• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.5 Metode Analisis Data .1Analisis Deskriptif .1Analisis Deskriptif

3.5.3 Analisis Partial Least Square (PLS)

Alat statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah smartPLS 2.0. Analisis data dan pengujian hipotesis ini menggunakan metode Structural Equation Model-Partial Least Square (SEM-PLS). Teknik analisis Structural Equation Model (SEM) adalah teknik analisis multivariate yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antarindikator dengan konstruk ataupun hubungan antar konstruk. Beberapa istilah yang digunakan dalam PLS berbeda dengan pengolahan statistik lainnya seperti SPSS. Istilah tersebut menurut Ghozali dan Latan (2012:8) meliputi:

1. Variabel independen dalam PLS disebut dengan variabel eksogen. 2. Variabel dependen disebut variabel endogen.

3. Variabel laten atau disebut konstruk merupakan variabel yang tidak dapat diamati secara langsung dan memerlukan indikator.

4. Indikator merupakan variabel yang dapat diukur atau bias disebut variabel manifest atau observe.

5. Model pengukuran sering disebut dengan outer model merupakan model pengukuran yang menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observe mempresentasikan variabel laten.

6. Model struktural menunjukkan estimasi antar variabel laten dan konstruk. Chin dan Gefen (Ghozali dan Latan, 2012) menyatakan bahwa model persamaan struktural (SEM) merupakan suatu teknik analisis multivariate yang menggabungkan analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan antara variabel eksogen dan endogen multiple dengan banyak faktor. Model persamaan struktural (SEM) dibagi menjadi dua tipe, yaitu Covarian-based Struktural Equation Model (CB-SEM) dan Partial Least Square - Structural Equation Model (PLS-SEM) (Ghozali dan Latan dalam Carla 2013). PLS-SEM sendiri menggunakan SmartPLS, WarpPLS, PLS-Graph, dan VisualGraph.

Carla (2013) mengemukakan bahwa perbedaan antara CB-SEM dan PLS-SEM yang paling dominan terlihat adalah CB-PLS-SEM mensyaratkan bahwa teori yang digunakan haruslah kuat dan data harus memiliki distribusi yang normal, sedangkan PLS-SEM tidak mementingkan teori yang kuat dan tidak mengharuskan data memiliki distribusi yang normal. Selain itu, Hanseler et.al, Pirouz, Sarstedt dan Tenenhaus (Ghozali dan Latan, 2012) juga mengungkapkan salah satu kelebihan PLS-SEM dibandingkan dengan CB-SEM adalah mampu mengatasi model yang kompleks dengan multiple variabel eksogen dan endogen dengan banyak indikator, dapat digunakan pada jumlah sampel kecil dan dapat mengatasi variabel dengan tipe nominal, ordinal, dan continuous.

82

Partial Least Square (PLS) adalah bagian dari model persamaan struktural (SEM). Partial Least Square (PLS) merupakan teknik terbaru yang banyak diminati, karena tidak membutuhkan data yang terdistribusi normal atau sebuah penelitian dengan sampel yang sedikit (Carla, 2013). Terdapat beberapa alasan yang mendasari digunakannya Partial Least Square (PLS) dalam suatu penelitian, yaitu:

(1) Metode analisis data Partial Least Square (PLS) tidak harus menggunakan sampel yang jumlahnya besar.

(2) Partial Least Square (PLS) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang masih lemah.

(3) Pendekatan Partial Least Square (PLS) diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan untuk menjelaskan.

Pemilihan metode Partial Least Square (PLS) didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini terdiri dari tujuh variabel laten yang dibentuk dengan indikator formatif. Model formatif mengasumsikan bahwa indikator-indikator mempengaruhi kostruk, dimana arah kausalitas dari indikator-indikator ke konstruk. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menguji hipotesis dalam analisis PLS-SEM adalah sebagai berikut:

a. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Measurement model atau pengukuran model atau sering juga disebut outer model adalah pengujian yang dilakukan terhadap indikator yang membentuk variabel laten eksogen (Carla, 2013). Evaluasi outer model ini pada dasarnya untuk menguji validitas dari masing-masing indikator dengan kostruknya. Apabila

indikator tidak menunjukkan nilai yang valid maka indicator tersebut dihapuskan dari model penelitian. Konstruk reflektif dibutuhkan pengujian validitas dan reabilitas konstruk, sedangkan untuk konstruk formatif, pengukuran hanya dilakukan melihat signifikansi weight-nya saja. Adapun yang perlu dilakukan dalam model pengukuran dengan menggunakan konstruk formatif diantaranya (Chin dalam Ghozali dan Latan, 2012:82):

1) Memperoleh signifikansi weight, melalui prosedur resampling (jackknifing atau bootstrapping). Jika didapat nilai signifikansi weight dengan t-statistik >1.96 (signifikansi level 5%), maka dapat disimpulkan bahwa indikator konstruk adalah valid.

2) Melakukan uji multikolinieritas dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan lawannya Tolerance. Untuk nilai VIF direkomendasikan <10 atau <5 dan nilai Tolerance >0.10 atau >0.20.

b. Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Evaluasi model struktural bertujuan untuk memprediksi hubungan antar variabel laten. Beberapa cara untuk menilai model yang telah dibuat oleh peneliti yaitu dengan melihat nilai R-Square. Ghozali dan Latan (2012) menyatakan bahwa structural model atau inner model atau disebut juga model struktural merupakan bagian pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji signifikansi variabel laten eksogen (independen) terhadap variabel laten endogen (dependen) dan nilai dari R2. Nilai R-Square 0.75, 0.50, dan 0.25 menunjukkan model kuat, moderate dan lemah (Hair dalam Ghozali dan Latan, 2012:85). Selain itu dapat dilihat pula melalui Q-Squares, dimana jika Q-Square >0, maka model memiliki predictive

84

relevance sedangkan sebaliknya jika <0, maka model tidak memiliki predictive relevance.

116 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) perbankan syariah di Indonesia. Hal ini berarti besar kecilnya suatu bank syariah akan mempengaruhi tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR).

2. Ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perbankan syariah di Indonesia. Hal ini diduga karena Dewan Komisaris sebagai wakil shareholders maka Dewan Komisaris membuat kebijakan menggunakan laba perusahaan untuk aktivitas yang lebih menguntungkan daripada untuk aktivitas sosial.

3. Ukuran Dewan Pengawas Syariah berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting (ISR). Hal ini menunjukkan bahwa Dewan Pengawas Syariah pada perbankan di Indonesia dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

4. Cross-directorship berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR). Artinya, ketika Dewan Komisaris menjabat lebih dari satu perusahaan maka akan memperoleh informasi untuk mengevaluasi

117

manajemen dan informasi tentang perusahaan tersebut termasuk informasi pengungkapan ISR.

5. Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting (ISR). Ini berarti kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) yang dilakukan oleh perbankan syariah.

6. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perbankan di Indonesia. Hal ini diduga kepemilikan institusional hanya memaksimalkan keuntungan pribadi tanpa memperdulikan tanggung jawab kepada stakeholders lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan dalam penelitian ini, maka saran yang diberikan antara lain:

1. Disarankan bagi pemerintah untuk mengeluarkan peraturan/undang-undang khusus mengenai praktik pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia karena belum ada peraturan baku mengenai item-item pengungkapan Islamic Social Reporting.

2. Variabel eksogen dalam penelitian ini mungkin belum dapat mencerminkan suatu Islamic Social Reporting (ISR) dalam suatu perbankan syariah, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan variabel-variabel eksogen lain yang dapat mencerminkan dan berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting (ISR).

3. Walaupun periode pengamatan dalam penelitian ini cukup panjang, yaitu empat tahun, tetapi disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk menambahkan tahun pengamatan minimal lima tahun sehingga dapat lebih menggambarkan pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) perbankan syariah di Indonesia.

119

Dokumen terkait