• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kinerja

a. Pengertian kinerja

Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang telah dicapai/ dapat juga diartikan sebagai hasil yang dapat diperlihatkan. Menurut Helfert (1996) kinerja perusahaan adalah hasil yang telah dicapai/ yang dapat diperlihatkan oleh perusahaan selama melaksanakan kegiatan produksinya. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara, yaitu: 1) Analisis laporan keuangan, yaitu cara penilaian kinerja untuk

mengetahui posisi keuangan dan kemajuan hasil operasi perusahaan.

2) Analisis anggaran, yaitu cara penilaian kinerja untuk mengetahui keefektifan anggaran yang ada untuk kegiatan operasi perusahaan.

3) Analisis kebijakan akuntansi, yaitu cara penilaian kinerja untuk mengetahui pengaruh kebijakan akuntansi perusahaan terhadap

commit to user

keuntungan yang diperoleh dan terhadap perkembangan perusahaan apabila ditetapkan dalam kegiatan operasi perusahaan.

4) Analisis risiko, yaitu cara penilaian kinerja dengan menganalisis faktor-faktor dasar yang menentukan risiko-risiko yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatannya.

b. Manfaat pengukuran kinerja

Ada beberapa manfaat pengukuran kinerja seperti yang diungkapkan Mardiasmo (2002: 122), yaitu:

1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.

2) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

3) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.

4) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

5) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

6) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. 8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara

objektif.

Menurut Mardiasmo (2002: 121) sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.

c. Tujuan pengukuran kinerja

Menurut Mardiasmo (2002: 122) secara umum, tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:

1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara secara lebih baik (top down dan bottom up).

2) Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.

3) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

commit to user

4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

Ada beberapa aspek kinerja yang dapat diukur dalam pengukuran kinerja menurut Bastian (2006: 276-277), yaitu:

1) Aspek finansial 2) Kepuasan pelanggan 3) Operasi dan bisnis internal 4) Kepuasan pegawai

5) Kepuasan komunitas 6) Waktu

Ada beberapa aspek pengukuran kinerja organisasi sektor publik menurut Mahsun (2006: 31), antara lain:

1) Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2) Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat ukuran pelaksanaan kegiatan tersebut.

3) Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari sesuatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

4) Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.

5) Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6) Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

Menurut Mardiasmo (2002, 130-131) indikator value for money dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi). 2) Indikator kualitas pelayanan (efektivitas).

2. Laporan Kinerja Keuangan

a. Pengertian laporan keuangan

Menurut Mardiasmo (2002: 159) laporan keuangan organisasi sektor publik merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik. Akuntansi dan laporan keuangan mengandung pengertian sebagai suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan pengkomunikasian informasi yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan dan untuk menilai kinerja organisasi. Menurut Munawir (2003: 31) laporan keuangan merupakan alat

commit to user

dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan.

Menurut Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik (2007: 20) keuangan daerah dikelola dengan berdasarkan azas umum, tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat.

Menurut Mardiasmo (2002: 160) organisasi sektor publik dituntut untuk dapat membuat laporan keuangan eksternal yang meliputi laporan keuangan formal, seperti Laporan Surplus/ Defisit, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Rugi/ Laba, Laporan Aliran Kas, Neraca, serta Laporan Kinerja yang dinyatakan dalam ukuran finansial dan non-finansial.

Laporan kinerja keuangan atau disebut juga laporan pendapatan dan biaya, laporan rugi, laporan operasi, laporan surplus-defisit, atau laporan profit dan kas adalah laporan keuangan yang menyajikan pendapatan dan biaya selama satu tahun periode (Bastian, 2006: 248).

b. Tujuan laporan keuangan

Menurut Mardiasmo (2002: 163-164) secara rinci tujuan akuntansi dan laporan keuangan organisasi pemerintahan adalah:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

1) Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi aliran kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah.

2) Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.

3) Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuainnya dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang disyaratkan. 4) Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran,

serta untuk memprediksi pengaruh akuisisi dan alokasi sumber daya terhadap pencapaian tujuan operasional.

5) Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional, seperti:

a) Untuk menentukan biaya program, fungsi, dan aktivitas sehingga memudahkan analisis dan melakukan perbandingan dengan kriteria yang telah ditetapkan, membandingkan dengan kinerja periode-periode sebelumnya, dan dengan kinerja unit pemerintah lain.

b) Untuk mengevaluasi tingkat ekonomi dan efisiensi operasi, program, aktivitas, dan fungsi tertentu di unit pemerintah.

commit to user

c) Untuk mengevaluasi hasil suatu program, aktivitas, dan fungsi serta efektivitas terhadap pencapaian tujuan dan target.

d) Untuk mengevaluasi tingkat pemerataan (equality) dan keadilan (equity).

c. Manfaat laporan kinerja keuangan

Pelaporan kinerja keuangan memiliki beberapa fungsi seperti yang diungkapkan Bastian (2006: 306-308), yaitu:

1) Sebagai motivator untuk meningkatkan kinerja. 2) Sebagai alat akuntabilitas.

3) Sebagai alat untuk menentukan latihan terbaik.

Ada beberapa klasifikasi pemakai laporan keuangan sektor publik seperti yang diungkapkan Anthony dalam Mardiasmo (2002: 168) menjadi lima kelompok, yaitu:

1) Lembaga pemerintah (governing bodies). 2) Investor dan kreditor.

3) Pemberi sumber daya (resource providers). 4) Badan pengawas (oversight bodies).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

3. Analisis Laporan Keuangan

a. Pengertian analisis laporan keuangan

Analisis laporan keuangan merupakan upaya untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan pemerintah daerah, dengan menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih rinci dan melihat hubungan antar pos untuk mengetahui kondisi keuangan, sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik, 2007: 71).

Ada beberapa karakteristik dalam analisis laporan keuangan menurut Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik (2007: 69), antara lain:

1) Fokus pada laporan keuangan. 2) Memuat analisis hubungan. 3) Memuat implikasi dan prediksi. 4) Dipengaruhi oleh kemampuan analis.

Analisis laporan keuangan dapat ditinjau dari ragam laporan yang ada seperti yang diungkapkan Bastian (2006: 250), yaitu: 1) Laporan kinerja keuangan (Neraca).

2) Likuiditas pemerintahan. 3) Komposisi investasi. 4) Kekayaan pemerintah. 5) Komposisi kewajiban.

commit to user 6) Revaluasi cadangan.

7) Komposisi hutang pensiun.

8) Laporan kinerja keuangan (surplus-defisit). 9) Efektivitas penarikan.

10)Tingkat pelanggaran peraturan keuangan. 11)Komposisi pendapatan.

12)Komposisi pengeluaran. 13)Beban bunga pinjaman.

14)Rugi surplus translasi mata uang. 15)Laporan arus kas.

16)Komposisi arus kas.

17)Tingkat penarikan pajak baik individu, organisasi maupun produk.

18)Komposisi pajak tidak langsung.

19)Komposisi likuiditas pendapatan lain-lain. 20)Komposisi pengeluaran kas.

21)Komposisi pengeluaran investasi. 22)Komposisi pencairan investasi.

23)Komposisi likuiditas pertukaran mata uang.

Dalam menganalisis laporan keuangan pemerintah daerah rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk analisis laporan keuangan pemerintah daerah menurut Mahmudi (2007: 920), antara lain:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

1) Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Walaupun pemerintah daerah sudah menyusun anggaran kas, tetapi analisis likuiditas akan lebih bermanfaat bagi manajemen dibandingkan jika hanya mendasarkan pada anggaran kas saja. Untuk melakukan analisis likuiditas ada beberapa rasio yang bisa dipelajari, yaitu:

a) Rasio Lancar (Current ratio)

Rasio lancar membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki pemerintah daerah pada tanggal neraca dengan utang jangka pendek. Rasio lancar merupakan ukuran standar untuk menilai kesehatan keuangan organisasi, baik organisasi bisnis maupun pemerintah daerah. Rasio ini menunjukkan apakah pemerintah daerah memiliki aset yang mencukupi untuk melunasi utangnya. Nilai standar rasio lancar yang dianggap lancar adalah 2:1. Namun angka tersebut tidaklah mutlak, sangat tergantung karakteristik aset lancar dan utang lancar. Tetapi nilai nominal yang masih bisa diterima adalah 1:1, jika kurang dari itu maka keuangan organisasi tidak lancar.

commit to user b) Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio kas membandingkan antara kas antara kas yang tersedia dalam pemerintah ditambah efek yang dapat segera diuangkan (investasi jangka pendek) dibagi dengan utang lancar. Rasio kas bermanfaat untuk mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam membayar utang yang segera dipenuhi dengan kas dan efek yang dimiliki pemerintah daerah.

c) Rasio Cepat (Quick Ratio)

Quick ratio membandingkan antara aktiva lancar setelah dikurangi persediaan dengan utang lancar. Quick ratio mengindikasikan apakah pemerintah daerah dapat membayar utangnya dengan cepat. Semakin tinggi nilai quick ratio maka semakin tinggi tingkat likuiditas keuangan. Nilai yang dianggap baik untuk quick ratio adalah 1:1. d) Working Capital to Total Assets

Working capital to Total Assets adalah rasio keuangan untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dengan posisi modal kerja neto.

2) Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas dapat digunakan untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

panjang. Dikatakan tidak solvabel apabila total utang yang dimiliki pemerintah daerah lebih besar dibandingkan dengan total asetnya.

3) Rasio Utang (Leverage)

a) Rasio Utang terhadap Ekuitas (total debt to equity ratio) Rasio utang terhadap ekuitas adalah rasio yang

digunakan untuk mengetahui bagian dari setiap rupiah ekuitas dan yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi mengindikasikan bahwa pemerintah daerah mungkin sudah kelebihan utang dan harus segera mencari jalan untuk mengurangi utang. Semakin besar rasio ini menunjukkan resiko pemberian utang semakin besar.

b) Rasio Utang terhadap Aset Modal (total debt to capital assets)

Rasio ini digunakan untuk mengetahui bagian dari aset modal yang dapat digunakan untuk menjamin utang. Pemerintah daerah tidak diasumsikan untuk dilikuidasi karena kreditor tidak bisa mengklaim aset modal pemerintah daerah jika terjadi kegagalan dalam membayar utang, kreditor tidak dapat mempailitkan pemerintah daerah. Rasio ini kurang relevan jika digunakan dalam organisasi sektor publik.

commit to user c) Time Interest Earned Ratio

Time Interest Earned Ratio adalah rasio untuk mengetahui besarnya jaminan keuntungan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan laba sebelum bunga dan pajak dengan utang jangka panjang. Rasio ini juga kurang tepat untuk digunakan dalam sektor publik.

4) Rasio Kemandirian

Rasio kemandirian yaitu rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemandirian Pemerintah Daerah dalam hal pendanaan semua aktivitasnya. Semakin tinggi nilai rasio kemandirian Pemerintah Daerah maka semakin baik karena Pemerintah Daerah tidak tergantung dana dari pihak ketiga untuk mendanai semua aktivitasnya.

B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

1. Pendapatan Daerah

Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah. Adapun Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta sebagai pengelola keuangan daerah melakukan kebijakan-kebijakan untuk pendapatan daerah sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

a. Target Pendapatan Asli Daerah 10% dari anggaran tahun sebelumnya.

b. Kebijakan keuangan pendapatan daerah dari pos lain-lain menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di Pemerintah Pusat dan atau Propinsi.

c. Kebijakan keuangan untuk dana perimbangan juga menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di Pemerintah Pusat dan atau Propinsi.

Pencapaian kinerja pendapatan Pemerintah Kota Surakarta dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel II. 1

Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006-2009

(dalam rupiah) Tahun

Anggaran

APBD setelah

perubahan Realisasi APBD

Lebih/ (kurang) 2006 74.709.440.000,00 78.637.865.549,00 105,26% 2007 88.034.379.000,00 89.430.977.982,00 101,59% 2008 96.199.901.000,00 102.929.501.970,00 107,00% 2009 110.842.157.600,00 101.972.318.682,00 92,00%

Sumber: Data yang diolah

Efektivitas adalah kontribusi output terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002: 132). Dikatakan efektif apabila selisih realisasi penerimaan dengan target yang dianggarkan mengalami selisih positif yaitu di atas/ lebih dari 100%, sedangkan kurang/ tidak efektif apabila selisih realisasi penerimaan dengan target yang dianggarkan mengalami selisih negatif yaitu di bawah/ kurang dari 100%. Untuk dapat mengetahui seberapa besar

commit to user

tingkat efektivitas penerimaan Pendapatan Asli Daerah digunakan rumus sebagai berikut:

Berdasarkan tabel di atas, analisis efektivitas untuk penerimaan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 2006-2008 sudah efektif dalam mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah karena nilai rasio efektivitas pada tahun 2007-2008 mencapai lebih dari 100%. Pada tahun 2009 tingkat efektivitas penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah justru mengalami penurunan sangat signifikan di bawah 100% yaitu hanya 92%. Ini bisa disebabkan karena pada tahun 2009 penerimaan dari pos hasil retribusi daerah mengalami penurunan.

Pencapaian kinerja pendapatan Pemerintah Kota Surakarta berdasarkan target yang telah ditetapkan dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel II. 2

Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2009

Tahun Anggaran

Target 10% dari Anggaran setelah Perubahan Tahun Sebelumnya

2007 19,7%

2008 17%

2009 6%

Sumber: Data yang diolah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Berdasarkan tabel di atas, analisis pencapaian target 10% dari anggaran tahun sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pendapatan Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 2007-2008 mengalami kenaikan tetapi pada tahun 2009 justru pendapatan Pemerintah Kota Surakarta mengalami penurunan sebesar 0,9% dari tahun sebelumnya. Dilihat berdasarkan pencapaian target Pendapatan Asli Daerah sebesar 10% dari anggaran tahun sebelumnya dengan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pendapatan masih belum optimal. Pada tahun 2007 sudah memenuhi target sebesar 19,7%, sedangkan tahun 2008 target mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 17%, dan pada tahun 2009 justru target 10% dari anggaran tahun sebelumnya tidak tercapai karena hanya mencapai sebesar 6%. Selama 3 tahun tugas Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta selaku pengelola keuangan daerah mengalami kegagalan hanya pada tahun 2009 karena pendapatan daerah tidak dapat melampaui target/ kebijakan yang diambilnya. Ini disebabkan pada tahun 2009 Pendapatan Asli Daerah dari sektor Hasil Retribusi Daerah juga menurun dari tahun sebelumnya karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah.

2. Belanja Daerah

Adapun Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta sebagai pengelola keuangan daerah melakukan kebijakan-kebijakan untuk belanja daerah sebagai berikut:

commit to user

a. Penyusunan belanja daerah dapat menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja perangkat daerah.

b. Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan.

c. Belanja administrasi umum non gaji dianggarkan sesuai kebutuhan agar satuan kerja perangkat daerah dapat beroperasi, sedangkan untuk belanja pegawai/ personalia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencapaian kinerja belanja daerah Pemerintah Kota Surakarta berdasarkan analisis efektivitas dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel II. 3

Belanja Daerah Pemerintah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2009

(dalam rupiah) Tahun

Anggaran

APBD setelah

Perubahan Realisasi Anggaran

Lebih/ (kurang) 2007 656.247.692.050,00 588.297.504.607,60 89,65% 2008 854.690.595.842,00 760.080.852.467,00 88,93% 2009 869.969.523.040,00 747.265.480.803,00 85,90%

Sumber: Data yang diolah

Dikatakan efektif apabila selisih realisasi anggaran belanja dengan target yang dianggarkan mengalami selisih positif yaitu di bawah/ kurang dari 100%, sedangkan kurang/ tidak efektif apabila selisih realisasi anggaran belanja dengan target yang dianggarkan mengalami

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

selisih negatif yaitu di atas/ lebih dari 100% karena menunjukkan terjadinya pemborosan anggaran belanja daerah.

Berdasarkan tabel belanja daerah di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah Kota Surakarta telah dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta tentang belanja daerah, yaitu tidak melebihi 100% dari anggaran setelah perubahan tahun yang bersangkutan. Terlihat bahwa dari tahun ke tahun tingkat efektivitas penggunaan anggaran untuk belanja daerah semakin baik. Belanja daerah ini dialokasikan untuk membiayai belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik.

3. Pembiayaan

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta mempunyai kebijakan-kebijakan dalam hal pembiayaan keuangan untuk Pemerintah Kota Surakarta, antara lain:

a. Perkiraan untuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tahun sebelumnya akan digunakan untuk menutup defisit anggaran dan sebagian akan dialokasikan pada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tahun berkenaan, untuk pembayaran pokok pinjaman, dana cadangan, dan penyertaan modal.

Pencapaian kinerja dilihat dari pembiayaan daerah Pemerintah Kota Surakarta dapat dilihat dari tabel berikut ini:

commit to user Tabel II. 4

Analisis Hubungan Laporan Kinerja Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2009

(dalam rupiah)

Nama Akun Realisasi Anggaran

2007 2008 2009 Pendapatan (a) 601.429.870.735 751.268.361.957 728.938.187.952 Belanja (b) 588.297.504.607 760.080.852.467 747.265.480.803 Surplus/ (Defisit) (c= a-b) 13.132.366.127 (8.812.490.510) (18.327.292.851) Pembiayaan: Penerimaan (d) 121.981.672.429 107.984.094.971 43.101.371.954 Pengeluaran (e) 78.340.612.810 57.080.484.682 4.817.459.918 Surplus/ (Defisit) (f= d-e) 43.541.059.619 50.903.610.289 38.283.912.036 SILPA (g=c-f) 56.773.425.746 42.091.119.779 19.956.619.185

Sumber: Data yang diolah

Berdasarkan tabel analisis hubungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 dan 2009 terjadi defisit anggaran yang disebabkan total belanja yang lebih besar daripada total pendapatan. Keadaan ini terjadi karena meningkatnya belanja dari aktivitas operasi dan aktivitas investasi non keuangan pada Pemerintah Kota Surakarta tahun 2008 dan 2009, sedangkan untuk pembiayaan Kota Surakarta sudah sesuai dengan kebijakan yang telah dilaksanakan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta karena dari analisis hubungan antar pos-pos laporan kinerja tersebut terlihat bahwa tidak ada penyimpangan dalam penyajiannya. Untuk masalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, menurut Kepala Bidang Akuntansi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta akan ditutup pada anggaran surplus tahun 2012 yang akan datang.

4. Analisis Rasio

a. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan metode untuk menganalisis kemampuan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat diukur dengan menggunakan rasio lancar, quick ratio dan rasio kas terhadap total utang lancar. Pada quick ratio, pos persediaan dikeluarkan dari aktiva lancar karena dianggap sebagai aktiva lancar yang paling lama untuk berubah menjadi kas. Pos persediaan ini umumnya bukan persediaan barang dagang yang ditujukan untuk dijual kembali tetapi untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah daerah atau diserahkan kepada masyarakat. Pada rasio kas, pos yang digunakan dalam rasio ini hanya pos kas dan investasi jangka pendek. Hal ini untuk menunjukkan perbandingan yang lebih likuid dari rasio lancar. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas, yaitu sebagai berikut:

commit to user

Dengan rumus tersebut di atas dapat dihitung rasio likuiditas pada Pemerintah Kota Surakarta sebagai berikut:

Tabel II. 5

Rasio Likuiditas Pemerintah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2009

(dalam rupiah)

Keterangan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Kas 56.867.319.233,40 36.353.409.805,40 19.964.195.040,40 Aktiva Lancar 69.482.724.327,78 56.466.025.339,70 32.835.154.832,81 Persediaan 4.523.709.836,38 7.094.297.288,30 6.061.009.357,41 Investasi jangka pendek Utang Lancar 8.815.161.470,51 - 6.000.000.000,00 5.606.131.686,00 - 29.905.787.925,00 Rasio Lancar 8,00 10,10 1,10 Rasio Cepat 7,40 8,80 0,90 Rasio Kas 6,40 7,50 0,70 Sumber: Data yang diolah

Berdasarkan hasil analisis perhitungan rasio lancar di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rasio lancar pada tahun 2007 yaitu 8:1 yang berarti setiap Rp1,00 utang lancar Pemerintah Kota Surakarta dapat dijamin dengan Rp8,00 aktiva lancar yang dimiliki Pemerintah Kota Surakarta. Pada tahun 2008 nilai rasio lancar yaitu 10:1 ini menunjukkan bahwa setiap Rp1,00 utang lancar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Pemerintah Kota Surakarta dapat dijamin dengan Rp10,10 aktiva lancar yang dimiliki Pemerintah Kota Surakarta. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan keuangan Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 2007-2008 dianggap sangat baik karena memiliki aktiva lancar yang mencukupi untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Nilai standar rasio lancar yang dianggap lancar adalah 2:1 atau nilai nominal yang masih bisa diterima adalah 1:1. Sedangkan nilai rasio lancar pada tahun 2009 menunjukkan bahwa setiap Rp1,00 utang lancar yang dimiliki Pemerintah Kota Surakarta dapat dijamin dengan Rp1,10 aktiva lancarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan keuangan Pemerintah Kota Surakarta masih dianggap baik walaupun tidak selikuid pada tahun 2007-2008 yang mana tahun 2009 nilai aktiva lancar menurun, sedangkan nilai utang lancar cenderung naik secara signifikan. Penyebab naiknya utang lancar ini disebabkan pos utang jangka pendek lainnya juga naik sangat signifikan. Keadaan seperti ini dianggap masih aman dalam memenuhi kewajiban jangka pendek

Dokumen terkait