• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Konvergensi di Pulau Sumatera 1 Konvergensi Sigma

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Konvergensi di Pulau Sumatera 1 Konvergensi Sigma

Analisis konvergensi sigma dapat dilakukan dengan melihat nilai dispersi pendapatan per kapita dari tahun ke tahun. Tingkat dispersi tersebut dilihat dengan menghitung nilai standard deviasi logaritma natural dari pendapatan per kapita dari waktu ke waktu. Konvergensi pendapatan akan terjadi ketika dispersi antarperekonomian menurun dari waktu ke waktu. Hal tersebut berarti akan ditunjukkan melalui penurunan nilai standard deviasi logaritma PDRB riil per kapita dari waktu ke waktu.

Gambar 21. Konvergensi Sigma Pulau Sumatera Tahun 2003-2010

Sepanjang periode analisis, yaitu dari Tahun 2003 sampai Tahun 2010, nilai standard deviasi menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, kecuali Tahun 2010 yang menunjukkan sedikit peningkatan dari Tahun 2009. Peningkatan nilai dispersi pada Tahun 2010 dari tahun sebelumnya dapat disebabkan oleh pertumbuhan perekonomian beberapa daerah yang berpendapatan per kapita tinggi pada tahun tersebut lebih besar dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2010 naik 3 persen dari pertumbuhan ekonomi Tahun 2009, Kepulauan Bangka

0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Standard Deviasi

Belitung naik 2,15 persen, Sumatera Barat naik 1,65 persen, Sumatera Utara naik 1,28 persen, Sumatera Selatan naik 1,32 persen, Aceh 8,14 persen lalu Riau naik 1 persen. Sedangkan Jambi dan Lampung hanya naik sebesar 0,92 persen dan 0,59 persen. Bahkan Bengkulu mengalami penurunan sebesar 1,29 persen akibat pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil pada Tahun 2010 yaitu sebesar 5,14 persen dibandingkan pada Tahun 2009 yang sebesar 6,43 persen.

Secara keseluruhan, nilai standard deviasi pada Tahun 2003 sebesar 0,48 menurun menjadi sebesar 0,42 pada tahun 2010. Dengan adanya penurunan nilai dispersi PDRB riil per kapita di Pulau Sumatera tersebut, dapat dikatakan bahwa proses konvergensi pendapatan terjadi di Pulau Sumatera. Jika dilihat per waktu, maka penurunan nilai tersebut cenderung sangat kecil setelah Tahun 2006, hal itu terlihat pada nilainya yang tetap berada pada level 0,42.

Tabel 3. Beberapa Penemuan Konvergensi Sigma Antar Negara atau Wilayah Penulis Negara/Daerah Tahun Konvergensi σ Manasan dan Mercado (1999) Filipina 1975-1997 Ya Agarwalla dan Pangotra (2011) India 1980-2006 Tidak

Margono (2009) Indonesia 1993-2007 Ya

Penurunan nilai dispersi dari pendapatan per kapita di beberapa wilayah bisa terjadi dan tidak. Analisis konvergensi sigma yang dilakukan Manasan dan Mercado (1999) menghasilkan adanya konvergensi di Filipina. Nilai standard deviasi dari log GDRP per kapita pada Tahun 1975 sebesar 0,209 menjadi lebih kecil pada tahun 1997 yaitu sekitar 0,185. Konvergensi terjadi saat sektor pertanian tumbuh lebih cepat dari sektor industri, daerah yang miskin di Filipina umumnya mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomiannya. Agarwalla dan Pangotra (2011) melakukan estimasi konvergensi sigma di India pada Tahun 1980-2006. Divergensi GSDP riil per kapita terjadi pada periode tersebut, hal itu disebabkan adanya daerah maju yang terus tumbuh pada tingkat yang tinggi. Sementara itu, daerah tertinggal mengalami pertumbuhan yang negatif.

Hasil estimasi konvergensi sigma di Indonesia oleh Margono (2009), menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai dispersi PDRB riil per kapita selama

periode analisis, tetapi cenderung menunjukkan penurunan. Pada beberapa tahun seperti 1997 dan 2005 dispersi meningkat akibat krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM. Dengan demikian, konvergensi terjadi di Indonesia dengan penurunan dispersi yakni dari 0,30 pada Tahun 1993 menjadi 0,27 pada Tahun 2007. Penurunan nilai dispersi dari standard deviasi PDRB riil per kapita di Pulau Sumatera lebih besar jika dibandingkan dengan hasil estimasi konvergensi sigma Margono (2009). Hal ini menunjukkan bahwa proses konvergensi kemungkinan terjadi lebih cepat di Sumatera dibandingkan proses konvergensi secara nasional.

Hasil estimasi konvergensi melalui dispersi dari nilai standard deviasi pendapatan per kapita antarnegara atau antar daerah memiliki perubahan nilai yang berbeda-beda. Hal itu bisa disebabkan oleh kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian yang cenderung bisa berbeda di tiap wilayah. Dengan demikian, penurunan atau peningkatan nilai dispersi dapat bergantung pada keadaan pertumbuhan pendapatan masing-masing daerah di dalamnya akibat fenomena ekonomi di masing-masing daerah atau negara pada waktu tertentu.

5.1.2 Konvergensi Beta

Pada teori pertumbuhan neoklasik faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah modal dan tenaga kerja. Modal pada analisis ini akan dianalisis menjadi modal infrastruktur. Modal infrastruktur diantaranya dianalisis melalui listrik, air bersih, jalan, dan kesehatan.

Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi konvergensi di Pulau Sumatera. Pada analisis konvergensi kondisional dengan menggunakan panel dinamis yaitu Sys- GMM, didapatkan bahwa proses konvergensi antarpropinsi di Pulau Sumatera terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien dari lag pendapatan per kapita yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,9301 yang signifikan pada taraf nyata satu persen. Pada variabel penjelas lainnya yaitu jumlah penduduk yang bekerja, listrik, air bersih, jalan, dan kesehatan terdapat empat variabel yang tidak signifikan yaitu jumlah penduduk yang bekerja, air bersih, jalan, dan kesehatan. Variabel infrastruktur yaitu listrik memiliki koefisien sebesar 0,1074. Variabel tersebut signifikan pada taraf nyata sepuluh persen.

Konsistensi penduga ditunjukkan oleh hasil Arellano-Bond (AB) test. Hasil Arellano-Bond test diperlihatkan oleh signifikansi nilai statistik m1 dan m2.

Statistik m1 yaitu sebesar -1,6724 dengan p-value yang signifikan pada taraf nyata

sepuluh persen dan statistik m2 yaitu sebesar -0,2067 dengan p-value yang tidak

signifikan baik pada taraf nyata satu persen, lima persen maupun sepuluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduga dapat dikatakan konsisten atau tidak terdapat second order serial correlation pada residual dari pembedaan spesifikasi. Tabel 4. Hasil Estimasi Konvergensi Pendapatan di Pulau Sumatera dengan Sys-

GMM serta Perbandingan Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan FE Variabel Dependen Yi,t

Parameter Estimated Coefficient Standard Error P-Value Yi,t-1 0,9301 0,2316 0,000 Ai,t 0,0202 0,0234 0,388 Pi,t -0,2074 0,1977 0,294 Li,t 0,1074 0,0641 0,094 Ji,t -0,0129 0,0180 0,474 Ki,t -0,0516 0,1523 0,734 AB Test z Prob > z Arellano-Bond m1 -1,6724 0,0944 Arellano-Bond m2 -0,2607 0,7943

Sargan Test chi2(34) = 2,9197 Prob > chi2 = 1,0000

Parameter Estimated Coefficient Standard Error P-Value Sys-GMM PLS Fixed Effect 0,9301 0,2316 0,000 0,9513 0,0117 0,000 0,9217 0,0503 0,000

Validitas instrumen dilihat melalui Sargan test. Nilai statistik uji Sargan adalah sebesar 2,9197 dengan probabilitas sebesar 1,0000. Probabilitas tersebut

tidak signifikan baik pada taraf nyata satu persen, lima persen maupun sepuluh persen. Dengan kata lain tidak terdapat masalah terhadap validitas instrumen.

Analisis panel dinamis yang sempurna harus memenuhi kriteria tidak bias

(unbiased). Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien estimasi parameter yang

berada pada rentang OLS dan Fixed Effect. Pada hasil estimasi, hal ini terjadi. Koefisien lag variabel dependen dari hasil estimasi menggunakan Sys-GMM sebesar 0,9301 berada di antara koefisien lag dari estimasi dengan menggunakan PLS (0,9513) dan Fixed Effect (0,9217).

Konvergensi di Pulau Sumatera ini memiliki tingkat konvergensi sebesar 7,24 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan masing-masing daerah untuk mencapai kondisi steady state adalah sebesar 7,24 persen per tahun. Adapun waktu untuk menutup setengah kesenjangan awal atau half life of convergence adalah lebih dari 9 tahun.

Kecepatan konvergensi dengan melibatkan variabel infrastruktur di Eropa yang ditemukan oleh Del Bo, et al. (2010) adalah sebesar 2 persen per tahun. Sedangkan di Indonesia, Margono (2009) menemukan bahwa kecepatan konvergensi adalah sebesar 3 persen per tahun dan half-life time adalah sebesar 22 tahun. Kecepatan konvergensi yang berbeda dari penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh perbedaan pemilihan variabel yang digunakan dalam penelitian, metode analisis serta ruang lingkup penelitian. Selain itu, hal ini juga berarti bahwa di Pulau Sumatera konvergensi terjadi dengan cepat karena pada dasarnya Pulau Sumatera memang sudah memiliki lokasi yang strategis yang berdekatan dengan Pulau Jawa yang merupakan pusat perekonomian nasional. Namun memang masing-masing daerah harus lebih memerhatikan ketersediaan infrastruktur yang baik untuk dapat terus meningkatkan perekonomiannya. Pada hasil estimasi juga dapat dikatakan bahwa infrastruktur listrik mendukung terjadinya proses konvergensi di Pulau Sumatera.

Dokumen terkait