BAB IV HASIL PENELITIAN
4.3 Karakteristik Cookies dengan Modifikasi
4.4.4 Analisis Organoleptik Tekstur Cookies dengan Berbagai
Hasil analisis organoleptik tekstur cookies tepung biji nangka dan sari kubis merah dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini:
Tabel 4.11 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Kriteria Rasa
Cookies
B1K1 B1K2 B2K1 B2K2 Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %
Suka 22 66 73,3 18 54 60,0 12 36 40,0 12 36 40,0 Kurang Suka 7 14 15,6 12 24 26,7 14 28 31,1 12 24 26,7 Tidak Suka 1 1 1,1 0 0 0 4 4 4,4 6 6 6,7 Total 30 81 90,0 30 78 86,7 30 68 75,5 30 66 73,4
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa total skor cookies, pada
cookies perlakuan B1K1 memiliki skor tertinggi yaitu 81 (90,0%), sedangkan pada perlakuan B2K2 memiliki skor terendah yaitu 66 (73,4%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai tekstur cookies pada perlakuan B1K1. Berdasarkan nilai persentasi hasil uji menunjukkan perlakuan B2K2 dan B2K1
kurang disukai. Sedangkan perlakuan B1K1 dan B1K2 tergolong disukai panelis. Tabel 4.12 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur
Sumber Keragaman Db JK KT F hitung <=>?@A B, BD Keterangan Perlakuan 3 5,4 1,80 4,62 2,68 ada Perbedaan Galat 116 46,2 0,39 Total 119 51,6
Berdasarkan analisa sidik ragam seperti terlihat pada tabel 4.12 bahwa ada perbedaan hasil penelitian terhadap tekstur cookies yang dimodifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah B1K1, B1K2, B2K1, B2K2 dengan Fhitung 4,62 > Ftabel 2,68. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah pada cookies dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur cookies yang dihasilkan. Oleh
karena adanya perbedaan antara keempat perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya dalam tabel 4.13.
Tabel 4.13. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Tekstur
Perlakuan B2K2 B2K1 B1K2 B1K1 Rata-rata 2,20 2,27 2,60 2,70 B1K1 – B1K2 = 2,70 - 2,60 = 0,10 < 0,3192 Jadi B1K1 = B1K2 B1K1 – B2K1 = 2,70 - 2,27 = 0,43 > 0,3363 Jadi B1K1 ≠ B2K1 B1K1 – B2K2 = 2,70 - 2,20 = 0,50 > 0,3465 Jadi B1K1 ≠ B2K2 B1K2 – B2K1 = 2,60 - 2,27 = 0,33 > 0,3192 Jadi B1K2 ≠ B2K1 B1K2 – B2K2 = 2,60 - 2,20 = 0,40 > 0,3363 Jadi B1K2 ≠ B2K2 B2K1 – B2K2 = 2,27 - 2,20 = 0,07 < 0,3192 Jadi B2K1 = B2K2
Berdasarkan Uji Duncan seperti tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies pada cookies B1K1 tidak berbeda dengan B1K2. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies pada
cookies B2K1 dan B2K2 berbeda dengan perlakuan cookies B1K1 dan B1K2.
4.5 Analisis Kandungan Zat Gizi Cookies dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Hasil analisis kandungan kalsium dan fosfor pada cookies dengan penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Sedangkan analisis kandungan antosianin dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Laboratorium Pengujian, dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini:
Tabel 4.14 Hasil Analisis Kandungan Gizi Cookies dalam 100 gram No Parameter Satua
n
Hasil Kandungan Gizi
Metode B1K1 B1K2 B2K1 B2K2 1 Kalsium Mg 20,50 40,80 42,50 50,6 0 AAS 2 Fosfor Mg 70,00 70,00 90,00 90,00 Spektrofotometri 3 Antosiani n Ppm 54,67 54,99 59,71 59,7 5 Spektofotometri Berdasarkan tabel 4.14 dapat dilihat, cookies B1K1 dalam tiap 100 gram memiliki kandungan fosfor sebesar 70,00 mg, kandungan kalsium sebesar 20,50 mg dan kandungan antosianin sebesar 54,99 ppm. Untuk cookies B1K2 memiliki kandungan fosfor 70,00 mg, kandungan kalsium 40,80 mg dan kandungan antosianin sebesar 54,67 ppm. Cookies B2K1 memiliki kandungan fosfor sebesar 90,00 mg, kandungan kalsium sebesar 42,50 mg dan kandungan antosianin sebesar 59,71 ppm. Sedangkan untuk cookies B2K2 dalam tiap 100 gram memiliki kandungan fosfor sebesar 90,00 mg, kandungan kalsium sebesar 50,60 mg, dan kandungan antosianin sebesar 59,75 ppm.
Dilihat dari hasil ini kadar kalsium meningkat pada B2K2 sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah yang digunakan dalam pembuatan cookies, dengan kata lain semakin banyak tepung biji nangka dan sari kubis merah yang ditambahkan dalam pembuatan cookies maka semakin tinggi kandungan kalsiumnya. Sedangkan kandungan fosfor cookies lebih tinggi pada cookies B2K1 dan cookies B2K2 dikarenakan penambahan tepung biji nangka yang berbeda konsentrasinya, yaitu pada cookies B2K1 dan B2K2 adalah 31,25 gram dan cookies B1K1 dan B1K2 adalah 18,75 gram. Untuk kandungan antosianin cookies lebih tinggi pada cookies B2K2 (59,75) di karenakan
tingginya konsentrasi tepung biji nangka dan sari kubis merah yang digunakan dalam pembuatan cookies.
Tabel 4.15 Perbandingan Zat Gizi pada Cookies dalam 100 gram Zat Gizi
Biskuit Dengan Tepung Terigu *
Cookies Tepung Biji Nangka Dengan
Sari Kubis Merah **
B1K1 B1K2 B2K1 B2K2
Kalsium (mg) 62,00 20,50 40,80 42,50 50,60 Fosfor (mg) 87,00 70,00 70,00 90,00 90,00 Antosianin (mg) 0,00 54,67 54,99 59,71 59,75 *Dikutip dari Faridi (1994)
**Hasil Uji Laboratorium
Berdasarkan tabel 4.15 kandungan kalsium cookies modifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah pada setiap perlakuan (B1K1, B1K2,
B2K1, B2K2) lebih rendah dibandingkan dengan biskuit tepung terigu (62,00). Fosfor cookies B2K1 dan B2K2 (90,00) lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tepung terigu (87,00). Antosianin cookies modifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah pada setiap perlakuan (B1K1, B1K2, B2K1, B2K2) lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tepung terigu (0,00).
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Karakteristik cookies B1K1 dan B1K2 berwarna kuning kecoklatan beraroma khas susu, rasanya manis, teksturnya renyah dan mudah rapuh. Cookies B2K1 dan B2K1 juga berwarna kuning kecoklatan beraroma khas susu, rasanya manis, teksturnya renyah dan agak kasar.
5.2 Daya Terima Terhadap Warna Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap warna adalah cookies B1K1 (91,1%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan persentase terendah pada cookies B2K2 adalah 84,4% dengan kriteria kesukaan adalah suka. Pada cookies B1K1, B1K2, B2K1 dan B2K2 tidak memiliki perbedaan warna yaitu kuning kecoklatan.
Warna merupakan penilaian pertama terhadap produk yang akan diuji secara visual. Sebelum kita memasukkan makanan kedalam mulut kita, kitabiasanya memerhatikannya dahulu untuk melihat apakah makanan tersebut layak untuk dimakan (Shewfelt, 2013). Secara visual, warna cookies yang dihasilkan coklat muda karena penambahan coklat bubuk kedalam adonan. Panelis cenderung menyukai warna coklat muda yang dihasilkan oleh cookies. Warna pencoklatan pada cookies timbul karena karamelisasi gula yang dipanaskan dan akibat coklat bubuk yang digunakan. Menurut Amandasari (2009), pada saat gula mencair inilah akan terjadi karamelisasi. Karamelisasi ketika pemanasan gula
mencapai titik lebur atau melebihi titik lebur. Dalam proses pengovenan juga perlu diperhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan semakin lama cookies di panggang, warna cookies akan semakin gelap.
5.3 Daya Terima Terhadap Aroma Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap aroma adalah cookies B1K1 (88,9%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan persentase terendah pada cookies B1K2 yaitu 83,3% dengan kriteria kesukaan adalah suka. Pada cookies B1K1, B1K2, B2K1 dan B2K2 tidak memiliki perbedaan aroma yaitu khas susu.
Aroma dari cookies B1K1 memiliki khas susu demikian juga dengan
cookies B1K2, B2K1, dan B2K2. Selama proses pengadonan cookies tidak tercium aroma yang khas. Saat cookies di panggang dalam oven, maka aroma cookies mulai tercium oleh indera penciuman. Aroma yang dihasilkan berasal dari bahan – bahan tambahan yaitu mentega, putih telur, dan tepung biji nangka.
Menurut Setser (1995) yang dikutip oleh Primasari (2006), aroma merupakan bau yang dicium karena sifatnya yang volatil (mudah menguap). Aroma pada cookies dipengaruhi oleh beberapa bahan yang digunakan antara lain lemak, susu, telur dan tepung. Aroma cookies tercium terutama saat cookies dipanggang.
5.4 Daya Terima Terhadap Rasa Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Menurut Fellows (2000) yang dikutip oleh Millah (2013), rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi manis, asam, asin dan pahit. Rasa timbul akibat adanya
rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pengecap atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap rasa adalah cookies B1K1 (90,0%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan persentase terendah pada cookies B2K2 (75,5%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka.
Cookies B1K1 dan B2K2 memiliki rasa yang berbeda, hal ini disebabkan penggunaan sari kubis merah pada masing-masing perlakuan yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap rasa. Cookies B2K2 mendapatkan kriteria kurang suka karena kurangnya rasa manis pada cookies yang dikarenakan penggunaan sari kubis merah yang banyak. Sari kubis merah mengandung senyawa glukosinolat yang diubah oleh enzim mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit. Jadi semakin banyak penggunaan sari kubis merah pada cookies maka rasa manis akan semakin berkurang.
Rasa cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan sari kubis merah pada penelitian ini dipengaruhi terutama oleh sari kubis merah. Penambahan sari kubis merah dalam pembuatan cookies akan mengubah rasa
cookies yang dihasilkan. Penambahan sari kubis merah lebih banyak semakin
5.5 Daya Terima Terhadap Tekstur Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap tekstur adalah cookies B1K1 (90,0%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan persentase terendah pada cookies B2K2 (73,4%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka.
Pada cookies B2K2 dan cookies B2K1 memiliki tekstur agak kasar dan renyah. Sedangkan cookies B1K1 dan cookies B1K2 memiliki tekstur renyah dan mudah rapuh. Tekstur cookies yang berbeda disebabkan oleh konsentrasi tepung biji nangka yang digunakan pada setiap perlakuan.
Cookies yang baik memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta
memiliki butiran yang halus. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang digunakan dan juga dipengaruhi oleh telur, gula, mentega/margarin, garam, dan susu skim. Kerenyahan atau tekstur biskuit dan cookies juga berkolerasi dengan kadar air adonan. Kadar air yang cukup akan menghasilkan kerenyahan yang diinginkan (Hastuti, 2012).
5.6 Kandungan Kalsium dalam Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan kalsium dalam setiap cookies. Kandungan kalsium cookies B2K2 adalah 50,6 mg, cookies B2K1 adalah 42,5 mg,
cookies B1K2 adalah 40,8 mg dan cookies B1K1 adalah 20,5 mg. Pada cookies B1K1 memiliki kandungan kalsium yang lebih rendah, dikarenakan memliki konsentrasi tepung biji nangka dan sari kubis merah yang berbeda, yaitu pada
merah, cookies B1K2 memiliki konsentrasi 15% tepung biji nangka dan 10 ml sari kubis merah, cookies B2K1 memiliki konsentrsi 25% tepung biji nangka dan 5 ml sari kubis merah, dan cookies B2K2 memiliki konsentrasi 25% tepung biji nangka dan 10 ml sari kubis merah.
Kandungan kalsium cookies B2K2 lebih tinggi dibandingkan ketiga cookies lainnya. Dari hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak tepung biji nangka dan sari kubis merah yang dicampurkan dalam adonan cookies maka semakin banyak pula kandungan kalsiumnya.
Hasil analisis kandungan kalsium pada cookies ini diperoleh kandungan kalsium yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biskuit tepung terigu. Kontribusi kalsium paling banyak pada cookies berasal dari sari kubis merah sebesar 560 mg per 100 gram (Gadomska, 2008) dibandingkan tepung biji nangka hanya 308,7 mg per 100 gram bahan. Selain itu kalsium yang diperoleh juga disumbangkan dari mentega, tepung terigu dan telur yang digunakan sebagai bahan pembuatan cookies. Dalam hal ini cookies hasil modifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah bukan merupakan sumber kalsium yang menggantikan kebutuhan kalsium kita per hari, karena cookies hasil modifikasi disini hanyalah sebagai camilan yang hanya sedikit menyumbang kebutuhan kalsium, sisanya diambil dari konsumsi makan sehari.
Menurut Gobinathan (2009) dalam Suptijah (2012), kalsium merupakan zat gizi mikro yang sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, pengaturan fungsi sel pada cairan ekstraselular dan intraselular seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan
menjaga permebilitas membran sel. Selain itu, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Menurut Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Gizi (2014), angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja 19-29 tahun yaitu kalsium sebesar 1100 miligram.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram
cookies dengan penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah pada
keempat perlakuan memberikan sumbangan kalsium masing-masing B1K1 sebesar 1,86%, B1K2 sebesar 3,70%, B2K1 sebesar 3,86% dan B2K2 sebesar 4,60%.
5.7 Kandungan Fosfor dalam Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan fosfor dalam cookies. Dimana kandungan fosfor cookies B1K1 dan B1K2 sebesar 70,00 mg. Sedangkan kandungan fosfor cookies B2K1 dan B2K2 sebesar 90,00 mg. Pada cookies B2K1
dan B2K2 memiliki kandungan fosfor yang tinggi dari pada cookies B1K1 dan B1K2, dikarenakan memiliki konsentrasi tepung biji nangka yang berbeda yaitu pada cookies B2K1 dan cookies B2K2 memiliki konsentrasi 25%, sedangkan
cookies B1K1 dan cookies B1K2 memiliki konsentrasi 15%.
Dari hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak tepung biji nangka yang dicampurkan dalam adonan cookies maka semakin banyak pula kandungan fosfornya.
Hasil analisis kandungan fosfor pada cookies hasil modifikasi tepung biji nangka dengan sari kubis merah yang diperoleh memiliki kandungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan biskuit tepung terigu. Kontribusi paling banyak
kandungan fosfor pada cookies ini berasal dari tepung biji nangka, dapat dilihat fosfor biji nangka 200 mg (Astawan, 2008) dibandingkan kubis merah 33 mg. Selain itu kontribusi fosfor yang diperoleh juga dari mentega, tepung terigu dan telur yang digunakan sebagai bahan pembuatan cookies. Sehingga cookies tepung biji nangka dengan sari kubis merah ini merupakan cookies yang cukup baik untuk dikonsumsi.
Dalam hal ini cookies hasil modifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah bukan merupakan sumber fosfor yang menggantikan kebutuhan fosfor per hari, karena cookies hasil modifikasi di sini hanyalah sebagai camilan yang hanya sedikit menyumbangkan kebutuhan fosfor, sisanya diambil dari konsumsi makan sehari.
Fosfor merupakan salah satu sat gizi mikro yang penting bagi tubuh, karena berfungsi dalam pembentukkan tulang dan gigi. Selain itu fosfor juga unsur pokok yang penting bagi darah, limfe dan struktur nuklir kehidupan sel (Winarno, 2004). Menurut Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Gizi (2014), angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja 19-29 tahun yaitu fosfor sebesar 700 miligram.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram
cookies dengan penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah pada
keempat perlakuan memberikan sumbangan fosfor B1K1 dan B1K2 sebesar 10%, B2K1 dan B2K2 sebesar 12,85%.
5.8 Kandungan Antosianin dalam Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Biji nangka dan Penambahan Sari Kubis Merah
Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Laboratorium Pengujian, dapat dilihat perbedaan kandungan antosianin dalam cookies hasil modifikasi tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah. Dimana kandungan antosianinnya masing-masing B1K1 (54,67 mg), cookies B1K2 (54,99 mg), cookies B2K1 (59,71 mg) dan cookies B2K2 (59,75 mg). Kandungan antosianin tertinggi pada cookies B2K2 sebesar 59,75 ppm, dikarenakan memiliki konsentrasi tepung biji nangka 25% dan penambahan sari kubis merah sebanyak 10 ml.
Dari hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak tepung biji nangka yang dicampurkan dalam adonan cookies maka semakin banyak pula kandungan antosianinnya.
Antosianin termasuk golongan flavonoid yang merupakan salah satu jenis antioksidan. Menurut Sadewo (2005) dalam Hazimah dkk (2013), antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat radikal bebas disebabkan oleh oksigen reaktif sehingga mampu mencegah berbagai penyakit degeneratif. Senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolik dan alkaloid. Senyawa flavonoid dan polifenol bersifat antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi, sedangkan senyawa alkaloid bersifat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja 19-29 tahun yaitu antosianin sebesar 200 miligram (Ginting, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram
cookies dengan penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah pada
keempat perlakuan memberikan sumbangan antosianin masing-masing B1K1
sebesar 27,33%, B1K2 sebesar 27,49%, B2K1 sebesar 29,85% dan B2K2 sebesar 29,87%.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan terhadap penilaian organoleptik warna dan aroma dalam pembuatan cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan sari kubis merah. Tetapi ada perbedaan terhadap penilaian organoleptik rasa dan tekstur pada cookies.
2. Berdasarkan uji organoleptik cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah yang disukai panelis adalah
cookies dengan tepung biji nangka sebesar 15% dan sari kubis merah sebesar
5 ml.
3. Penambahan tepung biji nangka dan sari kubis merah dalam pembuatan
cookies memberikan peningkatan jumlah kalsium, fosfor dan antosianin pada cookies.
4. Cookies yang memiliki kandungan kalsium, fosfor dan antosianin tertinggi
adalah cookies yang dimodifikasi tepung biji nangka sebesar 25% dan sari kubis merah sebesar 10 ml dengan kalsium sebesar 50,6 mg, fosfor sebesar 90,00 mg, dan antosianin sebesar 59,75 mg dalam 100 gram bahan yang memberikan sumbangan kalsium, fosfor dan antosianin sebesar 4,60%, 12,85% dan 29,87% dari kebutuhan kalsium, fosfor, dan antosianin total remaja usia 19-29 tahun.
5. Berdasarkan uji kandungan nilai gizi, cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan penambahan sari kubis merah mengandung kalsium yang rendah dari cookies tepung terigu. Sedangkan kandungan fosfor dan antosianinnya lebih tinggi dibandingkan cookies tepung terigu.
6.2 Saran
1. Agar biji nangka dapat dimanfaatkan dalam pembuatan cookies sebagai cemilan yang sehat dan murah.
2. Menciptakan inovasi baru tentang penggunaan bahan atau senyawa yang dapat menghilangkan rasa pahit pada pemanfaatan sari kubis merah.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kandungan gizi lain dalam cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan penambahan kubis merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Nangka
Biji nangka merupakan isi dari buah nangka. Dalam pembibitannya, biji nangka dapat dipergunakan untuk memperbanyak pohon nangka. Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah (Rukmana, 1997).
Kandungan gizi yang terdapat di dalam biji nangka dapat dikatakan cukup lengkap, untuk itulah mengapa biji nangka termasuk salah satu bagian dari tanaman pohon nangka yang masih layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan gizi biji nangka dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai Gizi Biji Nangka Tiap 100 gram
Kandungan Gizi Jumlah
Air (g) 58,00 Energi (kal) 165,00 Protein (g) 4,20 Lemak (g) 0,10 Karbohidrat (g) 36,70 Kalsium (mg) 33,00 Fosfor (mg) 200,00 Vitamin B1 (mg) 0,02 Vitamin C (mg) 10,00 Sumber : Rukmana, (1997)
2.1.1 Manfaat Biji Nangka
Nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan. Buah nangka yang muda dapat disayur (gudeg), sedang buah yang matang enak dimakan segar (Sunaryono,2005)
Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak, dan dapat digunakan sebagai obat batuk dan tonik. Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka yang tahan lama disimpan (Sunaryono,2005)
2.1.2 Tepung Biji Nangka
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk
setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.
Tepung biji nangka adalah tepung yang diperoleh dari hasil gilinganbiji nangka yang halus.Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka. Setelah dicuci, biji nangka direbus untuk menghilangkan bau, dengan suhu 1000C selama kurang lebih 30 menit. Setelah direbus, biji nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada proses pengeringan (Fadillah, 2008).
Proses pengeringan hingga menjadi tepung biji nangka, dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan cara membiarkan bahan pangan di bawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan secara alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara yang panas dari oven atau konstruksi pada alat pengering yang khusus untuk pengering pada suatu bahan pangan. Pengeringan di terik matahari memang bisa efektif, oleh karena suhu