dokumen terkait