• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.3 Analisis Konteks Sosial

Dalam kerangka model Teun A. van Dijk, kita perlu mengetahui bagaimana wacana konflik Ahok dengan pihak DPRD terkait “dana siluman” yang ditemukan dalam APBD kota DKI Jakarta diproduksi masyarakat. Dua poin penting yang ditunjuk oleh Van Dijk adalah power (kekuasaan) dan access (akses). Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atau sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain dimaknsai sebagai dominasi, kita juga dapat menganalisis bagaimana proses produksi itu secara umum dipakai untuk membentuk kesadaran dan konsensus.

Konflik antara Ahok dengan pihak DPRD terkait APBD kota Jakarta banyak menyita perhatian masyarakat karena kasus ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki dedikasi tinggi dalam mengemban tugas sebagai wakil rakyat. Terutama Ahok yang merupakan gubernur DKI Jakarta yang baru diangkat setelah menjabat sebagai pelaksana tugas Jokowi yang saat itu maju sebagai calon presiden di saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kemudian Jokowi yang memenangi pemilu menjadi presiden dan otomatis Ahok yang merupakan wakil gubernur naik jabatan menjadi gubernur menggantikan Jokowi.

Dalam kesehariannya ketika menjabat sebagai gubernur atau pun sebelum menjadi gubernur, Ahok sudah sering berkonflik dengan beberapa pihak. Diantaranya juga dengan pejabat-pejabat di pemerintahan. Sosok Ahok yang blak- blakan menjadikannya sering terlibat konflik dengan pihak lain. Kemudian tiba lah saatnya konflik dengan DPRD dimana konflik bermula ketika Ahok mengajukan draf APBD yang telah ia rombak kepada Kemendagri untuk disetujui. Sebelumnya, Ahok dan pihak DPRD telah melakukan rapat paripurna untuk membahas anggaran kota DKI Jakarta. Draf APBD tersebut ternyata berubah setelah diajukan oleh Ahok ke kemendagri. Ahok melakukan beberapa penghapusan anggaran yang dirasanya tidak masuk akal dan bertujuan untuk kepentingan pribadi.

Tindakan tersebut tentu saja mendapat respon yang tidak baik dari pihak DPRD. Mereka menuding Ahok melakukan pelanggaran eksekutif dan pelanggaran etika. Akibatnya, Ahok hendak dilaporkan kepada pihak Kejaksaan Agung untuk pelaksanaan hak angket yang dapat berdampak buruk bagi Ahok yakni turunnya ia dari kursi gubernur. Ahok yang merasa bahwa ia telah melakukan hal yang benar, tidak gentar dan tetap pada pendiriannya bahwa ia siap menanggung akibat dari perbuatannya. Ia siap jika ia memang harus mendapat hak angket dan memang harus turun dari jabatannya sebagai gubernur apabila ia dinyatakan bersalah dan harus mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Tindakannya yang melakukan aksi sepihak tersebut sontak menimbulkan pro- kontra di masyarakat. Tentunya reaksi positf banyak berasal dari masyarakat yang mendukung langkah yang diambil oleh Ahok. Sebagaimana kita ketahui pada berita yang dimuat pada koran SIB, bahwa Ahok melakukan tindakan tersebut berbasis pada kepentingan masyarakat. Dana yang dirasanya tidak diperlukan, menurutnya dapat dialokasikan kepada kepentingan masyarakat yang lain. Menurutnya, banyaknya dana yang tidak jelas tersebut bahkan dapat membangun sekolah di desa. Begitu juga dengan pengadaan biaya untuk Unterruptible Power Supply (UPS) yang berfungsi seperti genset bisa diganti dengan genset yang lebih berkualitas dan tidak semahal pengadaan UPS.

Temuan “dana siluman” tersebut didapat dari APBD yang disusun oleh DPRD setelah rapat paripurna pengesahan berlangsung pada tanggal 27 Januari 2015 yang lalu. Pemerintah DKI lalu mengirimkan APBD yang sudah disusun melalui sistem anggaran elektronik atau e-budgeting ke Kementrian Dalam Negeri. DPRD kemudian mengirimkan APBD versi mereka ke Kementrian Dalam Negeri untuk dievaluasi. Di saat yang bersamaan, Kementrian sudah mengembalikan APBD versi pemerintah DKI dengan beberapa catatan.

Ahok menjelaskan bahwa ia sudah memastikan tidak ada camat dan lurah yang memasukkan anggaran pembelian UPS dan akibatnya Ahok bersikukuh mengirimkan APBD yang disusun pemerintah DKI ke Kementrian. Hal ini lah yang melatarbelakangi konflik antara Ahok dengan pihak DPRD. Ahok menyatakan pendiriannya terkait ancaman mundurnya ia dari jabatan gubernur

bahwa ia lebih baik dipecat daripada ia harus menjadi gubernur yang tidak dapat mengalokasikan dana pembangunan dengan sesuai saat ia menjabat.

Ahok merupakan salah satu public figure yang sering disorot oleh media dan dalam kaitannya dengan konflik tersebut tentunya dengan mudah mencuri perhatian media serta masyarakat. media secara beramai-ramai memberitakan konflik tersebut. Media dengan caranya sendiri-sendiri mengemas berita terkait hal tersebut semenarik mungkin agar mencuri perhatian masyarakat. pemilihan kata-kata untuk menggambarkan situasi kedua belah pihak pastinya sangat penting. Media dengan ideologinya masing-masing berusaha mengemas berita tersebut sesuai dengan tujuannya baik pro maupun kontra dengan kedua belah pihak.

Demikian halnya dengan pemberitaan yang dimuat di koran SIB. Tentunya mereka memiliki tujuan tertentu untuk memuat berita tersebut dan tentunya mereka menggunakan bahasa-bahasa tertentu untuk mengkonstruksi berita tersebut. Hasil konstruksi tersebut dapat berasal dari wartawan sendiri yang membuat berita ataupun mengatasnamakan kepentingan media. Pemilihan kata- kata tertentu dapat mengubah suatu makna yang dimaksud. Mereka mengontrol pemberitaan mengenai Ahok sesuai dengan kemauan mereka. Apa-apa saja hal yang hendak dimasukkan ke dalam pemberitaan dan hal-hal mana saja yang tidak ditampilkan terkait konflik Ahok dengan DPRD.

Pihak DPRD sendiri merasa bahwa mereka dapat memenangkan hak angket tersebut dikarenakan jumlah mereka yang berbanding terbalik dengan Ahok. Mereka beramai-ramai menyuarakan hak angket atas Ahok dengan harapan dengan banyaknya jumlah mereka maka konflik tersebut dapat dimenangkan oleh mereka. Mereka optimis atas kemenangan mereka nantinya ketika akan mengajukan hak angket atas Ahok kepada pihak Kejaksaan Agung. Pihak dari DPRD menggunakan hak angket sebagai ajang untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka berani memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini bahwa mereka melakukan hal yang benar dan kepada media menunjukkan seolah- olah mereka lah yang menjadi korban atas konflik tersebut karena mereka selalu mengatasnamakan bahwa hak mereka direbut oleh Ahok. Mereka berusaha

membenarkan diri di hadapan media dengan harapan bahwa masyarakat dapat percaya dan mendukung mereka.

Di sisi yang lain, Ahok yang merupakan salah satu tokoh politik yang disukai oleh masyarakat semakin mendapat dukungan terkait inisiatifnya dan keberaniannya dalam menggagalkan rencana penyelundupan dana pihak DPRD. Banjiran dukungan kepada Ahok semakin bertambah. Meski dalam kesehariannya Ahok dikenal sebagai tokoh politik yang “kasar” dalam berbicara dan hal tersebut sering menempatkannya dalam posisi yang sulit karena bagaimanapun ia adalah seorang pejabat pemerintah, dukungan dari pejabat-pejabat pemerintah yang lain juga mengalir bahkan dari presiden Jokowi sendiri. Demikian halnya melalui media sosial yang terus mengajukan dukungan terhadap Ahok, serta berbagai gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa.

Dalam pemberitaan tersebut juga kita dapati bahwa pihak SIB juga menggambarkan sikap Ahok secara terang-terangan yakni bagaimana emosionalnya Ahok ketika diwawancara terkait temuan “dana siluman” tersebut. Secara tidak langsung, pihak SIB ingin agar sosok Ahok tergambar di benak masyarakat sesuai dengan bagaimana mereka menggambarnya. Sosok Ahok lebih banyak dibicarakan dalam berita tersebut dibandingkan tentang DPRD.

Pihak SIB menginginkan masyarakat terfokus pada sosok Ahok. Hal tersebut mungkin saja didorong oleh beberapa alasan, diantaranya bahwa Ahok merupakan seorang tokoh masyarakat yang dianggap kontroversial karena sering terlibat konflik dengan beberapa pejabat pemerintah dan juga karena sosoknya yang berasal dari kelompok minoritas menjadikannya bahan empuk untuk diangkat dalam pemberitaan. Demikianlah media dapat menempatkan sosok seseorang menjadi penting atau tidak penting dalam pemberitaan, menjadi positif atau negatif di mata masyarakat dan sebagainya. Hal tersebut tergantung pada tujuan media tersebut yang juga menyangkut kepentingan-kepentingan tertentu di dalamnya.

Dokumen terkait