• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemenuhan terhadap kepuasan estetika merupakan salah satu puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976). Analisis kualitas visual lanskap dilakukan dengan metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Metode ini digunakan untuk menilai keindahan kawasan di sekitar objek dan atraksi wisata maupun jalur wisata yang akan dikembangkan hasil dari analisis potensi objek dan atraksi wisata melalui presentasi dalam foto-foto berwarna, dimana foto-foto tersebut merupakan pemandangan yang diambil dari kawasan daerah penyangga TNUK yang dianggap mewakili kondisi tapak dari objek dan atraksi wisata hasil analisis daerah rencana pengembangan ekowisata.

Tahapan penilaian analisis kualitas visual lanskap terlihat pada Gambar 4. Penilaian kualitas visual lanskap melalui kuesioner (accidental sampling) ini dengan melibatkan responden sebanyak 30 orang dari mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang lanskap melalui kegiatan akademis. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan 1988). Nilai No Faktor Bobot 4 Sangat kuat 3 Kuat 2 Sedang 1 Lemah

1 Letak jalan utama dari 10 < 1 Km 1 – 2 Km 2 – 3 Km >3 Km

2 Estetika dan keaslian 25 Keindahan alam yang masih alami Asimilasi, Dominan bentuk asli Asimilasi Dominan bentuk baru Sudah berubah sama sekali

3 Atraksi 25 Hanya terdapat di

tapak Terdapat < 3 di lokasi lain Terdapat 3 –5 ditempat lain Terdapat > 5 ditempat lain

4 Fasilitas pendukung 10 Tersedia dalam

kondisi sangat baik Dalam kondisi baik Kondisi

kurang baik Sarana dan prasarana tidak tersedia 5 Ketersediaan air bersih 15 0,5 Km 0,5 – 1 Km 1 – 2 Km >2 Km 6 Transportasi dan aksesibilitas 15 Jalan aspal ada kendaraan umum Jalan aspal berbatu dan ada kendaraan umum Jalan aspal berbatu tanpa kendaran Jalan berbatu, tanah tanpa kendaraan umum

Foto lanskap yang telah ditetapkan sebagai objek penilaian sebanyak 14 foto yang mewakili karakter lanskap objek dan atrksi wisata yang ditampilkan satu persatu dengan durasi maksimal 8 detik dengan secara spontan. Menurut Daniel dan Boster (1976) bahwa penilaian image dilakukan secara spontan akan membuat responden lebih bersikap jujur dalam menilai dan dengan durasi maksimal waktu 8 detik dianggap cukup untuk memperoleh penilaian secara spontan oleh responden.

Data yang terkumpul diolah menggunakan teknik analisis SBE (Scenic Beauty Estimation). Analisis SBE didasarkan pada nilai rata-rata z (sebaran normal) untuk setiap lanskap dengan perhitungan sebagai berikut:

SBEx = (ZLx – ZLs) x 100 Keterangan:

SBEx = Nilai SBE pemandangan ke-x ZLx = Nilai rata-rata z pemandangan ke-x ZLs = Nilai rata-rata z pemandangan standar

Kualitas estetika dikelompokkan ke dalam 3 kategori, meliputi estetika tinggi, sedang, dan rendah dengan cara dikelompokkan foto-foto berdasarkan rangking atau skala penilaian dari 1 sampai 10. Bila suatu lanskap dinilai oleh responden dengan nilai dominan 5–6. Maka nilai z lanskap tersebut akan mendekati nol dan diasumsikan memiliki nilai estetika lanskap antara tinggi dan rendah atau bisa disebut estetika normal. Lanskap dengan nilai z mendekati nol dapat digunakan untuk menduga kualitas estetika lanskap lain secara relatif terhadap titik tengah skala penilaian atau lanskap dengan estetika pemandangan sedang. Kriteria sedang adalah lanskap dengan nilai -20<SBE<20. Kriteria tinggi adalah lanskap dengan nilai SBE >20. Sedangkan kriteria rendah adalah lanskap dengan nilai SBE <20 (Daniel dan Boster 1976).

Menghitung Nilai SBE

Survai (Ground check)

Pengambilan foto Seleksi foto

Penilaian Oleh Responden Kuisioner SBE

Gambar 5 Tahap Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK (Sumber: Gold 1980)

Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK)

Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Pemanfaatan kawasan ekowisata merupakan kawasan yang diharapkan terjaga kondisi lingkungannya secara berkelanjutan. Penggunaan lahan dan objek lingkungan tertentu yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas lingkungan akan menimbulkan kerusakan pada kawasan itu sendiri. Menurut Odum (1971) bahwa daya dukung (carrying capacity) merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang memiliki beberapa faktor alam dan lingkungan. Daya dukung kawasan diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekologis, sosial dan ekonomi.

Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk kegiatan wisata adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan terhadap alam dan manusia. Penilaian daya dukung kawasan daerah penyangga TNUK dilakukan di setiap area objek wisata yang rencanakan. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan wisata mengacu pada formulasi rumus dari Yulianda (2007) yaitu:

DDK = K x Lp / Lt x Wt / Wp Dimana:

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan

Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh pengunjung lainnya.

Tabel 5 Potensi Ekologi Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan ∑Pengunjung (K) Unit Area (Lt) Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 orang dalam 100 x 10 m

Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m

Wisata

Mangrove 1 250 m

2 Dihitung panjang track setiap

orang sepanjang 50 m

Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 panjang pantai

Wisata Olahraga 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang

pantai Sumber: Yulianda (2007)

Daya Dukung Kawasan direncanakan sesuai dengan karakteritik sumberdaya dan peruntukkannya. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang kondisi sumberdaya agar kelestariannya tetap dapat dipertahankan.

Tabel 6 Kriteria Daya Dukung Wisata Alam

Jenis Penggunaan Satuan Pengunjung (Orang/Kel)

Area Keterangan

Berkemah 1-5 16 m2 Pada lokasi bumi perkemahan

Mendaki 1-5 20 m2 Panjang jalan trail = jumlah

pendaki yang dapat ditampung

Rekreasi sambil menikmati alam terbuka 1 10 m2 Rekreasi pantai/berenang 1 25 m 2 Memancing 1 10 m2 Photo hunting 1 1 ha Menyelam 2 0, 25 ha Snorkling 1 10 m2 Semedi/ziarah 1-5 4 m2 Bersampan 1-4 1 sampan Berselancar 1 100 m2

Sumber: Arifin dan Mundandar (2005) dalam Ilham (2010)

Menurut Yulianda (2007) waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah waktu areal dibuka dalam satu har dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 7).

Tabel 7 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata

Kegiatan Waktu yang dibutuhkan (Wp) - Jam

Total Waktu 1 Hari l (Wt) - Jam Selam 2 8 Snorkling 3 6 Berenang 2 4 Berperahu 1 8 Berjemur 2 4 Rekreasi pantai 3 6 Olahraga air 2 4 Memancing 3 6 Wisata Mangrove 2 8

Wisata lamun dan ekosistem lainnya 2 4

Wisata Satwa 2 4

Sumber: Yulianda (2007)

Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK

Perencanaan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK meliputi tapak, organisasi ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap ekowisata merupakan tahap menyusun hasil analisis dan sintesis pada suatu tapak. Pengembangan konsep perencanaan dalam bentuk rencana pengembangan kawasan ekowisata, rencana ruang dan sirkulasi, aktivitas dan fasilitas ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK berupa rencana tapak (site plan).

Rencana Pengembangan Zona Kawasan Ekowisata

Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata berdasarkan zona potensial hasil analisis meliputi aspek ekologis, aspek potensi wisata dan aspek sosial ekonomi masyarakat yang digambarkan oleh situasi pemanfaatan ruang eksisting di dalam kawasan penelitian. Peta-peta tematik tersebut kemudian digambungkan dengan cara tumpang susun (overlay). Hasil akhir berupa zona potensial kawasan untuk pengembangan dan penataan wisata. Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata daerah penyangga kawasan TNUK meliputi:

1. Zona pengembangan ekowisata atraktif, merupakan zona sangat sesuai untuk pengembangan kawasan ekowisata. Seluruh aspek bernilai sangat potensial (SP) atau potensial (P).

2. Zona pengembangan ekowisata semi atraktif, merupakan zona kurang potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Aspek bernilai kurang potensial (KP).

3. Zona pengembangan ekowisata tidak atraktif merupakan zona tidak potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Namun memilki ekosistem hutan dan kegiatan pertanian yang tidak memiliki dan tidak termasuk dalam klasifikasi tidak potensial untuk pengembangan ekowisata.

Rencana Ruang dan Rencana Sirkulasi Ekowisata 1. Rencana Ruang

Konsep ruang ekowisata daerah penyangga TNUK dibuat dengan ilustrasi yang menggambarkan pola jenis dan pola ruang berdasarkan zona pengembangan ekowisata. Rencana ruang meliputi ruang wisata utama, ruang penunjang, dan ruang penerima. Menurut Gunn (1994) ruang menjadi wadah untuk melakukan aktivitas dimana aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan fungsi yang akan dikembangkan pada ruang tersebut.

Dokumen terkait