• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih peraturan-peraturan hukum tentang hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi perusahaan dalam kepailitan. Langkah selanjutnya membuat sistematika

kaidah-48Johny Ibrahim, Op.cit, hal.296.

49Ibid.

kaidah hukum dalam peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang relevan dengan objek permasalahan yang dibahas dalam peneltian ini. Kemudian analisis dilanjutkan dengan metode deduktif, yakni postulat-postulat umum sebagaimana terdapat atas norma yang terkandung dalam kaidah hukum untuk digunakan menganalisis peristiwa yang lebih khusus yakni kedudukan corporate guarantor dalam proses kepailitan.

BAB II

KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA

A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie yang mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barangnya, atau dapat dikatakan pengertian jaminan adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”50. Kitab Undang Undang Hukum Perdata memang tidak secara tegas merumuskan pengertian jaminan, namun berdasarkan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut, yaitu:

Pasal 1131 KUH Perdata

“Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak aupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan sesuatu segala perikatan pribadi debitur tersebut”.

Pasal 1132 KUH Perdata

“Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersamaan bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi diantara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain”.

50H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 21.

Berdasarkan uraian di atas, Hukum Perdata mengenal jaminan yang bersifat hak kebendaan dan hak perseorangan. Jaminan bersifat hak kebendaan adalah jaminan berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan yang bersifat perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya51.

Berbeda dengan jaminan kebendaan yang dapat timbul karena undang-undang52, jaminan perorangan hanya dapat timbul karena adanya perjanjian. Setiap perjanjian pemberian jaminan selalu didahului oleh perjanjian pokok yang menjadi dasar perjanjian pemberian jaminan. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin ada perjanjian pemberian jaminan yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya telah selesai, maka perjanjian pemberian jaminannya juga selesai. Sifat perjanjian seperti ini disebut dengan accessoir53yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:.

1. Lahir dan hapusnya tergantung kepada perjanjian pokok;

2. Ikut batal dengan batalnya perjanjian pokok;

51Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hal. 70.

52 Jaminan kebendaan dapat timbul karena undang-undang sesuai dengan Pasal 1131 KUH Perdata, maupun melalui perjanjian pemberian jaminan.

53Sebagai accesoir, perjanjian pemberian garansi/jaminan ini hanya dapat dibentuk dan sebagai suatu keseluruhan syarat dalam perjanjian pokok. Perjanjian pemberian garansi/jaminan tidak boleh melebihi dari perjanjian pokok.

3. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok54.

Menurut M. Yahya Harahap, penjamin/borgtoch mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu55

1. Sukarela

Seorang pihak ketiga terlibat langsung dalam suatu persetujuan yang dibuat antara debitor dan kreditor, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikatkan diri” akan menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si debitor tidak melaksanakan pemenuhan kewajiban terhadap kreditor.

2. Subsidair

Melalui pernyataan mengikatkan diri memenuhi perjanjian dari borg, seolah-olah konstruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua, tanpa saling bertindih. Yang pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara kreditor dan debitor. Perjanjian yang kedua, yang kita anggap perjanjian subsidair ialah perjanjian pemberian jaminan tersebut antara si penjamin (guarantor) dengan pihak kreditor.

3. Accesoir

Apabila debitor sendiri telah melaksanakan kewajibannya kepada debitor, hapuslah kewajiban penjamin/guarantor. Perjanjian pemberian garansi batal, apabila perjanjian pokoknya batal. Dalam prakteknya untuk mencegah agar perjanjian pemberian garansi tidak batal disebabkan batalnya perjanjian pokok, maka perjanjian pemberian garansi/jaminan selalu dikumulasikan dengan

54Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta, Liberti Offset, 1980), hal. 46-47.

55M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung, Alumni, 2002), hal. 6.

pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUHPerdata. Pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUH Perdata adalah perjanjian pokokyang berdiri tersendiri di samping perjanjian utang piutangnya, sehingga bila perjanjian utang piutang itu batal, maka pemberian indemnity ini tidak akan ikut menjadi batal56. Artinya semua tergantung kepada ketentuan perjanjian pemberian garansi yang mengatur bagian tersendiri dari perjanjian pokok sehingga tidak menghapuskan kewajiban dari guarantor untuk memberikan jaminan.

Lahirnya suatu perjanjian pemberian garansi dapat juga dikatakan sebagai terbentuknya atau telah dilakukan suatu penjaminan baik oleh perseorangan (personal guarantee) maupun suatu badan usaha (corporate guarantee) 57. Bentuk Perjanjian Pemberian Jaminan bersifat bebas, tidak terikat bentuk tertentu, dapat dibuat lisan maupun tulisan maupun dalam akta. Namun, lazimnya perjanjian penanggungan dibuat dalam bentuk tertulis guna kepentingan pembuktian di pengadilan.

Dalam kegiatan bisnis, perbankan tidak akan memberikan kredit kepada siapapun tanpa disertai dengan garansi. Diharapkan apabila ternyata di kemudian hari debitor lalai yaitu tidak membayar utang beserta bunga, maka garansi inilah yang akan dipergunakan oleh pihak kreditor (bank) untuk melunasi utang debitor. Pemberi garansi ini merupakan jaminan berupa orang pribadi/badan hukum (guarantor)

56M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Jakarta : Alumni, 2002), hal. 6.

57Pemberian jaminan harus diikuti dengan itikad baik. Pemberi Jaminan diharapkan memiliki suatu sikap dimana yang tidak hanya tunduk pada hal-hal yang secara tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga kepada kepatutan, kebiasaan, atau hukum yang memberikan suatu kewajiban menurut hakikat (nature) dari perjanjian tersebut. Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pascasarana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 190-191.

dengan tujuan melindungi kepentingan kreditor bersifat umum artinya dapat mengakibatkan seluruh harta kekayaan pemberi garansi menjadi jaminan dari debitor yang bersangkutan. Perjanjian pemberian garansi dapat diminta oleh kreditor dengan menunjuk pemberi garansi tertentu, atau yang diajukan debitor. Dalam pemberian garansi ini bukan berarti setiap orang atau badan hukum bisa menjadi penjamin, melainkan orang atau badan hukum memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1827 KUH Perdata yaitu

1. Cakap atau mampu untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian artinya tidak dibawah umur, dibawah pengampuan atau pailit.

2. Mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemberi garansi artinya yang bersangkutan dinilai mampu dan mempunyai harta yang cukup untuk memenuhi kewajibannya.

3. Berdiam di wilayah Indonesia, syarat ini bertujuan untuk memudahkan bagi kreditor (bank) di dalam menagih utang tersebut. Sebab bila pemberian garansi/penjamin berada di luar negeri tentunnya akan menyulitkan untuk menyelesaikan masalah penjaminan tersebut58.

Selain syarat khusus yang diatur pada Pasal 1827 KUH Perdata tersebut, perjanjian pemberian jaminan juga harus memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata59, yaitu:

58Pasal 1827 KUHPerdata.

59 Pasal 1320 KUH Perdata “Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat: (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) cakap untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; dan (4) suatu hal tertentu”.

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.

Perjanjian Pemberian Garansi dibuat oleh antara Kreditor dengan Penjamin dimana Penjamin menyatakan jaminan bahwa Penjamin akan menyelesaikan hutang debitor apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya. Untuk melindungi para pihak, maka Perjanjian Pemberian Garansi harus disepakati oleh para pihak yang mengikatkan diri, yaitu Kreditor dan Penjamin. Apabila Kreditor tidak sepakat (misalnya karena kreditor tidak yakin bahwa Penjamin mampu menyelesaikan hutang debitor) maka Perjanjian Pemberian Garansi tersebut tidak memenuhi syarat ini sehingga Perjanjian Pemberian Garansi tersebut batal demi hukum.

2. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum

Perjanjian Pemberian Garansi harus dibuat oleh pihak cakap membuat suatu perikatan. Dalam hal perjanjian pemberian jaminan diberikan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee), maka penandatangan perjanjian pemberian jaminan tersebut harus ditandatangani oleh pihak/orang yang berwenang untuk mewakili perusahaan, misalnya direktur perusahaan (dalam hal perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas)60 atau orang lain yang ditunjuk oleh perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UU No.40/2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal Perseroan hendak memberikan corporate guarantee terutama dengan menjaminkan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih

60Kewenangan direksi mewakili perusahaan merupakan tugas dari direksi untuk pengurusan perusahaan sehari-hari dan baik di dalam maupun di luar pengadilan., M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 346 – 348.

Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka Direksi wajib meminta persetujuan RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 102 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:

“Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:

a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau

b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”.

Berdasarkan isi Pasal di atas jelaslah bahwa, apabila Perjanjian Pemberian Jaminan tersebut dilakukan oleh pihak yang tidak cakap maka jelaslah bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum karena kecakapan merupakan syarat subjektif dari sahnya suatu perjanjian. Demikian halnya dengan pemberian jaminan utang yang lebih dari 50% dari harta bersih kekayaan tanpa persetujuan RUPS maka Perjanjian Pemberian Jaminan tersebut juga batal demi hukum.

3. Sesuatu hal tertentu

Mengingat sifat perjanjian pemberian jaminan yang subsidair, maka dalam perjanjian tersebut harus mengatur besarnya jumlah yang dijaminkan oleh penjamin kepada kreditur, dimana jumlah jaminan tidak boleh melewati jumlah hutang pada perjanjian pokok. Apabila jumlah penanggungan tidak dicantumkan atau jumlah penanggungan lebih besar dari jumlah hutang pokok, maka perjanjian pemberian jaminan tersebut tidak batal melainkan hanya sah untuk apa yang diliputi oleh perutangan pokok.61

4. Sebab hal yang halal

61Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 87-88.

Sebagai perjanjian yang bersifat accesoir dan subsidair, maka perikatan pokok yang mendasari Perjanjian Pemberian Jaminan harus didasari pada perjanjian/perikatan yang tidak melanggar peraturan perundangan. Apabila perjanjian pokoknya bertentangan dengan peraturan perundangan maka Perjanjian Pemberian Jaminan menjadi dapat dibatalkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang. Atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum..

B. Hak Istimewa Corporate Guarantor Sebagai Penjamin

Melalui Perjanjian Pemberian Jaminan, Corporate Guarantor wajib memenuhi kewajiban debitor sejak debitor cidera janji atau tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan.Corporate Guarantoryang telah mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor tersebut berada dalam posisi yang lemah62 sehingga perlu dilindungi oleh Undang-Undang dengan memberikan beberapa hak istimewa kepada Corporate Guarantor. Hak istimewa yang diberikan oleh KUH Perdata adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk menuntut lebih dahulu (voorrecht van uitwinning).

Hak untuk menuntut lebih dahulu ini adalah hak Corporate Guarantor untuk meminta agar harta debitor yang harus lebih dulu disita untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian, sehingga penyitaan harta Corporate Guarantor dapat

62Hal ini disebabkan karena pemberian garansi/jaminan dibuat untuk melindungi kepentingan kreditor, sehingga pada saat debitor mengalami kegagalan dalam pemenuhan kewajibannya, penjamin/guarantor segera dapat dimintakan untuk pemenuhannya berdasarkan perjanjian pemberian garansi/jaminan yang telah dibuat. Samsul Rais Siregar, Pelaksanaan Penanggungan Utang Sebagai Jaminan Dalam Pemberian Kredit, (Magister Kenotariatan USU: Tesis, 2007), hal. 65.

dilakukan hanya untuk memenuhi kekurangan apabila ternyata harta kekayaan debitor tidak cukup memenuhi kewajibannya. Apabila harta kekayaan debitor ternyata mencukupi untuk melunasi tagihan, harta kekayaan Corporate Guarantor harus bebas dari penyitaan dan penjualan63.

2. Hakuntuk membagi hutang (vorrecht van schuldsplitsing).

Hak untuk membagi hutang ini merupakan hak yang dimiliki oleh Corporate Guarantor apabila terdapat lebih dari satu penjamin terhadap seorang debitor, dimana Corporate Guarantor dapat memajukan hak untuk membagi utang debitor yang mereka jamin bersama kepada para penjamin (termasuk Corporate Guarantor) 64. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian hutang ini adalah:

a. Apabila ternyata salah seorang dari penjamin (termasuk Corporate Guarantor) tidak mampu untuk membayar bahagian yang ditentukan kepadanya, penjamin yang cukup mampu tidak wajib memikul pembayaran itu.

b. Apabila pembahagian utang itu datangnya atas kemauan sendiri dari pihak kreditor, kemudian ternyata salah seorang dari penjamin sedang dalam

63Hak untuk lebih dahulu menuntut harta kekayaan debitor harus dimajukan penjamin sebagai jawaban pertama pada persidangan di muka hakim. apabila dia lalai memajukannya pada jawaban pertama, dan baru kemudian dimajukan pada sidang atau jawaban berikutnya, maka hak untuk menuntut lebih dahulu kekayaan debitor, tidak lagi dapat diterima. Pasal 1833 KUHPerdata

64Seperti halnya hak mendahulukan penuntutan/penyitaan terhadap harta debitor, pada hal untuk membagi-bagi utang inipun harus dimajukan pada jawaban pertama dalam sidang pengadilan.

Apabila terlambat memajukannya maka hak untuk membagi utang harus dinyatakan tidak dapat diterima .

keadaan tidak mampu, kreditor tetap terikat atas pembahagian yang telah diperbuatnya65.

3. Hak untuk diberhentikan dari penjaminan

Corporate Guarantor berhak minta kepada kreditor untuk diberhentikan atau dibebaskan dari kedudukannya sebagai seorang penjamin dengan alasan Corporate Guarantor mungkin tidak dapat menggunakan hak-hak subrogasi.

Hak subrogasi timbul setelah Corporate Guarantor membayar atas utang debitor.

Hak subrogasi tidak dapat dilaksanakan karena Corporate Guarantor telah meneliti bahwa jaminan telah hapus atau tidak ada lagi karena kreditor membiarkan debitor menjual atau menghilangkan jaminan. Dengan kata lain Kreditor tidak mengamankan jaminan-jaminan atas utang debitor itu sehingga bila Corporate Guarantor membayar utang debitor, Corporate Guarantor yang demi hukum menggantikan hak kreditor (subrogasi) tidak memperoleh jaminan hipotik, hak tanggungan dan jaminan lainnya66.

Perjanjian pemberian garansi menimbulkan akibat hukum yang melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu debitur utama, kreditor dan penjamin.

1. Akibat Hukum Antara Corporate Guarantor dengan Kreditur Pemegang Corporate Guarantee

Corporate Guarantor yang telah mengikatkan diri membawa akibat hukum bagi Corporate Guarantor untuk melunasi utang debitor (si berutang utama) manakala

65Pasal 1838 KHUPerdata

66M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 325.

debitor cidera janji. Kewajiban Corporate Guarantor untuk melunasi utang debitor tersebut baru dilakukan setelah kreditor mengeksekusi harta kekayaan milik debitor yang hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi utangnya. Selama kreditor belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitor, Corporate Guarantor tidak memiliki kewajiban membayar utang debitor yang dijaminnya. Jadi meskipun Corporate Guarantor telah mengikatkan diri sebagai guarantor tidak serta merta memiliki kewajiban untuk membayar utang debitor.

Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab Corporate Guarantor hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi atau sama sekali Debitur Utama tidak memiliki harta benda yang dapat dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang mengaskan bahwa guarantor/penjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditor, selain jika Debitur Utama lalai sedangkan harta benda Debitur Utama ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.67

Pasal 1832 KUH Perdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata sehingga memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut langsung kepada seorang guarantor/penjamin untuk melunasi utang seluruhnya tanpa harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu, dalam hal penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan sita-lelang lebih dahulu atas harta benda debitor. Bagi Corporate Guarantor yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta

67Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 250-251.

pemberian garansi atau penjaminan maka kreditor dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan Corporate Guarantor tanpa harus menunggu sita-lelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu.68

2. Akibat Hukum Penjamin dengan Debitor

Jika Corporate Guarantor telah membayar utang Debitor Utama, maka Corporate Guarantor dapat menuntut kembali pembayaran tersebut dari si Debitor Utama, baik pemberian garansi itu terjadi dengan pengetahuan atau tanpa sepengetahuan debitor. Hak menuntut kembali tersebut lazim juga disebut hak regres, timbul karena diberikan oleh Undang-undang. Hak regres demikian tetap ada sekalipun tidak tercantum secara khusus dalam akta perjanjian pemberian garansi/jaminan. Hak regres itu timbul setelah Corporate Guarantor membayar utang Debitor Utama, baik pembayaran itu terjadi secara sukarela maupun atas dasar keputusan hakim yang memutuskan/menghukum Corporate Guarantor untuk membayar utang tersebut69.

Hak regres itu dilakukan baik mengenai utang pokok, bunga maupun biaya-biaya yang timbul. Corporate Guarantor juga berhak menuntut penggantian kerugian (yang berupa biaya, kerugian dan bunga) jika ada alasan untuk itu70.

Dari ketentuan undang-undang dapat disimpulkan bahwa Corporate Guarantor yang telah membayar itu mempunyai dua macam hak menuntut kembali terhadap si berutang, yaitu:

68Ibid, hal.250-251.

69Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberti Offset, 1980), hal. 100.

70Pasal 1839 Ayat 4 KUHPerdata.

a. Corporate Guarantor mempunyai hak menuntut kembali yang merupakan haknya sendiri terhadap debitor.

b. Corporate Guarantor yang telah membayar itu karena hukum bertindak menggantikan kedudukan kreditor mengenai hak-haknya terhadap debitor, menggantikan hak-hak kreditor karena subrogasi.

Dari kedua macam penuntutan kembali dari Corporate Guarantor tersebut dapat disimpulkan ada perbedaan mengenai akibat hukumnya. Pada hak regres yang merupakan hak sendiri dari guarantor, disini penjamin/guarantor mempunyai hak untuk menuntut kembali tidak hanya mengenai utang yang telah dibayarnya, melainkan juga berhak untuk menuntut penggantian kerugian yang timbul karena akibat penjualan terhadap barang Corporate Guarantor. Hak menuntut penggantian kerugian demikian tidak ada pada Corporate Guarantor yang menggantikan kedudukan kreditor. Sebaliknya pada Corporate Guarantor yang menggantikan hak-hak kredir yang karena subrogasi, memperoleh hak-hak kreditor terhadap si berutang, termasuk jaminan-jaminan accesoir yang melekat pada hak kreditor yang digantinya. Misalnya jika utang pokok itu dijamin dengan hipotik maka penjamin/guarantor juga memperoleh hak hipotik yang melekat pada utang tersebut.

3. Akibat Hukum Antar Penjamin

Apabila ada beberapa Corporate Guarantor yang telah mengikatkan diri untuk menjamin Debitor Utama yang sama dan untuk utang yang sama, maka bagi Corporate Guarantor yang telah melunasi utang Debitor Utama tersebut

mempunyai hak menuntut kepada Corporate Guarantor lainnya masing-masing sesuai bagiannya. Beberapa Corporate Guarantor yang menjamin debitor yang sama dan untuk satu utang yang sama diperlakukan seperti orang-orang yang berutang secara jamin menjamin, kecuali mereka menggunakan hak istimewa untuk meminta pemecahan utangnya71 . dengan demikian hal ini sesuai dengan prinsip teori keadilan dari Aristoteles bahwa seseorang tidaklah boleh melanggar hukum yang berlaku dan hukum yang berlaku dimaksudkan disini adalah Perjanjian Pemberian Jaminan tersebut.

C. Kedudukan Corporate Guarantor Yang Telah Melepaskan Hak Istimewa Perlindungan yang diberikan Pasal 1831 dan 1832 KUH Pedata kepada Corporate Guarantor dalam praktiknya dianggap memberatkan kreditur.

Perlindungan tersebut mengakibatkan kreditur terhalang untuk melaksanakan haknya sehingga diperlukan janji-janji khusus untuk mengesampingkan hak istimewa penjamin sebagaimana diatur dalam KUH Perdata di atas, seperti:

1. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk menuntut penjualan harta benda debitur lebih dahulu;

Sebagai Penjamin, Corporate Guarantor memiliki hak istimewa bahwa Corporate Guarantor tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban debitor kepada kreditor sebelum harta kekayaan debitor yang cidera janji tersebut, yang ditunjuk oleh penjamin, telah disita dan dijual, dan hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban debitor kepada kreditor. Oleh

71Sutarno, Op.cit, hal. 254.

karena itu, Corporate Guarantor hanya akan melunasi sisa kewajiban debitor yang belum dipenuhinya kepada kreditor.72

Pengecualian hal di atas dapat saja terjadi apabila Corporate Guarantor telah melepaskan hak istimewanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1831 dan 1832 KUHPerdata yang menentukan bahwa Corporate Guarantor tidak dapat menuntut supaya benda-benda debitor lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:73

a. Apabila Corporate Guarantor telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda debitor lebih dahulu disita dan dijual;

b. Apabila penjamin telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan Debitor Utama secara tanggung menanggung; dalam hal mana akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utangnya secara tanggung renteng.;

c. Jika debitor dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;

d. Jika debitor dalam keadaan pailit;

e. Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim.

Ternyata Kreditor Pemegang Corporate Guarantee juga diberikan hak yang cukup seimbang. Ketentuan tersebut memungkinkan kreditor untuk seketika menagih kepada Corporate Guarantor untuk melunasi semua kewajiban, prestasi,

72Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op. Cit., hal. 24-25 .

73Sunarmi, Op. Cit., hal. 197.

atau perikatan debitor, tanpa ia perlu terlebih dahulu menyita dan menjual harta

atau perikatan debitor, tanpa ia perlu terlebih dahulu menyita dan menjual harta

Dokumen terkait