• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Desain Jembatan

4) Design Struktur Beton Prategang (T.Y Lin dan Burns,

2.5 Dasar Desain

2.5.1 Analisis Pembebanan Struktur Jembatan

Pembebanan Pembebanan pada balok prategang

digunakan untuk mengetahui apakah penampang balok prategang tersebut bisa menahan beban-beban yang bekerja pada penampang. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur girder dalam tugas akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu pada RSNI T-02-2005. Beban-beban yang bekerja adalah :

1. Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan diaphragma.

2. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi

akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu

lintas kendaraan sesuai dengan peraturan

pembebanan untuk jembatan jalan raya yang berlaku.

 Beban “D” Beban Lajur “D” terdiri atas beban tersebar merata, Uniform Distributed Load (UDL) yang digabung dengan beban garis, dan Knife Edge Load (KEL)

a. Beban Tersebar Merata (UDL),

mempunyai intensitas q t/m2 dimana

besarnya q tergantung pada panjang total wilayah yang dibebani, seperti berikut :

26

q = 0.9 x (0.5 + 15/L) t/m2  > 30 m. dengan pengertian :

q = intensitas beban terbagi rata (BTR)

dalam arah memanjang jembatan.

L = panjang total jembatan yang

dibebani (meter).

b. Beban Garis atau Knife Edge Load (KEL)

dengan intensitas p ton/m’ harus

ditempatkan tegak lurus terhadap lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p adalah 4.90 ton/m’.

c. Beban “T” adalah Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 2.1. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan

bidang kontak antara roda dengan

permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar 2.2 Pembebanan Truk “T”

d. Faktor Pembesaran Dinamis

Faktor pembesaran dinamis (DLA) berlaku pada “KEL” lajur “D” dan truk “T” sebagai simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Untuk truk “T” nilai DLA 0.3 sedangkan untuk “KEL” lajur “D” nilai dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.2 Faktor Beban Dinamik untuk

28 Bentang Ekuivalensi L (m) DLA (untuk kedua keadaan batas) L ≤ 50 0.4 50 < L< 90 0.525-0.0025 L L ≥ 90 0.3

 Beban Pejalan Kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 2.3. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

c. Beban angin

Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab …(2.10)

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan pada rumus dibawah ini :

TEW = 0.0012 × Cw ×Vw2 × Ab (kN) …(2.11) dengan pengertian :

Vw adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk

keadaan batas yang ditinjau

Cw adalah koefisien seret - lihat Tabel 2.2

Ab adalah luas koefisien bagian samping

jembatan (m2)

Tabel 2.4 Koefisien seret Cw

Type Jembatan Cw

Bangunan atas masif :

B/d = 1.0 2.1

B/d = 2.0 1.5

B/d = 6.0 1.25

30

Catatan :

- B = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.

- D = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang massif.

- Untuk harga antara B/d bias diinterpolasi linier. - Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi,

Cw harus dinaikan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi dengan kenaikan maksimum 25%.

d. Beban gempa

Pembebanan gempa dihitung berdasarkan pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, (PPTJ,

BMS, hal. 2-45)

Yaitu :

V = Kh. I. Wt …(2.12)

Keterangan :

Kh = koefisien beban gempa horizontal

I = factor keutamaan

Wt = Total berat nominal bangunan yang

dipengaruhi oleh percepatan diambil akibat gempa, sebagai beban mati tambahan (kN)

Dimana :

Kh = C.S … (2.13)

Keterangan :

C = Koefisien geser dasar untuk daerah,

waktu dan kondisi setempat yang sesuai.

S = factor tipe bangunan

e. Beban Rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D

yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kPa.

Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.

32

f. Gaya setrifugal

Tabel 2.6 Faktor beban akibat gaya sentrifugal

Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel 11 dan Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku untuk gaya sentrifugal.

Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan :

TTR = gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian

jembatan

TT = Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada

bagian yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama)

V = kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)

r = jari-jari lengkungan (m)

Dokumen terkait