5.1. Analisis Sistem Perencanaan Obat Instalasi Farmasi RS. USU
Instalasi farmasi RS. USU melakukan perencanaan untuk keseluruhan obat setiap bulan dengan melakukan prosedur sebagai berikut.
1. Pelaksana farmasi di bagian perbekalan menghitung jumlah kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP).
2. Apoteker penanggung jawab akan mengawasi perencanaan yang akan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data penggunaan periode lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan.
3. Apoteker penanggung jawab perbekalan farmasi akan membuat daftar rencana kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) tahunan dan bulanan.
4. Apoteker penanggung jawab perbekalan farmasi mengajukan daftar kebutuhan kepada Kepala Instalasi Farmasi.
5. Daftar kebutuhan yang disetujui akan diajukan kepada direktur utama yang selanjutnya akan diproses untuk pengadaan.
Perencanaan obat dilakukan dengan melakukan peramalan obat untuk periode selanjutnya dengan menghitung rata-rata pemakaian obat setahun terakhir lalu dilakukan penyesuaian dengan pola pasien selama tiga bulan terakhir. Jika jumlah pasien semakin meningkat atau menurun, maka akan disesuaikan dengan
V-2
hasil peramalan setahun terakhir, sehingga tidak ada nilai pasti yang keluar dari hasil perhitungan peramalan, dikarenakan adanya penyesuaian setelah perhitungan.
Hasil peramalan selanjutnya akan dirundingkan kembali dalam rapat pengadaan dengan menentukan obat-obat mana saja yang membutuhkan stok pengaman. Penentuan dilakukan dengan menambahkan jumlah obat mulai dari 10% jumlah pemakaian. Dalam rapat perencanaan juga dilakukan pengelompokkan obat secara langsung tanpa menggunakan metode tertentu dalam penentuan obat yang perlu untuk di prioritaskan.
Pemesanan obat dibagi menjadi dua yaitu pemesanan obat rutin dan pemesanan obat urgensi. Pada pemesanan obat rutin dilakukan setiap awal bulan menggunakan e-katalog, namun tidak ada tanggal pasti setiap bulannya dengan jangka waktu 14 hingga 30 hari. Pada pemesanan obat urgensi dilakukan sekali setiap bulan dengan jangka waktu 2 hari dan jumlah yang terbatas.
5.2. Analisis Pengelompokkan Obat Menggunakan Metode Hierachy Clustering
Pengelompokkan obat dilakukan menggunakan hierarchy clustering dengan metode complete linkage dan perhitungan jarak menggunakan metode euclidean distance. Penggunaan metode ini dilakukan agar dapat mempermudah pihak instalasi farmasi dalam melakukan pengelompokkan obat antibiotik untuk perencaanaan obat. Pengelompokan obat dibagi menjadi dua kategori yaitu obat pemakaian tinggi dan obat pemakaian rendah. Implementasi metode hierarchy
V-3
clustering dilakukan menggunakan software R, berdasarkan pengujian hasil clustering menggunakan koefisien silhouette diperoleh hasil bahwa nilai koefisien tertinggi terdapat pada 2 klaster yaitu dengan nilai 0,8143 yang menyatakan sebagai jumlah klaster yang paling optimal dan termasuk ke dalam kategori strong cluster. Oleh karena itu, pengelompokan obat antibiotik dengan dua klaster yaitu obat pemakaian tinggi dan obat pemakaian rendah merupakan pengelompokan yang optimal.
Pengelompokkan menggunakan algoritma complete linkage dilakukan dengan menghitung jarak terjauh dari masing – masing objek di klaster. Berikut ini adalah hasil pengelompokkannya yang dapat dilihat pada Gambar 5.1. dengan garis biru menyatakan klaster 1 dan garis kuning menyatakan klaster 2.
Sumber: Pengolahan Data
Gambar 5.1 Dendogram Complete Linkage
Hasil pengelompokkan yang dilakukan pada 49 data obat antibiotik ialah terdapat dua klaster utama. Klaster satu yaitu kategori obat pemakaian rendah dengan 45 jenis obat dan pada klaster dua yaitu kategori obat pemakaian tinggi dengan 4
V-4
jenis obat. Pada kedua klaster tersebut , memiliki nilai rata-rata untuk masing-masing atribut yaitu pemakaian per bulan yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.1. Rata-Rata Pemakaian Obat Tiap Klaster per Unit Bulan Klaster 1 Klaster 2
Berdasarkan nilai rata-rata pemakaian obat tiap klaster dalam satuan unit, dapat dilihat bahwa pada klaster 1 yang menyatakan obat pemakaian rendah memiliki rata-rata pemakaian obat berkisar dari 34,07 unit hingga 147,56 unit, sedangkan pada klaster 2 memiliki rata rata pemakaian obat yaitu dari 643,50 unit hingga 2660,25 unit.
5.3. Analisis Pemilihan Metode Peramalan Obat
Pemilihan metode peramalan yang digunakan ialah metode time-series smoothing yaitu moving average, single exponential smoothing dan winter’s method. Perhitungan peramalan hanya dilakukan pada obat kategori tinggi yang
V-5
berjumlah 4 jenis obat yaitu Ceftriaxone 1 gr, Cefixime 100 mg Ciprofloxacin 500 mg, dan Cefadroxil 500 mg.
Pemilihan metode peramalan didasarkan pada pola data obat pada kategori obat pemakaian tinggi. Pada pola data obat Ceftriaxone 1 gr dan Ciprofloxacin 500 mg memiliki kecenderungan trend dan musiman sehingga dapat digunakan metode moving average, simple exponential smoothing dan winter’s model. Pada pola obat Cefixime 100 mg dan Cefadroxil 500 mg memiliki kecenderungan pola data trend dan variasi yang tidak teratur sehingga dapat digunakan metode moving average dan simple exponential smoothing. Perbandingan akurasi peramalan pada masing-masing metode dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Perbandingan Akurasi Metode Peramalan
Metode Obat Akurasi Peramalan
MAPE (%) MAD MSD
Moving Average
Ceftriaxone 1 gr 13 81,5 11156,3
Cefixime 100 mg 31 279 104849
Ciprofloxacin 500 mg 21,6 262 89595,7
Cefadroxil 500 mg 19 311 137605
Winter’s Model Ceftriaxone 1 gr 25,6 171,4 43749,2
Ciprofloxacin 500 mg 22 314 196469
Sumber:Pengolahan Data
Metode peramalan yang terpilih untuk obat kategori tinggi ialah moving average dengan periode waktu 6 bulan dengan nilai akurasi terendah jika dibandingkan dengan metode lainnya. Masing-masing akurasi peramalan memiliki nilai pengukuran yang berbeda, pada MAPE memperlihatkan besar kesalahan ramalan yang dibandingkan dengan nilai aktual data dalam bentuk
V-6
persentase, pada MAD menguku kesalahan ramalan dalam unit yang sama dengan deret asli dan pada MSD digunakan untuk melihat nilai rata-rata kesalahan kuadrat.
Uji verifikasi peramalan menggunakan peta moving range chart untuk masing masing obat pada metode moving average. Berdasarkan uji verifikasi dengan menggunakan moving range chart, diperoleh hasil pada masing-masing obat di kategori tinggi, titik-titik Y-Y’ berada didalam batas kontrol menurut 4 aturan yaitu aturan satu titik, aturan tiga titik, aturan lima titik dan aturan delapan titik, sehingga metode peramalan moving average dengan periode waktu 6 bulan memenuhi persyaratan. Peramalan menggunakan metode moving average pada periode selanjutnya untuk obat kategori tinggi memberikan hasil pada obat Ceftriaxone 1 gr yaitu 614,33 tablet, obat Cefixime 100 mg yaitu 896,17 tablet, Ciprofloxacin 500 mg 1398,17 tablet dan Cefadroxil 500 mg yaitu 1796,83 tablet.
5.4. Analisis Perhitungan Obat Metode Minimum-Maximum Stock Level Penggunaan metode minimum-maximum stock level digunakan untuk meminimalisir adanya kejadian stock out yang dikarenakan stok pengaman di gudang habis digunakan pada saat menunggu obat baru datang, sehingga jika pada saat penggunaan rutin, jumlah yang dibutuhkan kurang maka stok pengaman tidak ada lagi. Waktu tunggu obat yang berada diantara 14 hingga 30 hari mengakibatkan stok pengaman habis digunakan saat masa tunggu obat tersebut, sehingga saat obat dibutuhkan untuk kebutuhan rutin stok pengaman tidak ada.
Oleh karena itu, dilakukan perhitungan stok minimum yang harus ada di gudang
V-7
untuk meminimalkan kejadian tersebut dan adanya stok maksimum agar tidak terjadi kelebihan stok obat di dalam gudang. Perhitungan diawali dengan menghitung stok minimum dan maksimum, setelah itu dilakukan perhitungan jumlah pemesanan kembali. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Rekapitulasi Perhitungan Obat
Nama Obat Stok Minimum Stok Maximum Jumlah Pemesanan
Ceftriaxone 1 gr 573,37 860,06 286,69
Cefixime 100 mg 836,43 1254,64 418,21
Ciprofloxacin 500 mg 1304,96 1957,43 652,48
Cefadroxil 500 mg 1677,04 2515,56 838,52
Sumber:Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 5.4. diperoleh hasil stok minimum dan maksimum yang harus disediakan untuk masing masing obat. Pada obat Ceftriaxone 1gr, jika stok di gudang sudah melewati batas minimum yaitu 573,37 tablet, maka harus dilakukan pemesanan kembali yaitu 286,69 tablet dikarenakan batas stok maksimum pada obat tersebut adalah 860,06 tablet. Hal ini juga berlaku pada ketiga obat lainnya.
Jumlah kebutuhan obat yang digunakan pada klaster 2 kategori obat pemakaian tinggi ialah hasil perhitungan jumlah pemesanan dengan input dari peramalan menggunakan metode moving average dengan periode waktu 6 bulan.
Stok minimum berfungsi sebagai stok yang harus ada di gudang, sehingga saat obat dibutuhkan masih terdapat stoknya. Stok maksimum berfungsi jumlah maksimum obat yang dapat disimpan di gudang, sehingga tidak terjadi kelebihan stok. Jumlah pemesanan kembali dilakukan pada saat stok obat telah melewati batas minimum dan mendekati safety stock, hal ini dikarenkaan stok minimum disediakan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu obat.
VI-1