• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian

2. Analisis Mobilitas Sosial Masyarakat Betawi di Kemang

Mobilitas sosial menurut Horton dan Hunt diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari

strata yang satu ke strata lainnya. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik (social-climbing) dan yang turun (sosial-sinking). Dari hasil temuan peneliti, perubahan pekerjaan yang dilakukan masyarakat Betawi membuat mereka mengalami mobilitas vertikal.

Gejala perekonomian yang terjadi di wilayah Kemang tidak terpisahkan dari aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat asli. Kondisi seperti ini selalu melekat dalam sosialitas kehidupan masyarakat. Perubahan yang diakibatkan kedatangan WNA yang menyebabkan banyaknya investor yang menanamkan modal di kawasan Kemang mengharuskan masyarakat Betawi merespon dengan adaptasi dan kemajuan peningkatan ekonomi. Sehinga banyak ragam usaha yang mereka dirikan sebagai bentuk kebertahanan hidup. Bagi kelas atas pada masyarakat Betawi di Kemang, sejak dulu telah memiliki modal berupa kepemilikan atas tanah yang luas, peternakan sapi, dan gelar haji. Kebertahanan akan status sosial yang dimiliki dilakukan dengan cara memanfaatkan peluang usaha yang sebesar-besarnya dengan mengakumulasikan modal yang dimiliki sebagai upaya mempertahankan posisi sosialnya di masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh HE, ia mengalihkan usaha peternakan sapinya dengan membangun 10 kontrakan petak dan 1 buah kontrakan WNA yang semakin lama berkembang. Usaha kontrakan merupakan penghasilan yang didapatkan dari invetasi jangka panjang. Selain itu ia juga memiliki usaha toko bunga sebagai penunjang roda perekonomiannya.

Bagi kelas menengah pada masyarakat Betawi di Kemang, ditandai dengan keinginan dan usaha menaiki tangga sosial dari perubahan pekerjaan yang

130

dilakukannya sehingga kepemilikannya bertambah. Obsesinya ditonjolkan dengan mengikuti budaya kelas atas dengan perjuangannya mengumpulkan status simbol untuk mendapatkan pengakuan dari yang lain. Seperti yang dilakukan oleh HB dan HK yang berusaha meningkatkan taraf kehidupannya dari pekerjaan yang digelutinya yaitu sebagai makelar tanah dan wiraswasta dibidang ukiran. Sehingga akhirnya mereka dapat menambah kepemilikan sekaligus memperoleh gelar haji yang dapat meningkatkan status sosialnya di masyarakat.

Pada kelas bawah, yang tidak memiliki kepemilikan banyak hal yang dilakukan adalah dengan mengandalkan pekerjaan-pekerjaan seperti tukang parkir, tukang ojek, supir, kuli bangunan, dan lainnya. Peralihan pekerjaan yang dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan kemajuan sosial ekonomi di wilayah Kemang, dimanfaatkan oleh Salim dan Sainih. Posisi sosial ekonomi pada masyarakat Betawi ditentukan dari banyaknya modal yang dimiliki, semakin banyak modal yang dikuasai semakin baik pula posisi sosial mereka. Dan sebaliknya, bagi mereka yang tidak memiliki modal atau kelas bawah mereka harus berusaha meraih status sosial dengan modal yang minim.

Penurunan status sosial pada masyarakat Betawi di Kemang dapat terjadi karena kepemilikan yang berkurang. Sebagai contoh adalah HU yang sebelumnya bermata pencaharian sebagai peternak sapi perah. Posisi sosialnya saat menjadi juragan ternak sapi berada di posisi kelas atas. Akan tetapi, ia beralih pekerjaan menjadi supir WNA berkebangsaan Australia. Pekerjaan yang digeluti sebagai supir membut status sosial Husin menurun karena tidak mengakumulasikan modal yang dimiliki dengan pergi haji, mendirikan usaha kontrakan atau usaha lainnya.

Status sosialnya turun dikarenakan peralihan pekerjaan yang dilakukannya sebagai supir membuatnya menjadi bawahan dari orang lain.

Menurut Sorokin gerak sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Adapun salah satu saluran tersebut ialah Organisasi Politik atau Organisasi Kemasyarakatan. Di Kemang terdapat sebuah organisasi kemasyarakatan yang dapat dijadikan saluran mobilitas sosial bagi masyarakat Betawi yaitu Forkabi. Keberadaan organisasi kemasyarakatan dapat membantu masyarakat Betawi melakukan mobilitas sosial. Seperti yang dilakukan oleh HMU yang dulunya adalah seorang pengangguran kini dapat bekerja sebagai kepala satpam di HERO Kemang karena keikutsertaannya dalam organisasi Forkabi. Adapun salah satu misi Forkabi yaitu mensejahterakan orang Betawi diwujudkan dengan menciptakan dan memberikan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha. Adapun kegiatan dan programnya adalah dengan menempatkan orang-orang Betawi di tempat-tempat strategis baik dipemerintah maupun swasta. Kemudian, menyiapkan tenaga kerja yang produktif melalui pendidikan, kewirausahaan, keterampilan dan koperasi.

Berdasarkan pembahasan hasil temuan di atas, dapat dikatakan bahwa sistem mata pencaharian sebuah komunitas akan senantiasa berubah dan berkembang. Perubahan dan perkembangan ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, faktor internal yang terkait dengan aspek alamiah dan sosial. Kedua, faktor eksternal. Secara internal tidak terhindarkan terjadinya perubahan pada lingkungan alam. Peruntukan penggunaan lahan tanah, komposisi penggunaan tanah, dan persepsi masyarakat terhadap tanah terus mengalami perubahan.

132

Masyarakat Betawi di Kemang yang pada awalnya bermatapencaharian dengan kegiatan-kegiatan perekonomian yang berkaitan dengan tanah, dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, berubah juga sistem mata pencahariannya. Kekuatan eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap terjadinya perubahan mata pencaharian hidup masyarakat Betawi di Kemang adalah masuknya investasi dari luar melalui berbagai kegiatan dan program pembangunan ekonomi. Program pembangunan tersebut ialah perumahan bagi WNA yang selanjutnya diikuti oleh pembangunan tempat-tempat hiburan seperti kafe, diskotik, restaurant, mall dan lain-lain. Sehingga lambat laun Kemang menjadi sebuah kawasan niaga yang dikategorikan sebagai kawasan dengan gaya hidup kelas atas. Hal ini tentunya akan menyebabkan masyarakat Betawi yang merupakan penduduk asli di Kemang mengalami mobilitas sosial.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa mobilitas sosial yang dilakukan oleh masyarakat Betawi di Kemang adalah mobilitas vertikal naik dan turun. Peralihan mata pencaharian yang dilakukan masyarakat Betawi di Kemang lebih condong mengarah pada mobilits vertikal turun. Hal ini dikarenakan masyarakat Betawi yang sebelumnya mempunyai modal berupa tanah, kepemilikannya semakin berkurang. Hanya sebagian yang dapat memanfaatkan kepemilikan tanahnya dengan melihat peluang yang ada yaitu usaha penyewaan rumah bagi WNA. Sebagian besar masyarakat Betawi di Kemang lebih memilih menjadi pekerja dari para pengusaha, menjadi supir, tukang ojek, dan berwiraswasta. Pendidikan rendah membuat masyarakat Betawi hanya menduduki posisi bawah dari pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di Kemang.

133 A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti melakukannya dengan observasi, pengamatan, wawancara, serta dokumentasi maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembangunan kawasan niaga merupakan dampak dari datangnya WNA di Kemang pada tahun 1975. Lahan-lahan persawahan dan perkebunan milik warga Betawi lambat laun tergusur dengan adanya pembangunan perumahan berkavling besar yang diperuntukkan untuk WNA dan pusat kegiatan ekonomi. Kedatangan WNA menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada masyarakat Betawi di Kemang dari masyarakat yang bersifat agraris menjadi masyarakat modern. Perubahan tersebut berdampak pada peralihan mata pencaharian pada warga Betawi dari mata pencaharian tradisional ke mata pencaharian sektor formal dan informal. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No.140 Tahun 1999 tentang perubahan Kemang menjadi Kampung Modern Internasional menyebabkan semakin menjamurnya pusat kegiatan ekonomi seperti Kafe, apartement, mall, dan lain-lain. Hal ini membuat warga Betawi semakin terpinggirkan dan mereka harus melakukan perubahan mata pencaharian. Dampak dari adanya pembangunan kawasan niaga di Kemang yaitu terciptanya lapangan pekerjaan yang beragam. Karena terdapat hambatan pada warga Betawi yaitu pendidikan yang rendah kebanyakan warga Betawi memilik beralih pekerjaan ke sektor informal. Terdapat

faktor-134

faktor pendorong terjadinya perubahan mata pencaharian pada masyarakat Betawi di Kemang. Faktor tersebut dibagi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya antara lain keinginan meningkatkan taraf hidup, keinginan berhaji tanpa menjual tanah, dan karakteristik masyarakat Betawi yang gengsi. Sedangkan faktor eksternalya yaitu adanya kesempatan kerja, lahan yang dimiliki telah habis, dan kedatangan WNA maupun pendatang. 2. Mobilitas sosial yang dilakukan pada masyarakat Betawi di Kemang adalah

mobilitas vertikal naik dan mobilitas vertikal turun. Akan tetapi lebih condong mengarah pada mobilitas vertikal turun. Hal ini dikarenakan hanya sebagian masyarakat Betawi yang dapat memanfaatkan kepemilikan tanahnya dengan melihat peluang yang ada yaitu usaha penyewaan rumah bagi WNA. Sebagian besar masyarakat Betawi di Kemang lebih memilih menjadi pekerja dari para pengusaha. Pendidikan rendah membuat masyarakat Betawi hanya menduduki posisi bawah dari pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di Kemang. Selain itu terdapat saluran mobilitas sosial vertikal bagi masyarakat Betawi di Kemang yaitu adanya organisasi Forkabi

B. Saran

Menyadari bahwa, penelitian yang dilaksanakan ini tidak terlepas dari terbatasan-keterbatasan, maka dalam kesempatan ini disarankan kepada pihak yang berkompeten untuk mengkaji lebih seksama beberapa pokok persoalan yang ternyata luput dari kerangka pemikiran penelitian ini. Adapun saran yang biasa direkomendasikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti ingin menghimbau bagi masyarakat Betawi untuk lebih jeli dan kreatif melihat potensi dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada di Kemang baik sektor formal maupun sektor informal. Karena semakin berkembangnya kawasan niaga Kemang akan mendatangkan banyak kesempatan kerja dan menyebabkan berdatangannya para pendatang sehingga terjadi persaingan antara masyarakat Betawi dengan pendatang. Peningkatan kualitas diri juga dibutuhkan agar keberadaan masyarakat Betawi tidak semakin terpinggirkan tetapi justru menikmati perkembangannya. Keterampilan dan pendidikan untuk generasi selanjutnya harus lebih ditingkatkan sehingga dapat meluaskan wawasan mereka dan dapat ikut bersama kelompok lain berpartisipasi secara wajar dalam pembangunan ini.

2. Untuk pengusaha di Kemang, dalam perekrutan karyawan harus melibatkan penduduk sekitar dengan memberikan kesempatan berkarier pada posisi tertentu dan memberdayakannya. Untuk Forkabi, membuat program kerja dengan memberikan pelatihan dan keterampilan seperti menjahit, bengkel dan teknologi komputer, mengaktifkan kembali kegiatan koperasi agar dapat memberikan modal pinjaman usaha bagi masyarakat Betawi yang kekurangan modal serta membuat program pemberian beasiswa bagi anak Betawi yang berpotensi dan berbakat.

136