• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : (1) metode pendekatan sistem untuk menganalisis kebutuhan berbagai stakeholders/komponen terkait, memformulasikan masalah yang ada, dan mengidentifikasi berbagai interaksi yang ada terkait sistem kemitraan di pesisir utara Propinsi Jawa Barat, (2) analisis finansial usaha perikanan tangkap dengan maksud dapat diketahui prospek dan kelayakan investasi usaha tersebut sebelum didukung pendanaannya oleh lembaga keuangan, (3) analisis linear goal programming (LGP) untuk mengoptimalkan peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak, dan (4) analisis strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan dengan maksud untuk mendapatkan strategi terbaik (prioritas) dalam pengembangan kemitraan yang lebih baik ke depan. Skema analisis dalam penelitian disajikan pada Gambar 10.

3.4.1 Pendekatan sistem

Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah yang dimulai dari analisis serangkaian kebutuhan untuk menghasilkan suatu sistem. Dalam penelitian ini, pendekatan sistem digunakan untuk menganalisis kebutuhan berbagai stakeholders yang terkait dengan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, memformulasikan masalah yang ada, dan mengidentifikasi berbagai interaksi yang ada sebagai sebuah dinamika sistem sesuai kondisi nyatanya. Tujuan akhir dari pendekatan sistem ini didapatkan pemecahan yang obyektif terkait kondisi usaha perikanan tangkap dalam hubungannya untuk bermitra dengan lembaga keuangan di pesisir utara Propinsi

Jawa Barat. Tahapan analisis menggunakan pendekatan sistem ini mengacu kapada Mannetsch dan Park (1977).

(1) Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan digunakan untuk menganalisis kepentingan berbagai stakeholders/komponen terkait dengan upaya pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan. Harapan dari analisis ini adalah kepentingan atau kebutuhan semua stakeholders terkait terakomodir dan potensi konflik dapat diminimalisir. Adapun stakeholders tersebut diantaranya nelayan, pengolah/pedagang ikan, perbankan, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya, PEMDA/Dinas Perikanan, tengkulak, dan lainnya.

(2) Formulasi masalah

Formulasi masalah merupakan kegiatan memformulasikan berbagai permasalahan yang terjadi pada interaksi usaha perikanan tangkap dengan nelayan sebagai sebuah sistem. Harapan dari analisis ini didapatkan berbagai jenis masalah yang berpotensi menganggu sistem kemitraan.

(3) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan kegiatan penggambaran interaksi antara kebutuhan dengan permasalahan yang ada yang perlu dipecahkan untuk mengakomodir kebutuhan sistem kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan. Harapan dari identifikasi ini adalah diketahuinya berbagai interaksi yang mewakili kondisi nyata dan dapat diidealkan dalam sebuah model kemitraan melalui akomodasi berbagai kebutuhan sistem. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output.

3.4.2 Analisis finansial usaha perikanan tangkap

Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui prospek berinvestasi pada usaha perikanan tangkap sehingga bantuan pendanaan dari lembaga keuangan di kemudian hari tidak sia-sia. Analisis finansial ini akan menentukan apakah suatu jenis usaha perikanan tangkap dikembangkan akan memberikan keuntungan secara finansial atau tidak. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan dari kegiatan investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi. Supaya dapat diperbandingkan, maka penerimaan dan pengeluaran tersebut dinyatakan dalam bentuk uang dan harus dihitung selama periode yang sama (Garrod dan Willis 1999).

Dalam analisis ini akan dikembalikan pada nilai kini (present value), karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai (cash flow). Kriteria yang akan digunakan dalam analisis finansial ini didasarkan pada analisis biaya-manfaat bagi usaha perikanan tangkap sehingga dukungan lembaga keuangan tepat sasaran. Adapun parameter finansial yang digunakan terkait maksud ini adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI) (Hanley dan Spash 1993).

(1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha perikanan tangkap yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Secara matematis, Net Present Value (NPV) dinyatakan dengan persamaan :

NPV =

= + n 1 t t i) (1 Ct) - (Bt ……….……… (1) Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate

t = periode

Bila NPV > 0 berarti investasi menguntungkan atau usaha perikanan tangkap tersebut layak, sehingga menjadi pertimbangan positif bagi dukungan lembaga keuangan. Bila NPV < 0 berarti investasi tidak menguntungkan atau usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan, sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka berarti investasi usaha perikanan tangkap tersebut hanya mengembalikan manfaat yang persis sama dengan tingkat social opportunity cost of capital.

(2) Benefit-Cost (B/C ratio)

Benefit-Cost (B/C ratio) merupakan perbandingan dimana persent value sebagai pembilang terdiri atas total dari manfaat bersih investasi usaha perikanan tangkap yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas persent value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar daripada manfaat kotor investasi usaha perikanan tangkap. Secara matematis, Benefit-Cost (B/C )dinyatakan dengan persamaan :

B/C =

= = < + > = n 1 t t n 0 t t 0 Ct) - (Bt i) (1 Bt) - (Ct 0 Ct) - (Bt i) (1 Ct) - (Bt ..………..……… (2) Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate t = periode

Bt = benefit pada periode tertentu Ct = cost pada periode tertentu

Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa nilai B/C ratio akan terhitung bila terdapat paling sedikit satu nilai Bt – Ct yang bernilai positif. Bila B/C ratio > 1, maka kondisi ini menunjukkan investasi usaha perikanan tangkap menguntungkan (NPV > 0). Terkait dengan ini, maka bila B/C ratio > 1 berarti investasi usaha perikanan tangkap layak sehingga menjadi pertimbangan positif bagi dukungan lembaga keuangan. Bila B/C ratio < 1 berarti investasi usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan, sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan.

(3) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih usaha perikanan tangkap. Bila setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur usaha. Secara matematis, Internal Rate of Return (IRR) dinyatakan dengan persamaan :

IRR = i1 + (i -i ) NPV - NPV NPV 1 2 2 1 1 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ………....………… (3) Keterangan :

i1 = interest rate yang menghasilkan NPV positif i2 = interest rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV pada discount rate i1

NPV2 = NPV pada discount rate i2

Usaha perikanan tangkap dinyatakan “layak” bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha perikanan tangkap tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV lebih kecil dari 0, berarti usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan dan ini menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan.

(4) Return on Investment (ROI)

Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima pemilik. Oleh karena itu, maka ROI merupakan parameter finansial yang paling dalam menyeleksi tingkat pengembalian investasi dari suatu usaha perikanan tangkap sebelum didukung secara penuh oleh lembaga keuangan. Parameter ROI ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan oleh lembaga keuangan karena tidak semua usaha perikanan tangkap termasuk di pesisir utara Propinsi Jawa Barat dapat memberikan keuntungan pantastis dan tingkat pengembalian investasi yang baik. Secara matematis, Return on Investment (ROI) dinyatakan dengan persamaan :

I B ROI = …………...…………...………… (4) Keterangan : B = benefit I = investasi

Terkait dengan analisis finansial ini, usaha perikanan tangkap di pesisir utara Propinsi Jawa Barat dapat dikatakan layak dan dapat didukung oleh lembaga keuangan bila usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, dan ROI > 1. Interest rate (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada Bank Indonesia (2008) yaitu 8,45 %.

(5) Payback Period (PP)

Payback Period (PP) digunakan untuk mengukur lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik

Benefit Investasi PP= Keterangan : B = benefit I = investasi

Bila nilai Payback Period (PP) semakin kecil, berarti pengembalian investasi semakin cepat, sedangkan bila nilai Payback Period (PP) semakin besar, berarti pengembalian investasi semakin lama.

3.4.3 Analisis linear goal programming(LGP)

Analisis linear goal programming (LGP) digunakan untuk mengoptimalkan peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap yang ada dan layak. Dalam analisis ini, potensi sumberdaya perikanan, kondisi finansial usaha perikanan, kondisi ekonomi dan budaya, modal kerja, jenis pembiayaan, dan sistem kerjasama lembaga keuangan menjadi pembatas dalam mengoptimalkan peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap. Hasil optimalisasi ini akan menjadi bagian dari penyusunan model

kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan pada tataran teknis perbaikan kinerja lembaga keuangan

Dalam analisis LGP terdapat dua jenis fungsi matematis penting, yaitu fungsi tujuan dan fungsi pembatas. Supranto (1991) dan Muslich (1993) menyatakan bahwa analisis linear goal programming mempunyai variabel deviasional dalam fungsi pembatasnya. Variabel deviasional tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan (deviasi) hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hendak dicapai. Harapan akhir dari analisis ini adalah akumulasi variabel deviasional menjadi minimum pada fungsi tujuan. Model linear goal programming untuk optimalisasi peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap di pesisir utara Propinsi Jawa Barat adalah :

Fungsi tujuan :

(

)

= + = m i DAi DBi Z 1 ...(5) Fungsi pembatas : m n mn m m m m m n n n n b x a x a x a x a DA DB b x a x a x a x a DA DB b x a x a x a x a DA DB = + + + + + − = + + + + + − = + + + + + − .... . . .... .... 3 3 2 2 1 1 2 2 3 23 2 22 1 21 2 2 1 1 3 13 2 12 1 11 1 1 dimana :

Z = Total deviasi yang akan diminimumkan. Total deviasi merupakan penjumlahan dari deviasi fungsi pembatas ke- 1 sampai ke-m. Bila total deviasi rendah, berarti deviasi atau simpangan fungsi pembatas dari yang diinginkan juga rendah, dan hal ini lebih diinginkan.

DBi = Deviasi bawah pembatas ke-i DAi = Deviasi atas pembatas ke-i

Cj = parameter fungsi tujuan ke-j

aij = parameter fungsi pembatas ke-i pada variabel keputusan ke-j

pembatas ke-i = kredit usaha menengah dan besar, kredit usaha mikro, kredit usaha mikro kecil, pembinaan usaha, biaya pengurusan kredit, n lain-lain

Xj = variabel putusan ke-j (jumlah dan jenis lembaga keuangan) Xj, DAi dan DBi > 0, untuk i = 1, 2,…., m dan j = 1, 2…., n

3.4.4 Analisis strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan

Analisis ini dimaksud untuk menetapkan strategi bila kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan benar-benar akan dikembangkan secara luas. Strategi tersebut sangat dibutuhkan supaya pengembangan kemitraan tersebut berhasil baik. Untuk maksud ini, maka penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan semua komponen dan pihak terkait suatu analisis hierarki yang dikenal dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Dalam kaitan dengan hierarki ini, AHP ini merupakan suatu analisis dengan pendekatan organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Terkait dengan ini, maka sistem kemitraan yang mempertimbangkan kepentingan semua komponen terkait dengan usaha perikanan tangkap, lembaga keuangan, dan lainnya menjadi fokus perhatian baik dalam penyusunan hierarki maupun proses analisisnya.

Dalam kaitan dengan analisis strategi yang menjadi pelengkap model pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, maka analisis menggunakan AHP ini dirancang sedemikianrupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait. Dalam menggunakan AHP, berbagai komponen yang berinteraksi/terkait dengan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan tersebut akan dikelompokkan ke dalam beberapa level/hierarki, misalnya level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan (Wilson et al 2002).

Harapan akhir dari analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) ini adalah diketahuinya prioritas dari setiap opsi strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, beserta kestabilan/sensitivitas dari strategi tersebut dalam aplikasi nyatanya di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. Hal penting, supaya dapat dilakukan antisipasi di kemudian hari dan model yang dikembangkan menjadi akomodatif terhadap setiap perubahan nyata di lapangan. Adapun tahapan analisis dalam analisis strategi kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan ini adalah :

(1) Pendefinisian komponen

Pada tahapan ini, semua komponen/variabel yang berkaitan dengan pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan ditetapkan dan didefinisikan. Lingkup komponen yang didefiniskan mencakup kriteria pengembangan kemitraan yang harus dicapai, pembatas (limit factor) dalam pengembangan kemitraan, dan alternatif strategi yang menjadi opsi strategi pengembangan.

(2) Penyusunan struktur hierarki

Pada tahapan ini, semua interaksi komponen atau variabel yang telah didefinisikan disusun secara bertingkat dalam bentuk struktur hierarki AHP yang dimulai dari tingkat paling atas berupa tujuan umum (level 1), dilanjutkan dengan sub tujuan/kriteria (level 2), pembatas/limit factor (level 3) dan opsi strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan pada tingkatan paling bawah hierarki (level 4). (3) Penetapan skala banding dan pembobotan

Pada tahapan ini, skala banding satu sama lain komponen/variabel penyusun ditetapkan. Hal ini dibutuhkan untuk menganalisis kepentingan setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai dalam pengembangan kemitraan (setiap kompenen di level 2), menganalisis kepentingan setiap pembatas (limit factor) pengembangan yang perlu diperhatikan untuk setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai (setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2), dan menganalisis kepentingan setiap alternatif strategi

yang menjadi opsi strategi pengembangan untuk setiap pembatas pengembangan pada setiap kriteria pengembangan (komponen di level 4 untuk setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2).

Tabel 3 Ketentuan skala banding berpasangan Intensitas

pentingnya Definisi Penjelasan

1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan

Kedua komponen pentingnya sifat

Komponen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan komponen yang lainnya. Komponen yang satu esensial atau sangat penting dibanding komponen yang lainnya. Suatu komponen jelas lebih penting dari komponen lainnya.

Satu komponen mutlak lebih penting ketimbang komponen yang lain.

Nilai-nilai antara dua pertimbangan dua yang berdekatan.

Jika suatu aktivitas mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila di

bandingkan dengan j.

Dua komponen menyumbangkan sama besar pada sifat itu. Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu komponen atas lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu komponen atas komponen lainnya. Suatu komponen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek.

Bukti yang menyokong komponen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

Kompromi diperlukan antara pertimbangan.

Sumber : Saaty (1993)

Penetapan skala banding ini dan sistem pembobotannya mengacu kepada skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) pada Tabel 3. Lebar dan jumlah skala yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan untuk membedakan dari setiap komponen yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapang. Pembobotan diberikan berdasarkan taraf relatif pentingnya suatu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya di level yang sama. Dalam pembobotan, diusahakan agar setiap komponen mempunyai

skala yang sama sehingga antara komponen satu dengan komponen lainnya dapat diperbandingkan.

(4) Formulasi data

Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding perpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki dan input data ini dilakukan menggunakan Program Expert Choice 9.5, sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan program Microsoft Excel.

(5) Simulasi

Simulasi dilakukan setelah data terkait diinput ke dalam program. Simulasi merupakan kegiatan menganalisis dan membandingkan data semua komponen yang ada dengan prinsip hasil banding antar dua pasangan komponen diperbandingkan dengan hasil banding antar dua pasangan komponen lainnya di level sama dan hasil perbandingan tersebut dilanjutkan ke level di atasnya hingga berakhir di level 1. Simulasi seperti ini merupakan upaya pertimbangan terhadap kepentingan semua komponen yang terkait sehingga strategi pengembangan kemitraan yang menjadi prioritas benar-benar merupakan strategi terbaik.

(6) Pengujian konsistensi dan sensitivitas

Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sentivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan. Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih berarti data yang digunakan tidak konsistensi dan harus dilakukan pengambilan data ulang.

Tabel 4 Kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas AHP

Jenis Pengujian Kriteria

Rasio inconsistency < 0,1

Sensitivity test Diharapkan tidak terlalu sensitif

Sedangkan untuk uji sensitivitas diharapkan hasil simulasi yang tidak terlalu sensitif. Bila hasil simulasi terlalu sensitif berarti strategi pengembangan kemitraan yang dipilih sebagai prioritas terlalu labil terhadap dinamika yang berkembang dalam usaha perikanan tangkap yang didukung lembaga keuangan yang ada. Kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas AHP disajikan pada Tabel 4.

(7) Interpretasi hasil

Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis AHP dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan dan sensitifitas/kestabilan prioritas strategi terhadap berbagai perubahan yang terjadi secara nyata di lokasi. Dalam penerapannya, strategi prioritas akan digunakan landasan atau acuan untuk membangun kemitraan tersebut dengan mengedepankan pemenuhan kepentingan semaua stakeholders terkait di lokasi. Selama kemitraan berjalan mungkin terdapat intervensi atau ketidakpuasan dari salah satu atau beberapa stakeholders yang ada. Pada kondisi ini, hasil uji sensitifitas/kestabilan dari strategi prioritas menjadi petunjuk sejauhmana keandalan strategi prioritas tersebut untuk memecahkan masalah dalam kemitraan yang dibangun. Bila tingkat intervensi melebihi batas kestabilannya, maka strategi tersebut tidak lagi menjadi prioritas dan harus diganti dengan strategi lainnya yang lebih sesuai berdasarkan hasil analisis AHP.

Dokumen terkait