• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. ANALISIS KONDISI UMUM WILAYAH SEKITAR LOKASI PLTN UJUNG LEMAH ABANG

5.5. Analisis Pemanfaatan Ruang

Analisis ini terutama ditujukkan untuk menganalisis aktivitas dan pola aktivitas penduduk yang berpotensi terkena dampak radiologi pada saat terjadi kecelakaan nuklir, khususnya menyangkut tempat-tempat dimana penduduk lama berada dan banyak berkumpul, seperti perumahan, tempat-tempat komersil sekolah dan rekreasi. (EPA 2000). Oleh karena itu pada bagian pertama akan dianalisis penetapan zone kedaruratan berdasarkan pola penyebaran bahan radionuklida bila terjadi kecelakaan, dan kedua adalah menganalisis aktivitas penduduk dalam zone tersebut dan prediksinya di masa mendatang sehingga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan tata ruang lahan sekitar PLTN.

Zone Kedaruratan

Penyebaran bahan radionuklida dalam kondisi normal secara umum dapat dikatakan sangat kecil. Dampak yang mungkin terjadi terhadap populasi adalah dampak stokastik jangka panjang dengan probabilitas yang sangat kecil. Dari hasil perhitungan terdahulu diperoleh total dosis efektif maksimum dari inhalasi, awan, dan deposisi adalah sebesar 2,5 x 10-5 Sv atau 0,25 µSv. Besaran ini masih sangat jauh di bawah batas yang diijinkan yaitu 5 rem atau 50,000 µSv untuk pekerja radiasi dan 1 mSv, atau 1000 µSv untuk publik dalam satu tahun (NCRP 116).

Penerapan prinsip ALARA memberi arti bahwa walaupun paparan yang keluar sudah diestimasi dibawah batas yang diijinkan, namun dalam praktiknya harus diartikan sebagai dosis serendah mungkin yang dapat dicapai oleh penguasa nuklir. Olivera (2003) melaporkan hasil pengamatan dosis untuk Reaktor Daya di Atucha I dan Embalse, Argentina periode 1990-2002 berkisar 0,002 – 0,012 mSv atau 2 x 10 -6

µSv – 12 x 10-6 µSv. Ishida (2003) menyebutkan kontrol terhadap dosis yang diijinkan sampai kepada publik dapat dilakukan melalui penetapan peraturan (regulatory) oleh pemerintah. Misalnya, pemerintah menetapkan bahwa untuk rancangan reaktor, basis dosis efektif yang digunakan adalah 18 µSv per tahun bukan 1 mSv seperti yang ditetapkan secara Internasional. Sebagai konsekuensinya maka

teknologi keselamatan reaktor harus lebih ditingkatkan, misalnya, untuk mitigasi pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan dilakukan usaha mereduksi pelepasan radiasi melalu i penaikan cerobong, penggunaan filter, ice condenser, penangkapan unsur krypton (Ishida 2003). Langkah mitigasi dampak radio logi terhadap penduduk dapat dilakukan dengan menetapkan zone pemanfaatan ruang sekitar PLTN sedemikian rupa sehingga wilayah tersebut memiliki penduduk jarang,

Berbeda dengan kondisi normal pada kondisi kecelakaan pelepasan radionuklida tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi terbatas pada beberapa waktu saja tergantung pada kecepatan tindakan kedaruratan yang dilakukan untuk menanggulangi pelepasan kuat sumber maupun penanganan penduduk disekitar PLTN.

Untuk merumuskan penanganan kedaruratan, perkiraan dosis yang mungkin terjadi dijadikan dasar penanganan. Untuk itu dosis maksimum yang mungkin terjadi dijadikan dasar untuk penetapan zone eksklusi dengan pengertian, bila zone ini telah ditetapkan maka zone lain dapat dipastikan akan memiliki dampak yang lebih kecil dan dengan penanganan yang lebih mudah. Dari hasil perhitungan dosis secara total maupun dengan unsur I-131 dapat disimpulkan bahwa zone radiasi yang maksimum berada di radius lebih kecil dari 1 km. Per definisi zone eksklusi dedefinsikan sebagai wilayah yang mendapat dosis 0,25 Sv dalam jangka waktu 2 jam setelah pelepasan bahan radionuklida, namun besaran ini tidak akan pernah tercapai dengan rancangan PLTN yang menggunakan teknologi keselamatan generasi IV. Dalam zone ini penguasa nuklir berwenang menentukan aktivitas yang dapat dilakukan termasuk memindahkan personil dan kepemilikannya.

Dengan penetapan zone radiasi 1 km sebagai zone eksklusi, wilayah yang tercakup di dalamnya adalah sebagian Desa Balong dengan luas 314 ha, wilayah di atas radius 1 km termasuk zone kepadatan penduduk jarang (Low Population Zone). Artinya penduduk disekitar zone ini harus dipertahankan memiliki kepadatan rendah sehingga mengurangi orang yang terkena dampak dikemudian hari dan mempermudah melakukan evakuasi maupun relokasi. Berbagai zone ekslusi ini sama dengan beberapa zone yang ada di PLTN Amerik a Serikat (Newject 1996).

Dari Tabel 27 ditunjukkan bahwa dosis individu yang tertinggi yang mungkin diterima penduduk berada pada radius 0,5 km sektor 13 dari arah timur ke barat yaitu sebesar 5,69 mSv. Penduduk yang menerima dosis tertinggi ini disebut sebagai

critical group oleh karena itu wilayah ini dijadikan acuan untuk batas penerimaan penduduk

Untuk kesiapsiagaan, wilayah sekitar PLTN perlu mengantisipasi kemungkinan kondisi darurat, untuk itu perlu rencana kesiapsiagaan kedaruratan (emergency preparedness) untuk menyusun rencana kedaruratan (emergency planning) dalam menangani kemungkina n dampak kecelakaan lepasnya bahan radionuklida. Kesiagaan ini ditandai dengan persiapan langkah penanganan (countermeasure) seperti perlindungan (sheltering), evakuasi, relokasi dan lain- lain. Oleh karena itu sangat perlu kualitas dan ketersediaan alat transportasi untuk melakukan langkah-langkah evakuasi, demikian pula ketersediaan listrik dan sistem koneksi dan pusat-pusat layanan publik.

Sebagai konsekuensi penetapan zone kedaruratan Precautionary Protective Action Zone(PAZ) maka langkah kedaruratan yang harus segera dilakukan bila ada peringatan kedaruratan, antara lain memerintahkan penduduk mencari perlindungan untuk sementara agar kemudian dapat dievakuasi. Oleh karena itu zone ini terkait dengan zone eksklusi maka ditetapkan radius untuk Zone PAZ yang meliputi 0-2 km dari sumber pelepasan.

Zone Urgent Protective Action Planning Zone(UPZ) yaitu zone dimana tindakan kedaruratan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditetapkan pada radius 2-10 km. Pada radius ini konsentrasi bahan radionuklida menurun 1/10 kali. Selanjutnya zone longer term protective action planning zone (LPZ) ditetapkan > 10 km. Dengan memperhatikan prediksi perkembangan sejak dioperasikan tahun 2016 sampai 2056 dan sebaran dosis radiasi seperti pada Gambar 51 terlihat bahwa pusat-pusat penduduk berada pada radius di atas 10 km atau zone LPZ. Artinya wilayah di bawah 10 km dapat menjadi wilayah dengan penduduk jarang.

Oleh karena itu pembahasan selanjutnya lebih detil pada aktivitas penduduk dalam pemanfaatan ruang pada zone 0-2, 2-5, dan 5-10 km sebagai zone yang memiliki potensi dampak radiologi.

Analisis Penggunaan Tanah Wilayah Radius 10 km

Dari lokasinya, Ujung Lemahabang merupakan wilayah yang terletak jauh dari pusat penduduk seperti terlihat pada Gambar 51, dan berada pinggir laut. Kecamatan yang masuk dalam radius 10 km meliputi wilayah sebagai berikut,

Radius (Km)

Kecamatan Desa

1 Bangsri/Kembang Balong

2 Bangsri/Kembang Balong

5 Bangsri/Kembang Balong , Tubanan, Kancilan, Dermolo

Bangsri Kaliaman

Keling Bumiharjo

Bangsri/Kembang Balong, Tubanan, Kancilan, Dermolo 10 Bangsri/Kembang Kaliaman, Bondo, Jerukwangi, Bangsri,

Wedelan, Banjaran, Jinggotan, Pendem, Cipogo

Gambar 52 menunjukkan menunjukkan wilayah pada radius 10 km dari lokasi PLTN Ujung Lemahabang, Kabupaten Jepara, dan pemanfaatan ruang dalam radius tersebut.

Radius 0-1 km

Pada wilayah 0-1 km praktis tidak terdapat daerah pemukiman yang mengelompok. umumnya wilayah tersebut kebun karet, kelapa, coklat, tanah ladang, dan sawah. Akses dari lokasi ini masih menggunakan jalan setapak menuju jalan lain. Desa Balong memiliki akses ke desa terdekat Tubanan, Kancilan dan Dermolo, Bumiharjo melalui jalan lokal. Di desa Kancilan terdapat jalan kolektor yang dapat menghubungkan desa Balong ke kecamatan dan ke jalan utama. Ketinggian wilayah di bawah 20 m dari pemukaan laut. Wilayah ini akan sepenuhnya menjadi kawasan PLTN, sehingga penggunaan lahannya tidak akan berubah selama usia PLTN dan berada dibawah pengendalian penuh penguasa PLTN.

Radius 1-2 km

Sama seperti radius 0-1 km pada wilayah ini belum terdapat pemusatan penduduk. Umumnya wilayah terdiri dari kebun karet, kelapa coklat, dan tanah ladang. Wilayah relatif datar rata-rata di bawah 20 m dari permukaan laut. Ke arah Barat dari ULA yaitu desa Bumiharjo mengalir kali Beji. Sebagian wilayah dalam radius ini juga akan merupakan kawasan PLTN. Penggunaan ruang di wilayah ini praktis menjadi kawasan PLTN. Transportasi yang melalui wilayah ini masih merupakan jalan lain dan jalan setapak. Perubahan dalam transportasi dapat terjadi selama masa konstruksi dan operasi, namun jalan yang akan dibangun masih merupakan jalan untuk masuk kawasan. Artinya jalan tersebut tidak merupakan jalan yang menghubungkan satu pusat ekonomi denga n pusat ekonomi lainnya. Wilayah ini dirancang sebagai zona kedaruratan PAZ oleh karena itu akses evakuasi dan relokasi harus dapat segera dilakukan.

Radius 2-5 km.

Dalam radius ini sudah terdapat lahan pemukiman di samping lahan lain seperti kebun karet, ladang dan meliputi desa Balong, Bumiharjo dan Kaliaman. Ketinggian wilayah umumnya lebih tinggi dari wilayah sebelumnya yaitu berkisar 20 – 40 km di atas permukaan laut. Pada wilayah ini sebagai sumber mengalirnya air maka pada wilayah ini pada bagia n Barat mengalir kali Balong dan pada bagian barat kali Beji. Sepanjang usia PLTN, perubahan yang mungkin terjadi dalam wilayah ini adalah bertambahnya luas tanah pemukiman dan berkurangnya luas kebun dan sawah. Dalam rangka pembangunan dan penyiapan kedaruratan maka akses jalan dan panjang jalan juga akan mengalami perubahan.

Radius 5-10 km

Kepadatan penduduk semakin bertambah dalam wilayah ini dengan rata-rata 5 orang per ha. Ketinggian wilayah rata-rata 40-90 m dpl. Lahan berupa pemukiman, kebun, dan tanah ladang. Perubahan yang mungkin terjadi meliputi perubahan lahan pemukiman, sawah ladang dan hutan.

Analisis perubahan lahan

Faktor penyebab terjadinya perubahan lahan adalah pertambahan penduduk di wilayah sekitar PLTN baik oleh pertumbuhan alami ma upun masuknya tenaga pekerja baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pembanguna n dan operasi PLTN. Dalam analisis proyek oleh KAERI untuk pembangunan satu PLTN diperkirakan akan dibutuhkan sebanyak 700 pekerja dari tingkat teknisi sampai manajemen. Hal ini berarti akan berkumpul sebanyak 2800 orang. Diasumsikan tersebar merata di Kecamatan Bangsri, Kembangan dan Keling di Kabupaten Jepara.

Dampak beredarnya uang dan pertambahan penduduk akan memunculkan pula pekerja-pekerja yang tidak secara langsung terlibat dalam pembangunan maupun operasi PLTN seperti penyedia barang untuk pembangunan, pelayanan jasa, dan lain- lain. Markandya (2000) mengasumsikan jumlah pekerja tak langsung sebesar 25% dari populasi yang sebenarnya.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut, maka pertumbuhan lain tidak dapat dielakkan, yaitu pertumbuhan kebutuhan akan rumah tinggal, petumbuhan kebutuhan lahan perumahan, sehingga terjadi konversi lahan dari lahan sawah atau ladang atau hutan menjadi permukiman. Dalam kasus ini kebutuhan lahan pemukiman akan berubah sebagai berikut ini:

Dengan mengacu pada rasio penduduk dan lahan pemukiman pada Tabel 15 maka dengan kenaikkan penduduk pada radius 10 km dari tahun 2016 (168.879, 6) ke 2056 (400.476) diperlukan tambahan luas pemukiman minimum sebesar 470 ha atau maksimum 56.188 ha, atau rata-rata 28.328 ha dari 31.416 ha total luas wilayah, atau 90% dari total wilayah. Artinya seluruh penggunaan lahan lainnya akan menyusut.

Rencana Penanggulangan Kedaruratan

Untuk mengurangi dampak radiasi yang mungkin terjadi perlu dilakukan tindakan penanggulangan (countermeasure) dengan melakukan beberapa langkah

yaitu melakukan perlindungan pada gedung- gedung tertutup, evakuasi, relokasi, dan memakan iod untuk memblok iod masuk ke kelenjar gondok. .

Tindakan perlindungan (sheltering)

Tindakan perlindungan (sheltering) dilakukan bila pada lokasi tertentu telah diterima dosis sebesar 10 mSv dalam 7 hari waktu integrasi. Selama waktu perlindungan faktor penurunan dosis oleh berbagai jenis gedung seperti diuraikan pada Tabel 54.

Tabel 54 Faktor pelindungan deposisi permukaan gedung

Struktur atau lokasi Faktor

pelindungan Rumah kayu satu atau dua tingkat tanpa ruang bawah tanah 0,4

Rumah beton satu atau dua tingkat tanpa ruang bawah tanah 0,2 Rumah dengan basement, satu atau dua dinding yang terekspose Satu tingkat, basement < 1 m, dinding terekspose

Dua tingkat, basement < 1 m, dinding terekspose

0,1 0,05 Tiga atau 4 struktur tingkat (500 – 1000 m2 per lantai

Lantai 1 dan 2 Basement

0,05 0,01 Struktur banyak lantai

Lantai atas Lantai basemaent

0,01 0,005

(Sumber: EGG 75)

Data kondisi perumahan di sekitar radius 50 km dari sumber terdiri dari semi permanen dan permanen, maka faktor pelindungan yang digunakan adalah antara 0,4 dan 0,2. Dalam kaitannya dengan penataan zone pemanfaatan ruang perlu pengaturan gedung-gedung yang berada disekitar PLTN dibuat dalam kualitas beton untuk memberi kesempatan penahanan bahan radionuklida yang cukup besar.

Tindakan Evakuasi (evacuation)

Tindakan evakuasi dilakukan dalam dua bentuk. Evakuasi segera harus dilakukan pada wilayah PAZ bila terjadi kecelakaan nuklir, sedang bentuk kedua adalah pelaksanaan evakuasi dilakukan setelah melakukan pengukuran terhadap paparan radiasi dimana jumlah dosis yang sampai ke pada individu sebesar 100

mSv selama penyinaran 7 hari dan dosis efektif. Evakuasi dilakukan sampai ke lokasi long term protective action zone yaitu diatas 10 km. Dalam perencanaan tata ruang maka diperlukan pengaturan jalan dan tempat lokasi.

Tindakan Pemindahan Tetap

Tindakan ini dilakukan setelah memang benar-benar terjadi kecelakaan yang sangat parah. Langkah ini khusus ditujukan untuk pencegahan dampak radiasi dalam waktu yang panjang, walaupun intervensi baru dilakukan sama dengan evakuasi yaitu 100 mSv dan ditambah dengan 100 mSv dosis pertahun yang berasal dari resuspensi. Relokasi sementara dilakukan pada tingkat intervensi 30 mSv oleh penyinaran eksternal.

Pemberian Iod

Langkah untuk mena nggulangi masuknya bahan radiasi iod ke kelenjer gondok maka pil penangkap iod diberikan kepada korban untuk diminum. Dengan langkah-langkah di atas maka akan dapat terjadi pengurangan dalam dampak dosis terhadap penduduk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 53 dan 54.

0.00E+00 2.00E+00 4.00E+00 6.00E+00 8.00E+00 1.00E+01 1.20E+01 1.40E+01 1.60E+01 1.80E+01 2.00E+01 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060 Tahun Jumlah Kasus

Maximum Mean Prob < 1.0E+00 99th perc. 95th perc. 90th perc.

0.00E+00 5.00E+00 1.00E+01 1.50E+01 2.00E+01 2.50E+01 3.00E+01 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060 Tahun Jumlah Kasus

Maximum Mean Prob < 1.0E+00 99th perc. 95th perc. 90th perc.

Gambar 54 Penurunan jumlah gangguan kesehatan setelah countermeasure

Dari hasil analisis terlihat bahwa tindakan kedaruratan dapat memperkecil probabilitas penduduk yang terkena dampak sehingga dosis individu yang terjadi atau kelompok menurun dibandingkan dengan sebelum mendapat counter measure pada tahun 2016 sampai 2056 dengan angka kematian rata-rata menjadi 0,5, 0,6 dan 0,8 kasus dan maksimum 10, 13, 17 kasus. Sedangkan yang mengalami gangguan kesehatan kanker non- fatal rata-rata 1, 1.5, 2 kasus, maksimum 15, 21, 27 kasus. Dengan menggunakan metode seperti yang digunakan terdahulu maka biaya kerusakan menjadi Rp. 125,593 milyar,-.

Untuk melaksanakan tindak kedaruratan tersebut maka setiap instalasi PLTN harus menetapkan zona kedaruratan dan menyiapkan prosedur tindak kedaruratannya seperti yang telah diuraikan pada Bab 2.

Dari uraian-uraian terdahulu dapat dirumuskan kebutuhan pemanfaatan ruang suatu PLTN seperti pada Gambar 55. Zona 0-2 km sepenuhnya merupakan zone yang dikuasai oleh pengusaha PLTN. Dalam zone ini terdapat instalasi PLTN itu sendiri dengan tanda-tanda batas yang jelas sebagai zone terkendali. Dari analisis pemanfaatan ruang terdahulu diketahui bahwa wilayah ini masih berupa kebun karet sehingga pembebasannya tidak bermasalah.

Zone 2-10 km merupakan zone penyangga yang walaupun tidak dikuasai oleh PLTN tetapi tetap dalam pengawasan. Penduduk harus mendapat pelatihan tentang berbagai langkah dalam menangani kondisi darurat. Pada zone ini tidak dibenarkan berada aktivitas manusia yang dapat mengancam keselamatan PLTN seperti instalasi yang berpotensi melepaskan gas dan uap beracun, cairan berbahaya atau kegiatan lain dengan SDV kecil dari 10 km.

Zone di atas 10 km merupakan zone dengan tingkat dampak radiologi segera atau langsung yang sudah sangat kecil namun bisa meningkat untuk dampak radiologi melalui makanan. Pada zone ini juga dilarang adanya aktivitas manusia yang dapat mengancam keselamatan reaktor sesuai dengan nilai SDVnya. Misalnya tidak dibenarkan adanya landasan pesawat terbang pada radius 16 km dari PLTN.

Ditinjau dari segi kependudukan, hasil analisis menunjukkan bahwa probabilitas angka kematian atau gangguan kesehatan kanker non- fatal masih cukup rendah 1.06E-7 kasus-tahun. Untuk kelancaran pelaksanaan perlindungan dan evakuasi maka dengan metode networking diberikan petunjuk jalan atau rute mencapai lokasi evakuasi seperti pada Gambar 56. Kriteria menentukan lokasi evakuasi didefinisikan sebagai berjarak > 10 km dan tempat umum yang dibangun dengan beton seperti sekolah, gedung pertemuan dan mesjid.

Rencana Tanggap Darurat

Kesiapsiagaan darurat (emergency preparadness)

Akibat adanya potensi dampak radiologi kepada masyarakat sekitar PLTN maka langkah kesiapsiagaan darurat dilakukan dengan menyiapkan rencana penaggulangan kedaruratan untuk merepon setiap kejadian yang mungkin muncul. Sebagai implementasinya dapat dilakukan dengan menyiapkan pamphlet, leaflet dan bahan lain yang bertujuan untuk mendidik dan menyiapkan penduduk merespon suatu kondisi darurat. Pada reaktor PLTN Sequayah dan Watt Bar, Tennessee USA, kesiapsiagaan darurat ini dilakukan bersama-sama antara Tennessee Emergency Management Agency dan Tennesse Valley

Authoriry sebagai pengusaha nuklir. Dengan kesiapsiagaan ini diharapkan penduduk disekitar PLTN siap mengambil langkah- langkah dalam menanggulangi dampak kecelakaan nuklir.Dalam peraturan pemerintah No. 63, Tahun 2000 tentang keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 telah ditetapkan bahwa setiap pengusaha instalasi harus menyiapkan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat sekurang-kurangnya harus memuat:

a. Jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi pada instalasi; b. Upaya penanggulangan terhadap jenis/klasifikasi kecelakaan tersebut; c. Organisasi penanggulangan keadaan darurat;

d. Prosedur penanggulangan keadaan darurat;

e. Peralatan penanggulangan yang harus disediakan dan perawatannya; f. Personil penanggulangan keadaan darurat;

g. Latihan penanggulangan keadaan darurat;

h. Sistem komunikasi dengan pihak lain yang terkait dalam penanggulangan keadaan darurat.

Penanggulangan Darurat (Emergency Response)

Berdasarkan rencana kedaruratan di atas masyarakat akan merespon setiap kejadian bencana untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Karena konsentrasi pelepasan radionuklida adalah berbeda untuk jarak yang berbeda maka berbeda pula cara meresponnya. Perbedaan merespon tersebut ditentukan oleh zone-zone kedaruratan yaitu zone Precautionary Action Zone (PAZ), Urgent Protective Action Zone (UPZ), dan Long term Protective Action Zone (LPZ) seperti yang telah ditetapkan terdahulu..

Besar kecilnya dampak radiologi tergantung dari besarnya pelepasan yang keluar dari pengungkung dan kondisi cuaca. Oleh karena itu dalam rangka kesiap siagaan kedaruratan harus sudah disususn tim pengelola kecelakaan instalasi yang bertugas untuk mengevalusi kecelakaan, meliputi evaluasi kondisi nuklir, evaluasi up aya perlindungan penduduk, dan proteksi radiasi (IAEA 1997b).

Evaluasi kondisi nuklir bertujuan mengklasifikasikan jenis kecelakaan nuklir yang terjadi untuk menentukan tingkat kerusakan teras atau penyimpan bahan bakar, baik berdasarkan lama waktu teras tidak tertutup air atau tingkat radiasi pada pengungkung. Berbagai jenis kecelakaan dikelompokkan dalam bagian (1) tidak berfungsinya sistim keselamatan penting, (2) hilangnya penghalang produksi fisi, (3) tingginya radiasi, (4) sistem pengamanan, kebakaran kejadian alam dan lain- lain, dan (5) kejadian pada kolam elemen bakar. Dengan hasil evaluasi ini maka dideklarasikanlah tingkat kecelakaan dalam kategori (1) kecelakaan tingkat umum (luas), (2) kecelakaan tingkat kawasan, atau (3) kondisi bersiap-siap. Setiap perubahan kondisi instalasi dan radiologi harus dievaluasi segera untuk menentukan apakah kondisi sudah berubah

Upaya penanggulangan (protective action) bagi penduduk diawali dengan mencari tempat perlindungan (sheltering). Hal ini sangat diperlukan untuk menghindarkan penduduk dari dampak segera atau dosis tinggi. Setelah itu segera dilakukan evaluasi terhadap lingkungan, proyeksi jarak dan arah proteksi penduduk, dan pengambilan dan analisis contoh (IAEA 1997b). Terhadap contoh ini dilakukan pembandingan antara dosis yang diperkirakan (proyeksi) atau dosis yang diukur terhadap dosis tingkat interfensi operational (Operational Intervention Level, OIL). Tabel 55 menunjukkan salah satu upaya penanggulangan publik berdasarkan proyeksi dan pengukuran bungkah radionuklida (IAEA 1997b).

Proteksi Radiasi diperlukan untuk mengamankan pekerja radiasi selama yang bersangkutan bertugas mengamankan penduduk. Pekerja proteksi radiasi harus diamankan sedemikian rupa sehingga mereka tidak mendapatkan dosis melebihi batas yang diijinkan buat pekerja radiasi.

Evaluasi lingkungan dilakukan untuk memonitor dosis yang sudah sampai ke lingkungan sehingga dapat diketahui laju dosis ambang disekitar instalasi, konsentrasi radionuklida di udara, peta penyebaran unsur 131I dan 137Cs , campuran isotop yang terdeposisi dan konsentrasi radionuklida pada contoh makanan. Monitoring dilakukan berdasarkan prioritas. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 56. Hasil evaluasi ini akan dijadikan dasar merekomendasikan

Tabel 55 Upaya penanggulangan berdasarkan proyeksi dan pengukuran

Basis Oil Kriteria Dasar Upaya Penanggulangan

Proyeksi Proyeksi menunjukkan bahwa

tindakan perlindungan penting diambil

Perlindungan dalam gedung dan persiapan evakuasi pada jarak yang disesuaikan dengan proyeksi

1 1 mSv/jam Evakuasi atau siapkan shelter untuk

sektor ini, kedua sektor yang terdekat dan sektor yang terdekat dengan instalasi.

Laju dosis ambang pada bungkah

2 0.2 mSv/jam Minum zat penaham thyroid jika ada,

tutup jendela dan pintu dan monitor radio dan TV untuk instruksi selanjutnta

Sumber : IAEA (1997b)

Tabel 56. Prioritas Monitoring Lingkungan

Prioritas Waktu Dimana Team Tujuan Hasil

1 Setelah deklarasi Wilayah dekat dengan instalasi Survey Gamma dan Beta Untuk mendeteksi pelepasan dari instalasi dan lokasi arah bungkah radionuklida Catatan yang memberi gambaran 2 Selama dan setelah pelapasan

Wilayah yang tidak dievakuasi, mulai dari wilayah padat penduduk (kota) dimana hasil proyeksi menjamin evakuasi tetapi dengan jaminan bahwa semua arah angin dimonitor.

Survey Gamma dan Beta

Untuk identifikasi dimana dosis ambang mengharuskan upaya penanggulangan. Catatan dosis untuk pelaksanaan upaya penanggulangan. 3 Selama pelapasan

Bungkah Tim pencuplikan

udara

Mengambil dan analisis contoh udara dan laju dosis untuk menghitung ulang OIL

Catatan dosis untuk analisis contoh.

Sumber : IAEA (1997b)

upaya penanggulangan terhadap publik dan pekerja proteksi radiasi.

Berdasarkan data hasil survey selanjutnya dilakukanlah proyeksi ke arah dan jarak mana upaya penanggulangan dilakukan. Dengan menggunakan peta pada Gambar 55 dan Gambar 56 dapat segera ditentukan lokasi- lokasi survey dan jalur yang akan ditempuh. Apabila diputuskan untuk melakukan evakuasi segera

Dokumen terkait