BAB III METODE PENELITIAN
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara”
Menurut Pierce, sebuah tanda itu adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau keputusan. Dlam pendekatan Semiotik model Charles Sanders Pierce, diperlukan adanya model analisis, yaitu tanda (sign), objek (object) dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce salah bentuk tanda adalah kata, karena tanda itu sendiri adalah pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada di dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Dalam menganalisa hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan Semiotik Pierce, yaitu ikon, indeks dan simbol. Maka peneliti akan berusaha menginterpretasikan atau menganalisa segala bentuk pemaknaan yang terdapat dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” berdasarkan model Semiotik Pierce tersebut di atas.
4.3.1 Ikon
Di dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ini ikon digambarkan dalam tangan kiri yang memegang karikatur wayang kulit. Tanda ikon ini mempunyai kemiripan atau ciri-ciri yang serupa dengan bentuk aslinya. Tangan yang merupakan anggota badan sebelah kiri ini digambarkan berbalut setelan jas hitam. Tangan kiri sendiri bermakna negatif. Dalam “protokoler” wayang kulit, saat dimainkan, tokoh-tokoh buruk dalam perwayangan dimainkan di sisi kiri dalang, sedangkan tokoh baik dimainkan di sebelah kanan. Jadi, penempatan wayang yang dipegang oleh dalang di sisi kiri mempunyai arti tokoh dalam wayang tersebut adalah tokoh yang mempunyai tipikal bringasan dan kasar.
Terdapat gambar wayang kulit dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo ini. Dalam wayang kulit, nilai-nilai intrinsik yang terkandung di balik wayang sebagai benda seni kriya dapat diapresiasi melalui nilai-nilai ekstrinsik, yakni karakter, ukiran, warna, dan busana merupakan symbolestetic yang constant berdasarkan pakemnya. Sedangkan nilai-nilai subtansi yang terkandung dalam penuturan, khususnya pesan-pesan etis, estetis, filosofis, dan logis yang ditawarkan, dapat diapresiasi melalui makna denotatif dan atau konotatif di balik kalimat lisani yang diungkapkan dalang. Wayang adalah budaya luhur yang berungsi menyampaikan pendidikan, agama, filsafat, etika dan sebagai tontonan. Wayang merupakan pencerminan nilai dan tujuan kehidupan, moralitas harapan dan cita-cita kehidupan.
Wayang dalam gambar karikatur ini merupakan bingkai untuk peristiwa penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Wayang berbentuk
60
gunungan ini juga mempunyai makna bahwa keempat laik-laki dalam wayang berada dalam suatu wilayah dan organisasi yang sama. Wilayah yang dimaksud adalah mereka berada pada satu negara. Sedangkan organisasi yang mereka naungi adalah organisasi Islam anti Ahmadiyah.
Di dalam gambar wayang kulit, terdapat gambar empat laki-laki dalam yang memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya. Keempat pria ini mengenakan pakaian dan berbagai macam atribut di pakaiannya. Mereka juga membawa alat-alat yang berbeda di tangan mereka. Atribut pakaian mereka menggambarkan mereka adalah orang muslim. Peneliti menginterpretasi bahwa keempat pria ini adalah sekelompok orang dari suatu organisasi Islam anti Ahmadiyah.
4.3.2 Indeks
Indeks adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi penanda yang mengisyaratkan penandanya. Indeks dalam karikatur ini adalah isyarat tangan berupa gerakan tangan dan gerakan kaki empat orang dalam gambar wayang. Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama. (Mulyana, 2001 : 312). Tangan keeempat pria itu menggambarkan rasa semangat dengan gerakan melempar batu dan mengarahkan senjata mereka, berupa parang dan tongkat ke arah lawan. Alat-alat
ini digunakan untuk melakukan aksi pengerusakan dan pembunuhan pada peristiwa itu.
Pemegang wayang kulit dalam gambar karikatur ini mengenakan setelan jas hitam. Jas adalah pakaian resmi model eropa yang berlengan panjang dan dipakai diluar kemeja atau bisa juga disebut sebagai setealan dari sebuah jas dan celana panajang yang dibuat dari kain yang sama. Biasanya jas ini dipakai dalam acara resmi dan hanya digunakan oleh kaum adam atau laki-laki. Di Indonesia setelan jas biasa dipakai oleh para elite politik. Peneliti menginterpretasi bahwa orang yang memakai jas di gambar ini adalah seorang pejabat negara. Pejabat negara ini mempunyai kuasa untuk menentukan sikap politik apa yang harus diambil dalam menanggapi peristiwa ini. Karena kekerasan ini merupakan wujud dari penolakan suatu keyakinan beragama, yaitu Ahmadiyah. Sementara berdasarkan konstitusi, negara wajib melindungi hak setiap warga negaranya untuk berkeyakinan. Sikap politik yang harus diambil hendaknya dengan tegas menentukan nasib jemaat Ahmadiyah yang makin teraancam keamanannya.
Peneliti menginterpretasi karikatur dari cover majalah Tempo ini didukung dengan judul karikatur itu sendiri, yaitu “Ahmadiyah Tanpa Negara”. Judul ini dapat membantu peneliti sebagai interpretan sekaligus pembaca dalam memaknai gambar karikatur pada cover tersebut. Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Negara juga merupakan kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif,
62
mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
Sementara Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900 M, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran/bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris.
http://oase.kompas.com/read/2011/02/14/12050819/Ahmadiyah.Islam.atau.Bukan
4.3.3 Simbol
Simbol pada dasarnya merupakan tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya atau sesuatu tanda yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya berdasarkan sekelompok orang yang disepakati bersama, bersifat arbiter atau semena (Sobur 2004 : 42). Simbol dari karikatur pada majalah ini adalah background atau latar belakang berwarna oranye dengan gradasi oranye muda. Warna background ini menggambarkan peristiwa ini berjalan penuh energi, gerak cepat, dan antusiasme.
Empat pria dalam gambar wayang kulit ini mengenakan berbagai asesoris seperti sorban, peci, dan syal. Surban dalam kamus bahasa Indonesia adalah kain ikat kepala yang lebar. Kain ini biasanya yang dipakai oleh orang Arab, haji, dan sebagainya. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. Di Indonesia,
pemakai surban adalah laki-laki muslim dalam suatu organisasi keagamaan Islam. Peci dan syal juga sangat kental dengan ciri khas busana muslim pria, khususnya di Indonesia.
4.4 Makna keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa