• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Analisis Data

Pengolahan data sifat fisis dan mekanis kayu lapis dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS v 16. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap). Analisis data sifat fisis dan mekanis kayu lapis menggunakan dua faktor, yaitu faktor A (jenis log yaitu log Sengon dan Sungkai) dan faktor B (jenis perekat yaitu UF, MF, dan PF) yang masing-masing menggunakan 5 ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Dimana :

= Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, jenis perekat ke-j, dan ulangan ke-k

= Rataan umum

= Pengaruh utama jenis kayu ke-i (sengon dan sungkai) = Pengaruh utama jenis perekat ke-j (UF, MF, PF)

( ) = Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan jenis perekat ke-j = Pengaruh acak yang menyebar normal (θ, σε2)

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis statistik, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test

19

(DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Air Kayu Lapis

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu, yang besarnya dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur kayu tersebut (Haygreen and Bowyer 2003). Kadar air dipengaruhi oleh faktor kayu dan faktor di luar kayu. Faktor dari kayu adalah sifat higroskopis kayu, dimana kayu mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan air baik dalam bentuk uap air maupun dalam bentuk cairan, sehingga kadar air sewaktu-waktu dapat berubah sesuai kondisi lingkungannya. Kemampuan air dalam kayu untuk menyerap dan melepasakan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara disekelilingnya (Sam 2001).

Menurut Ruhendi et al. (2000) kadar air kayu lapis akan stabil setelah berada dalam kondisi kesetimbangan dengan kadar air lingkungannya. Pengukuran kadar air yang dilakukan menunjukkan nilai kadar air yang terkandung berkisar 9,27% hingga 13,78%. Histogram nilai kadar air rata-rata secara lengkap tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Histogram nilai kadar air kayu lapis

Berdasarkan Gambar 4 hasil nilai rata-rata kadar air kayu lapis paling tinggi adalah kayu lapis sungkai perekat PF dengan nilai rata-rata kadar air

0 2 4 6 8 10 12 14 Sengon Sungkai 11,00 11,24 10,79 10,95 11,18 13,42 K ad ar A ir ( % ) Jenis Kayu UF MF PF JAS 2003

21

sebesar 13,42%, sedangkan rata-rata terendah adalah kayu lapis sengon perekat MF dengan rata-rata nilai kadar airnya sebesar 10,79%. Nilai rataan kadar air kayu lapis sengon adalah 9,27% hingga 13,58%, 9,44% hingga 13,78% untuk kayu lapis sungkai. Hasil analisis statistik kadar air kayu lapis seperti tertera pada Lampiran 7. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap faktor (jenis kayu dan jenis perekat) berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu lapis, sehingga harus dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan.

Hasil analisis statistik menunjukkan kadar air kayu lapis dari jenis kayu sengon berbeda nyata dengan kayu lapis dari jenis kayu sungkai. Hal tersebut diduga berat jenis kedua kayu penyusun kayu lapis tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Berat jenis berhubungan dengan ketebalan dinding sel kayu. Pada dinding sel kayu terdapat bahan-bahan penyusun kayu seperti air terikat. Kadar air kayu lapis dipengaruhi oleh kadar air kayu yang direkat, perekat dan air yang dihasilkan dari proses perekatan (Ruhendi et al. 2000). Menurut Rosihan (2005) kadar air kayu lapis berbanding lurus dengan nilai kadar air kayu penyusunnya. Kayu sungkai mempunyai berat jenis yang lebih tinggi dari pada kayu sengon yaitu sekitar 0,63 dan memiliki dinding sel yang lebih tebal sehingga jumlah air yang terikat pada diding sel lebih tinggi dan proses keluar air dari dinding sel lebih lama daripada kayu sengon. Nilai rata-rata pengujian kadar air kayu lapis sungkai sebesar 11,87% dan 10,99% untuk kayu sengon.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa kadar air kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis perekat UF dan MF dan berbeda nyata dengan kayu lapis yang menggunakan perekat PF. Nilai rata-rata kadar air paling tinggi yaitu terdapat pada kayu lapis dari jenis perekat PF. Hal ini diduga karena perekat PF memiliki kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan perekat MF dan UF. Menurut Nugraha (2006) kekentalan perekat berpengaruh terhadap distribusi perekat pada permukaan vinir. Semakin tinggi kekentalan perekat, maka distribusi perekat pada permukaan vinir semakin tidak merata. Hal ini menyebabkan ada sebagian permukaan vinir yang miskin akan perekat sehingga menimbulkan rongga-rongga kosong yang mempermudah penyerapan air. Hasil rata-rata kadar air kayu lapis dengan menggunakan perekat PF adalah 12,30%, UF 11,12% dan MF sebesar 10.87%.

Hasil pengukuran kadar air rata-rata menunjukkan adanya peningkatan dari kadar air kayu awal atau kadar air vinir (6-8%) menjadi 9,27% hingga 13,78% untuk kadar air kayu lapis. Hal ini terjadi karena perekat yang dilaburkan mengandung air, sehingga pada waktu pemberian panas disertai tekanan, sebagian air diuapkan dan sebagian terperangkap masuk dalam vinir kayu lapis. Kadar air kayu lapis dipengaruhi oleh kadar air kayu yang direkat, perekat dan air yang dihasilkan dari proses perekatan (Ruhendi et al. 2000).

Kadar air vinir sebelum direkatkan adalah 6-8%. Kadar air vinir sangat berpengaruh pada proses perekatan. Kadar air vinir yang sangat rendah mengakibatkan pengeringan perekat yang terlalu dini/awal sebelum perekat menyebar merata. Hal ini disebabkan oleh adanya penyerapan perekat oleh kayu secara cepat sehingga proses pengaliran dan penetrasi perekat ke dalam kayu akan terhambat. Apabila kadar air vinir terlalu tinggi akan menyebabkan pengenceran terhadap larutan perekat yang dilaburkan sehingga mobilitas perekat menjadi tinggi, dimana pada saat kayu dikempa perekat akan keluar dari garis perekatannya (Ruhendi et al. 2000).

Standar JAS 2003 mensyaratkan bahwa standar kadar air kayu lapis maksimal 14%, maka nilai kadar air kayu lapis yang dihasilkan dari jenis kayu sengon dengan ketiga tipe perekat sudah memenuhi standar. kadar air kayu lapis untuk jenis kayu sungkai dengan ketiga tipe jenis perekat sudah memenuhi standar JAS 2003.

4.2 Kerapatan Kayu Lapis

Kerapatan merupakan hasil perbandingan antara massa kayu dengan volumenya pada saat kering udara (Haygreen and Bowyer 2003). Hasil pengujian kerapatan kayu lapis secara lengkap disajikan pada Lampiran 2, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Gambar 5. Hasil pengujian kerapatan papan kayu lapis yang dibuat berkisar antara 0,43 g/cm³ hingga 0,68 g/cm³. Berdasarkan Gambar 5, nilai kerapatan tertinggi terdapat pada kayu lapis sungkai dengan menggunakan perekat PF (0,63 g/cm³), sedangkan untuk nilai rata-rata kerapatan terendah adalah kayu lapis sengon dengan menggunakan perekat MF (0,48 g/cm³).

23

Gambar 5 Histogram nilai kerapatan kayu lapis

Kerapatan kayu lapis ditentukan oleh vinir, komponen perekat dan proses pembuatannya. Kualitas vinir baik dengan cacat rendah, ketebalan homogen dan kualitas perekat baik serta pelaburan yang relatif merata, akan diperoleh kerapatan kayu lapis yang relatif sama (Tan 1992). Hasil analisis statistik kerapatan kayu lapis tertera pada Lampiran 8. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis, sedangkan faktor jenis perekat tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis.

Hasil analisis statistik menunjukkan kerapatan kayu lapis dari jenis kayu sengon berbeda nyata dengan kayu lapis dari jenis kayu sungkai. Hal tersebut diduga karena pengaruh dari kerapatan kayu penyusun kayu lapis tersebut. Kerapatan kayu sengon adalah 0,30-0,50 g/cm³ sedangkan rataan nilai kerapatan yang dihasilkan kayu lapis sengon adalah 0,47 g/cm³ hingga 0,62 g/cm³ dengan nilai rata-rata sebesar 0,53 g/cm³. Kayu sungkai dengan nilai kerapatan sekitar 0,36-0,56 g/cm³ sedangkan kerapatan kayu lapis yang dihasilkan dari kayu sungkai adalah 0,54 g/cm³ hingga 0,68 g/cm³ dengan nilai rata-rata sebesar 0,61 g/cm³.

Kerapatan kayu lapis yang dihasilkan lebih tinggi daripada kerapatan kayu penyusunya. Hal itu diduga dalam pembuatan kayu lapis dilakukan pengempaan panas, sehingga akan terjadi pemadatan bahan baku vinir. Semakin lama pengempaan maka semakin kecil ketebalan kayu lapis yang dihasilkan dan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 Sengon Sungkai 0,54 0,48 0,61 0,60 0,56 0,63 ke rap atan (g/c m ³) Jenis Kayu UF MF PF

volumenya pun semakin kecil sehingga kerapatan kayu lapis yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Hasil uji lanjut Duncan, faktor jenis perekat menunjukkan bahwa faktor perekat tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis. Kerapatan rata-rata kayu lapis dengan menggunakan perekat UF adalah 0,57 g/cm³ perekat MF adalah 0,54 g/cm³ serta 0,60 g/cm³ untuk kayu lapis dengan menggunakan perekat PF. JAS 2003 tidak mensyaratkan nilai kerapatan pada kayu lapis. Pengujian kerapatan kayu lapis hanya untuk melihat keseragaman dari ketebalan vinir dan penyebaran perekat. Dilihat dari hasil pengujian kerapatan untuk kayu sengon dan sungkai nilainya cukup seragam.

Dokumen terkait