• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI-NILAI DIDAKTIS DI DALAM NOVEL NO ONE’S PERFECT

3.1. Sinopsis Cerita No One’s Perfect

Hari itu tanggal 6 april 1976, sinar matahari lembut menyinari pepohonan cherry yang bunganya sedang mekar-mekarnya. Hari itu tidak akan pernah terulang dalam hidupnya tapi akan terus diperingatinya tiap tahun. Hari itu adalah hari yang paling indah dalam hidupnya sebagai seorang anak. Ya, itu jerit tangis yang pertama bayi laki-laki yang kuat yang lahir dari pasangan yang saling mencintai. Kecuali ada satu hal yang tidak biasa: bayi itu lahir dengan anggota tubuh yang tidak lengkap. Dia terlahir sebagai penyandang Tetra Amelia, yaitu suatu keadaan dimana seseorang dilahirkan tanpa tangan dan kaki. Selama 3 minggu setelah dilahirkan, ibu sang bayi tidak diperkenankan bertemu dengan bayinya oleh pihak Rumah Sakit dan para dokter, hal itu mereka lakukan untuk menjaga kondisi psikologis sang ibu pasca melahirkan. Sampai pada suatu hari, hari pertama dimana bayi itu dipertemukan dengan ibunya untuk yang pertama kali, reaksi yang diperkirakan kebanyakan orang ternyata bertolak belakang, ibu sang bayi tidak teriak histeris melihat bayi yang dilahirkannya, ibu sang bayi malah tersenyum tulus sambil berkata: “anakku kamu sangat tampan”. Semua orang yang menyaksikan merasa sangat terharu.

Bayi itu akhirnya diberi nama Hirotada ( ) oleh ayahnya memilih karakter Hiro ( lautan) untuk memberi arti “sebuah hati sebesar lautan pasifik” dan Tada ( benar) yang berarti “menjaga dunia di jalan yang benar”. Terlebih Tada ( ) tampak mirip dengan karakter negara ( ) yang berkaitan dengan rasa ( ) yang dikelilingi oleh pembatas-pembatas.

Tetapi dalam karakter Tada salah satu sisinya terbuka, yang berarti seorang raja yang dapat bergerak bebas dan mempunyai banyak ide membangun, dan dibelakang nama ditambah nama Ototake, mengambil nama keluarga. Jadi nama lengkap bayi tersebut adalah Hirotada Ototake.

Kehidupan mereka dimulai disebuah desa yang bernama Kasai di bagian Edogawa yang terletak dipinggir Tokyo. Oto menjalani masa balitanya di daerah tersebut sampai usianya menginjak 4 tahun. Ketika berusia genap 4 tahun, keluarga Oto memutuskan untuk pindah ke Yohga di bagian Setagaya karena orangtua Oto ingin memasukkan Oto ke taman kanak-kanak Seibo. Disinilah memori Oto kecil dimulai.

Pada hari pertama masuk sekolah Ototake selalu menjadi pusat perhatian dan pusat kerumunan anak-anak sekolahnya, mereka akan bertanya “kenapa kamu duduk di kursi ini?, kenapa tanganmu sangat kecil? Kenapa kakimu pendek sekali? Kenapa kamu tidak turun saja dari kursi ini ?, kenapa, kenapa, kenapa ?”, mereka tidak akan berhenti bertanya sebelum Ototake menjelaskan semuanya. Lama kelamaan Ototake bersyukur dan merasa beruntung telah terlahir sebagai orang cacat, karena tanpa tangan dan kaki ditambah selalu duduk di kursi roda, Ototake menjadi anak terpopuler disekolah karena selalu dikelilingi teman-teman. Sedikit demi sedikit sifat keras hati Oto kecil mulai tumbuh, Oto menganggap dirinya superior dan bersikap layaknya seorang raja diatas kursi roda, dengan barisan pengawal setia dibelakang kursi rodanya. Dia sering memerintahkan ini dan itu kepada teman-temannya. Teman yang merasa takut tersisihkan dari kelompok akan menuruti permintaan Oto.

Menamatkan sekolah di TK Seibo, orangtua Oto ingin melanjutkan pendidikan Oto ke SD negeri. Tetapi harapan orangtua Oto ternyata tidak gampang, SD negeri menolak Oto dengan alasan tidak menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat. Mereka mulai mencoba dengan sekolah swasta., karena pernah mendengar sekolah swasta memiliki pengertian pada anak yang

cacat, tetapi semuanya sia-sia. Orangtua Oto bahkan tidak menemukan sekolah yang mengizinkan Oto menjalani tes masuk. Bisa dikatakan pintu sekolah itu dibanting di muka mereka. Tepat ketika orangtua Oto mulai menyerah dan mulai berpikir kalau Oto tidak akan mendapat pendidikan umum, suatu berita datang dan mengubah keadaan pada waktu itu. Sebuah surat pemberitahuan tentang pemeriksaan kesehatan bagi anak usia sekolah. Surat itu berasal dari sebuah SD yang sejak awal sudah dicoret dari daftar yang dibuat orangtua Oto. Tapi sepertinya pihak sekolah tidak tahu keadaan Oto yang sebenarnya. Sesuai dugaan pihak sekolah tidak mengetahui bahwa Oto adalah seorang penyandang cacat berat. Pihak sekolah berusaha menolak dengan berbagai alasan ketika ayah Oto memberi penjelasan. Tapi setelah usaha yang ulet dari orangtua Oto, pihak sekolah mengizinkan tes kesehatan untuk Oto. Tes kesehatan berjalan dengan sukses, saat sesi wawancara pun tiba, yang bertindak sebagai pewawancara pada sesi ini adalah kepala sekolah Yohga sendiri. Pada saat ini Oto bersikap sebaik mungkin dan menjawab pertanyaan kepala sekolah dengan sangat baik, pada hari berikutnya adalah sesi bertemu dengan pihak Dewan Sekolah, pada sesi ini Oto menunjukkan bahwa dia bisa melakukan apa saja yang bisa dilakukan oleh anak yang normal. Seperti menulis, makan dengan sendok dan garpu, menggunting kertas, bahkan berjalan, tentu saja itu semua memerlukan teknik khusus. Semua yang didemonstrasikan Oto itu membuat semua anggota dewan tercengang dan memberi Oto pujian, akhirnya semua perjuangn Oto dan Orangtuanya membuahkan hasil, Oto memperoleh izin untuk bersekolah disitu dengan satu syarat, yaitu ada pengawas pribadi yang mengantar Oto kesekolah, menunggunya selama belajar, lalu menemani sampai pulang kerumah. Syarat itu disetujui orangtua Oto.

Pengalaman hari pertama bersekolah di SD Yohga mirip dengan di TK Seibo , reaksi teman-teman baru ketika melihat Oto juga sama. Merasa aneh, ingin mendekat, sedikit takut, dan

ingjn mencari tahu penyebabnya. Keadaan ini menjadi perhatian seorang sensei yang bernama sensei Takagi yang mengajar di kelas Oto. Sebagai anak yang “berbeda” Oto banyak mendapat perlakuan yang istimewa dari sensei-sensei lain, tapi tidak dengan sensei Takagi. Oto malah mendapat perlakuan yang terasa memberatkannya seperti tidak boleh seorang anakpun membantu Oto mengambil perlengkapan belajar dari loker, tidak boleh mendorong kursi roda Oto, bahkan di kelas Oto tidak boleh duduk di kursi roda, dia harus berjalan seperti anak lainnya. Tindakan ini mendapat protes keras dari guru-guru lain dan murid. Tapi di balik kekejamannya itu sensei Takagi adalah seorang guru berhati suci yang memiliki tujuan untuk membiasakan Ototake dapat hidup secara normal dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Sensei Takagi ingin Ototake kelak dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi.

Ketika SD pelajaran kesenangan Ototake adalah olahraga. Terdengar sangat bertolak belakang dengan keadaan fisiknya. Tapi itulah kenyataannya. Oto berhasil mendaftarkan dirinya di berbagai cabang olahraga sekolah, seperti lari, sepak bola dan renang. Hal tersebut membuat orang-orang disekitar Oto terkejut dan heran, tapi Oto membuktikan bahwa dia bisa melakukan hal tersebut, dengan bimbingan sensei yang selalu mendukungnya. Bahkan berkat ketekunannya berlatih dan kemajuan-kemajuan yang dicapai selama berlatih, Oto berhasil meyakinkan pihak sekolah untuk dapat mengirimnya sebagai wakil untuk ikut pertandingan lari dan renang pada hari olahraga. Oto pun berhasil masuk sebagai peserta dalam pertandingan tersebut melawan anak-anak normal, tapi fisik yang dimiliki Oto belum memungkinkan Oto untuk menang pada lomba tersebut. Tetapi Oto seolah menjadi pemenang sejati pada acara tersebut karena hampir semua penonton khususnya penonton wanita menangis terharu dan menyemangati Oto ketika pertandingan berlangsung. Oto manjadi bintang lapangan pada saat itu.

Menamatkan pendidikan dasar di SD Yohga, Oto melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Yohga. Kebanyakan anak yang mendaftar di sekolah ini juga berasal dari SD Yohga. Masuk di sekolah ini Oto dan keluarganya tidak mendapatkan penolakan karena pihak sekolah telah mengenal dan mengetahui kemandirian Oto di SD Yohga dulu. Tidak lama setelah masuk ke SMP Yohga Oto mengambil ekstrakurikuler basket. Hal ini menggemparkan ayah dan ibu Oto yang sebenarnya telah terbiasa dengan tingkah laku aneh anaknya. Seperti di SD Yohga dulu Oto sangat tekun dan bersungguh-sungguh ketika latihan, dia berusaha menguasai teknik-teknik basket tentunya dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan oleh orang normal. Berkat kegigihannya ini untuk sekali lagi oleh pihak sekolah Oto diperbolehkan untuk ikut bertanding memperkuat timnya dalam pertandingan basket antar sekolah, dan Oto melakukan tugasnya dengan sangat baik dan akhirnya tim mereka berhasil memenangkan pertandingan tersebut.

Oto adalah seorang penggemar festival dan pecinta pesta. Dia sangat menyenangi festival budaya dan berbagai pesta seperti pesta kebun, pesta ulangtahun, wisata sekolah, pesta kembang api, pesta natal, dan pesta tahun baru. Pada usia SMP ini seperti kebanyakan anak normal lainnya Oto mengalami masa puber, Oto mulai merasakan rasa ketertarikan kepada lawan jenis, pada masa ini Oto ditaksir oleh salah seorang junior melalui sepucuk surat. Momen ini membuat Oto merasa tersanjung, karena ada perempuan yang tertarik dengan seorang laki-laki berpenampilan istimewa seperti Oto.

Pada bulan April 1992, Oto masuk ke SMA Toyama Metropolitan. Di sekolah ini Oto kembali menunjukkan keeksentrikannya dengan masuk ke klub Football, tapi keinginan Oto ini pada awalnya mendapat pandangan sinis dari teman-temannya yang hanya menilai orang dari penampilan fisiknya. Oto tidak perduli dengan itu semua dan berkat keahliannya dalam meyakinkan orang-orang disekitarnya, Oto akhirnya diterima dalam tim Football sekolahnya. Di

masa SMA ini Oto juga menunjukkan bakatnya yang lain, yaitu dalam bidang seni, Oto tergabung dalam tim pembuat film yang akan dipertunjukkan dalam festival budaya Toyama. Oto bertindak sebagai asisten sutradara, dan film itu mendapat pujian yang sangat baik dari para pangamat film dan penonton.

Menamatkan pendidikan di SMA dengan nilai yang tidak terlalu baik Oto memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah, Oto mulai masuk sekolah prakuliah. Oto mencoba untuk mendaftar di bebagai sekolah prakuliah yang etrdapat di kotanya, yaitu kota Takadanobaba, tetapi tak satupun sekolah prakuliah itu bersedia menerima Oto dengan alasan mereka tak memiliki fasilitas untuk penyandang cacat seperti Oto, dan mereka tidak mau menerima resiko bila terjadi sesuatu pada Oto bila mereka menerima Oto di sekolah mereka. Akhirnya Oto mandapatkan sekolah prakuliah yang mau menerimanya, yaitu sekolah prakuliah di daerah Okubo, yang bisa dicapai dengan menggunakan Sinkansen. Seperti biasa Oto memiliki banyak teman, dan mulai belajar dengan sungguh-sungguh, sampai pada akhirnya ujian masuk perguruan tinggi pun tiba. Oto mengerjakan ujian tersebut dengan penuh konsentrasi, hingga saat pengumuman hasil ujian pun tiba. Oto diterima masuk perguruan tinggi Waseda pada 5 Jurusan yang dia pilih. Itu berarti Oto berhasil masuk ke dalam semua jurusan yang dia pilih. oto akhirnya datang sebagai mahasiswa baru di bagian ilmu Politik, fakultas Ilmu politik dan Ekonomi, universitas Waseda pada tahun 1996.

Pada masa kuliah ini Oto mulai memikirkan masa depannya, suatu malam di musim gugur Oto memikirkan cita-cita apa yang sebenarnya ingin ia capai, apa yang ingin dia lakukan agar berguna bagi orang lain dan bisa membahagiakan orang-orang disekitarnya, dan berkembang menjadi apa hal yang paling penting dalam dirinya?. Pada awalnya Oto berpikir bahwa uang dan prestise adalah prioritas utama untuk mencapai keinginannya, oto teringat akan

cita-citanya semasa SMP dan SMA yaitu menjadi pengacara, karena Oto memang memiliki keahlian yang luar biasa dalam mengolah kata dan dalam hal mempengaruhi orang-orang disekitarnya. Tetapi tujuan utama Oto tentu saja uang dan prestise. Karena dia berpikir seorang pengacara selalu berpenampilan serius dan memiliki pendapatan yang tinggi. Tapi seiring berjalannya waktu Oto kembali memikirkan arah hidup dan apa yang dicarinya dalam hidup ini. Akhirnya Oto sadar bahwa uang dan prestise bukanlah segala-segalanya. Ada hal yang lebih penting yaitu membuat diri sendiri memiliki arti penting dalam kehidupan orang lain. Membuat diri menjadi berharga bagi orang lain, membuat sesuatu untuk orang banyak, untuk masyarakat, hidup dalam lingkungan yang saling mengasihi, mengerti dan dimengerti oleh sebanyak mungkin orang.

Karena pikiran yang serius untuk mendedikasikan hidupnya untuk berbagi dengan sesama ini, pada masa kuliah Oto memlilih untuk tidak tergabung dalam satupun klub olahraga. Oto memilih klub-klub yang lebih serius seperti ESS (english Speaking Society). Pada waktu mengikuti klub ini Oto berhasil memenangkan berbagai lomba pidato berbahasa Inggris. Selesai dari ESS, Oto masuk ke AIESEC ( asosiasi internasioanal bagi pelajar dalam bidang ekonomi dan manajemen bisnis).

Pada permulaan tahun 1997, pemerintah Waseda mengadakan sebuah festival Ecosummer yang berlangsung selama 2 tahap di universitas Waseda. Tahap pertama adalah kampanye daur ulang sampah yang berakhir dengan sukses, tahap kedua adalah “ kampanye komunitas masyarakat hidup di Waseda”, disinilah Oto terlibat aktif, kampanye ini memiliki 6 tujuan yaitu : daur ulang sampah, bebas rintangan, persiapan gempa bumi, informasi, pendidikan masyarakat, dan usaha setempat. Oto didapuk sebagai ketua dalam kampanye bebas rintangan yang bertujuan untuk menghilangkan semua rintangan yang ada di jalan lingkungan kampus bagi

para penyandang cacat. Oto sangat antusias mengkoordinir kegiatan ini karena menganggap ini adalah sebuah kesempatan langka bagi seorang mahasiswa penyandang cacat berkursi roda untuk menyampaikan aspirasi pada pimpinan kampus. Oto mengerjakan proposal itu dengan baik dan membacakan proposal itu dengan penekanan emosional yang baik pula di depan Rektor Universitas Waseda. Acara tersebut diliput oleh sebuah stasiun TV nasional dan semenjak itu Oto sering diundang sebagai pembicara dalam topik “ memperjuangkan hak-hak kaum penyandang cacat” di berbagai acara Talkshow di berbagai saluran TV, Oto juga sering diundang sebagai pembicara di berbagai sekolah dari sekolah dasar hingga menengah atas.

Pada tahun yang sama di bulan Februari Oto mengadakan perjalanan liburan bersama teman-temannya semasa sekolah prakuliah ke Amerika Serikat. Kota yang pertama kali dikunjungi adalah San fransisco, kemudian mereka ke kota Barkeley, sebuah tempat yang terkenal di dunia sebagai tempat bagi para pemakai kursi roda terbesar di Amerika. Di tempat ini Oto dapat berekspresi sebebas mungkin, karena di negara liberal yang poly-etnis ini para penyandang cacat tidak dipandang sbagai “makhluk berbeda” , para penyandang cacat dipandang sebagai bagian dari keanekaragaman dan tidak menjadi pusat perhatian sebagaimana yang Oto rasakan kalau berada dikerumunan orang di kota-kota Jepang.

Kota selanjutnya adalah las Vegas, kota yang terkenal dengan kota judi di USA ini, Oto berkunjung kesebuah kasino dan mencoba-coba permainan judi disana., lalu berkeliling mengunjungi tempat-tempat wisata di Las Vegas, seperti : taman nasional Bryce canon dan Lake Powell. Kota terakhir yang dikunjungi Oto selanjutnya adalah Los Angeles, dikota ini Oto mengunjungi Hollywood, deretan rumah mewah Beverly Hills, dan pantai indah Santa Monica dan mengunjungi rumah produksi film Universal Studio.

Ketika kembali ke Jepang, orangtua oto sangat terharu atas kemandirian Oto. Karena dengan kondisi fisik seperti itu, Oto memiliki keberanian dan kemauan yang sangat kuat untuk berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa merepotkan orang-orang disekitarnya, bahkan dia dapat melakukan liburan keluar negeri dengan kursi roda tanpa bantuan orangtuanya. Oto memuji dan sangat berterimakasih kepada teman-temannya yang mau membawa Oto berlibur bersama mereka. Walaupun mereka tahu bahwa perjalanan liburan mereka akan berjalan sedikit merepotkan karena membawa Oto yang memiliki keterbatasan fisik.

3.2. Analisis Nilai Didaktis di dalam Novel No One’s Perfect

Sebagaimana yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya tentang pengertian didaktis dan juga hal-hal yang meliputi nilai-nilai didaktis yaitu nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan budaya, nilai estetik, dan nilai motivasi. Maka untuk selanjutnya penulis akan jelaskan satu persatu nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam cerita No One’s Perfect.

Dari cerita No One’s Perfect, banyak hal yang akan disampaikan oleh penulis mengenai didaktis. Hal itu akan tampak pada analisis-analisis yang penulis lihat dari cerita ini. Secara khusus penulis melihat beberapa nilai didaktis di Jepang yang terdapat dalam cerita ini.

1. Cuplikan Cerita No One’s Perfect ( 2007, 96 )

“Pada tanggal 4 januari, kelima anggota baru Organisasi Siswa berkumpul bersama. Kami mengunjungi kuil Meiji bagi kesuksesan kegiatan Organisasi di masa mendatang. Seseorang menganjurkan agar kami datang di hari pertama di awal tahun. Tapi, karena aku menggunakan kursi roda, anggota lainnya memilih sampai kerumunan orang–orang yang

berkumpul pada 3 hari pertama permulaan bulan Januari telah berkurang. Kami adalah satu tim.

Di kuil Meiji aku berdoa: “ semoga aku bisa bisa bekerja untuk menciptakan festival yang meriah bersama dengan kelompok yang menyenangkan ini.”

Mengenai menjalankan keyakinan. Orang Jepang memiliki cara yang berbeda dalam memandang sebuah agama. Dalam kehidupannya orang Jepang menjalankan ritual-ritual beberapa agama sekaligus. Sebagian besar menjalankan ritual-ritual shinto, kristen dan budha. Ketika lahir biasanya orang Jepang akan memakai ajaran Shinto, ketika menikah mereka

Analisis

Dari cuplikan diatas terlihat makna indeksikal dari nilai didaktis berupa nilai religius. Itu terlihat jelas pada kalimat kedua yang berbunyi : “Kami mengunjungi kuil Meiji bagi kesuksesan kegiatan Organisasi di masa mendatang”. Dari pernyataan diatas terlihat jelas bahwa Ototake dan teman-temannya merupakan sosok yang taat menganut kepercayaannya, walaupun Ototake seorang penyandang cacat, Oto rela menunggu hari yang pas agar bisa berdoa di kuil Meiji demi kelancaran rencananya. Dari cuplikan di atas tersirat makna bahwa Oto sangat percaya bahwa segala usaha yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang baik jika Sang Maha Pencipta tidak mengizinkan. Ada suatu usaha yang perlu dilakukan untuk meminta kepada Sang Maha Pencipta untuk mengabulkan permintaan, usaha itu disebut dengan Do’a. Dari cuplikan diatas terlihat bahwa Oto mempercayai adanya kekuatan Maha dahsyat yang mengatur seluruh alam dan isinya, kekuatan itu pula yang bisa membuat sesuatu terjadi atau tidak terjadi, kekuatan itu adalah kekuatan sang maha Pencipta. Ada semacam nilai kepasrahan yang didasarkan pada rasa keyakinan di dalam diri Oto untuk menyerahkan apapun hasil usahanya pada Sang Pencipta.

kebanyakan memilih menikah di gereja dengan pemberkatan dan pernikahan secara Kristen, sedangkan ketika meninggal orang Jepang akan memilih cara Budha dengan cara mengkremasi mayat. Orang Jepang tidak memandang agama sebagai satu kesatuan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Oleh karena itu mereka tidak hanya menjalankan satu ajaran agam, tetapi menjalankan beberapa ajaran agama yang berbeda sekaligus.

2. Cuplikan Cerita No One’s Perfect ( 2007, 27 )

“apa aku menderita selama jam istirahat ? sama sekali tidak. Sama seperti anak-anak yang lainnya, istirahat adalah saat yang paling kutunggu-tunggu. Pasti muncul pertanyaan apa yang ditunggu-tunggu oleh anak seperti aku ? permainan macam apa yang aku mainkan ? pada kenyataannya aku memainkan jenis permainan baseball, bola kaki dan lain-lain. Mana mungkin aku bisa bermain baseball dan bola kaki ? tentu saja aku tidak dapat melakukan gerakan yang serupa dengan anak-anak yang lain. Tapi itu bukan alasan untuk tidak ikut bermain. ”

Dari kalimat diatas terlihat makna indeksikal berupa nilai moral berupa percaya diri. Hal itu terlihat jelas dalam kalimat : ”pada kenyataannya aku memainkan jenis permainan baseball, bola kaki dan lain-lain”. Dalam kalimat tersebut sangat terlihat bahwa Oto memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat sehingga Oto merasa dapat melakukan apa saja dengan keterbatasan fisik yang dia punya. Pada kenyataannya banyak sekali penyandang cacat yang merasa tidak memeliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan cacat yang mereka sandang sebagai alasan. Tetapi itu bukan alasan bagi Oto, sejak kecil Oto bahkan tidak merasa bahwa dia adalah

seorang penyandang cacat. Oto bahkan tidak menemukan makna kata cacat dalam dirinya, karena Oto merasa dia adalah manusia normal yang tidak kekurangan seseuatu apapun dari anak lainnya, dan Oto dapat melakakukan apapun yang bisa dilakukan oleh anak normal, Bahkan berolahraga seperti bermain baseball dan bola kaki. Baseball dan bola kaki merupakan olahraga yang memerlukan kekuatan dan kelincahan kaki dalam bermain, hal itu merupakan hal yang bisa dilatih bagi anak yang normal. Tapi bagaimana dengan Oto, Oto bahkan tidak memiliki kaki. ”kaki” Oto hanya berupa gumpalan daging dibawah pinggang yang bentuknya bulat menyerupai kentang. Tapi itu tidak menjadi masalah sedikitpun bagi Oto, karena sejak awal Oto memang

Dokumen terkait