Skema penelitian dengan menggunakan model BPNN dan model PNN+BPNN ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Skema Penelitian
Skema Keterangan
Skema I Penerapan BPNN dengan 1 dan 2 lapisan hidden
JST1-05 1 lapisan hidden, 5 neuron hidden
JST1-10 1 lapisan hidden, 10 neuron hidden
JST1-20 1 lapisan hidden, 20 neuron hidden
JST2-10-5 2 lapisan hidden, 10 dan 5 neuron hidden
JST2-20-10 2 lapisan hidden, 20 dan 10 neuron hidden
Skema II Prediksi kelas PNN menentukan model BPNN yang akan digunakan. Model BPNN yang digunakan dibangun dari kelas yang bersesuaian. Kelas 1 menggunakan model BPNN dengan pelatihan data untuk kelas 1, begitu juga untuk kelas 2.
Awal Musim Hujan (AMH/onset)
Penelitian dilakukan di wilayah Indramayu pada posisi pengamatan curah hujan seperti pada Gambar 17 sebagai berikut.
Gambar 17 Peta sebaran lokasi pengamatan hujan pada wilayah penelitian
(Sumber peta dasar : Badan Informasi Geospasial)
Hasil penentuan AMH (onset) untuk tiap titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 18.
Gambar 18 AMH setiap titik pengamatan (Indramayu)
240 265 290 315 340 365 390 415 440 465 AMH Tahun
Indramayu (T1) Kedokan Bunder (T2) Krangkeng (T3)
Juntinyuat (T4) Sudimampir (T5) Bondan (T6)
Nilai AMH diperoleh berdasarkan dari perhitungan AMH tiap titik pengamatan menggunakan data curah hujan harian dari tahun 1990 hingga 2005.
Oceanic Nino Index (ONI) dibentuk dari data Anomali Nino3.4 yang digunakan oleh NOAA sebagai standar dalam melakukan identifikasi kejadian El Nino maupun La Nina di wilayah Pasifik tropis menunjukkan bahwa karakteristik wilayah Indramayu terpengaruh oleh fenomena iklim global. Grafik perbandingan
oceanic nino index dengan rata-rata awal musim hujan Indramayu ditunjukkan
pada Gambar 19.
(a) (b)
Gambar 19 Perbandingan (a) ONIdan (b) Rata-rata AMH Indramayu
Data anomali Nino3.4 (ONI) menunjukkan bahwa pola awal musim hujan di wilayah pengamatan (Indramayu) memiliki karakteristik yang menyerupai pola kejadian El Nino dan La Nina berdasarkan ONI. Karakteristik ini menjadi dasar bahwa indeks iklim global dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi wilayah Indramayu. Analisis lebih lanjut terhadap pengaruh setiap indeks iklim global tersebut akan dibahas dalam penentuan prediktor untuk neural networks.
Pemilihan Prediktor
Analisis korelasi tiap indikator iklim global dilakukan untuk menentukan prediktor yang digunakan dalam penerapan jaringan syaraf tiruan. Korelasi dihitung dari data variabel indeks iklim global tiap bulan terhadap data AMH yang telah ditentukan berdasarkan Moron et al. (2009). Terdapat 7 (tujuh) indeks iklim global yang digunakan dalam penelitian, yaitu IOD, SOI, EMI, Nino1+2, Nino3, Nino4 dan Nino3.4. Setiap variabel indeks iklim global tersebut terdiri atas 12 bulan dalam 1 tahun. Untuk analisis korelasi dalam pemilihan prediktor, setiap indeks iklim global tersebut terdiri dari 16 bulan (bulan Mei tahun sebelumnya hingga bulan Agustus tahun berjalan). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data tahun 1990 – 2005.
Pemilihan prediktor dilakukan berdasarkan nilai korelasi Pearson pada taraf nyata 5%. Korelasi dengan nilai p > 0.468 terpilih sebagai prediktor untuk jaringan syaraf tiruan. Prediktor dengan nilai korelasi p < -0.468 juga terpilih
sebagai prediktor karena nilai negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik.
Notasi Mei-th hingga Des-th menunjukkan data pada variabel bulan Mei
hingga Desember tahun sebelumnya, sedangkan notasi Jan hingga Ags menunjukkan data pada variabel bulan Januari hingga Agustus pada tahun berjalan. Perhitungan korelasi dilakukan untuk setiap variabel indeks iklim global terhadap setiap titik lokasi pengamatan (Gambar 20).
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g)
Gambar 20 Korelasi antara indeks iklim global (a) IOD, (b) SOI, (c) EMI, (d) Nino1+2, (e) Nino3, (f) Nino4, dan (g) Nino3.4 dengan AMH setiap titik pengamatan
Berdasarkan analisis korelasi seperti ditunjukkan pada Gambar 20, maka prediktor pada lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Prediktor untuk neural networks hasil analisis korelasi
Lokasi Prediktor
Indramayu (T1) IODMei-th, IODJun-th, IODJul-th, IODAgs-th, IODSept-th, IODOkt- th, IODNov-th, IODDes-th, IODJul, IODAgs, SOIJun-th, SOISept-th,
SOIJun, SOIJul, SOIAgs, Nino1+2Okt-th, Nino1+2Nov-th,
Nino1+2Des-th, Nino1+2Jan, Nino1+2Ags, Nino3Okt-th,
Nino3Nov-th, Nino3Des-th, Nino3Jan,, Nino3Feb, Nino3Jul,
Nino3Ags, Nino3.4Des-th, Nino3.4Jul, Nino3.4Ags
Kedokan Bunder (T2) IODJul-th, IODAgs-th, IODSept-th, IODOkt-th, IODNov-th, IODDes- th, SOIJun-th, SOIJul-th, SOIAgs-th, SOISept-th, SOIJan, Nino3Jan,
Nino3.4Sep-th, Nino3.4Okt-th, Nino3.4Jan, Nino4Okt-th
Krangkeng (T3) IODJun, IODJul, IODAgs, SOIJun, SOIJul, SOIAgs, EMIJul,
EMIAgs, Nino1+2Mar, Nino3.4Jul, Nino3.4Ags, Nino4Jul,
Nino4Ags
Juntinyuat (T4) IODJun-th, IODJul-th, IODAgs-th, IODSept-th, IODOkt-th, IODNov- th, IODDes-th, IODAgs, SOIDes-th, SOIJun, SOIJul, SOIAgs,
Nino1+2Jun-th, Nino1+2Jul-th, Nino3Jun-th, Nino3Jul-th,
Nino3Des-th, Nino3Jan, Nino3 Feb, Nino3Jul, Nino3Ags,
Nino3.4Jun-th, Nino3.4Feb, Nino3.4 Ags
Sudimampir (T5) SOIJun, SOIJul, SOIAgs, Nino1+2Mei-th, Nino1+2Jun-th,
Nino1+2Jul-th, Nino1+2Jun, Nino+2Jul, Nino1+2Ags,
Nino3Mei-th, Nino3Jun-th, Nino3Jun, Nino3Jul, Nino3Ags,
Nino3.4Mei-th, Nino3.4Jun, Nino3.4Jul, Nino3.4Ags
Bondan (T6) SOIJul, SOIAgs, EMIMei, EMIJul, EMIAgs, Nino1+2Mei-th,
Nino1+2Jun-th, Nino1+2Jul-th, Nino1+2Ags-th, Nino1+2Sep-th,
Nino1+2Des-th, Nino3Jun-th, Nino3.4Jun, Nino3.4Jul,
Nino3.4Ags, Nino4Jun, Nino4Jul, Nino4Ags
Kertasemaya (T7) IODJun-th, IODJul-th, IODAgs-th, IODSept-th, IODOkt-th, IODAgs,
SOIJun, SOIAgs, EMIDes-th, EMIJan, EMIFeb, EMIMar,
EMIApr, EMIMei, Nino1+2Jun-th, Nino1+2Jul-th, Nino1+2Jun,
Nino+2Jul, Nino1+2Ags, Nino 3Jun, Nino3Jun, Nino3Jul,
Nino3Ags, Nino3.4Mei, Nino3.4Jun, Nino3.4Jul, Nino3.4Ags,
Nino4Mar, Nino4Apr, Nino4Mei, Nino4Jun, Nino4Jul,
Nino4Ags
Jatibarang (T8) IODAgs, SOIJun, Nino1+2Ags, Nino3Jul, Nino3Ags,
Nino3.4Jul, Nino3.4Ags, Nino4Jul, Nino4Ags
Skema I
Skema I adalah percobaan pemodelan BPNN pada lima arsitektur berbeda. Arsitektur tersebut adalah JST1-05, JST1-10, JST1-20, JST2-10-5 dan JST2-20-
10. Percobaan dilakukan dengan melakukan pengulangan simulasi hingga didapatkan hasil terbaik. Hasil terbaik diperoleh dengan meminimumkan nilai RMSE dan memaksimalkan nilai korelasi antara hasil prediksi dengan hasil ovservasi. Nilai RMSE menunjukkan galat prediksi rata-rata simulasi leave one out validation.
Performansi setiap arsitektur BPNN untuk tiap titik lokasi pengamatan pada proses simulasi ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Performansi Skema I
Lokasi
Arsitektur
JST1-05 JST1-10 JST1-20 JST2-10-5 JST2-20-10 RMSE r RMSE r RMSE r RMSE r RMSE r
T1 30.0 0.73 25.2 0.86 40.9 0.76 20.1 0.69 24.2 0.71 T2 34.6 0.51 30.2 0.65 43.4 0.58 32.4 0.56 31.9 0.58 T3 21.9 0.68 27.1 0.70 22.9 0.65 21.8 0.70 22.1 0.65 T4 27.6 0.69 26.4 0.78 37.2 0.67 28.5 0.70 27.2 0.63 T5 27.4 0.72 27.0 0.72 24.0 0.77 22.5 0.64 24.8 0.67 T6 18.8 0.78 17.7 0.81 16.3 0.76 16.2 0.73 16.2 0.71 T7 12.5 0.88 11.6 0.89 15.1 0.82 16.5 0.81 16.1 0.78 T8 34.4 0.69 47.2 0.70 44.1 0.55 33.4 0.65 38.0 0.55
Nilai performa terbaik dicapai pada BPNN dengan arsitekur JST-10
dengan nilai RMSE sebesar 11.6. Nilai RMSE terbaik dicapai pada arsitektur JST1-10 yaitu penerapan BPNN dengan penggunaan satu lapisan hidden dan 10
neuron hidden. Lokasi terbaik dalam penerapan BPNN untuk prediksi adalah Kertasemaya (T7). Lokasi Indramayu (T1), Kedokan Bunder (T2) dan Jatibarang (T8) secara umum memiliki rata-rata RMSE yang besar untuk setiap arsitektur
dibandingkan titik lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah jumlah prediktor terpilih dan besarnya nilai korelasi antara indeks iklim global dengan AMH titik lokasi tersebut. Semakin tinggi korelasi antara variabel indeks iklim global dengan AMH titik lokasi pengamatan dan jumlah prediktor (variabel bulan terpilih tiap indeks iklim global) maka nilai RMSE akan semakin baik (kecil). Perbandingan nilai korelasi setiap titik lokasi untuk Skema I ditunjukkan pada Gambar 21.
Nilai r menunjukkan korelasi antara hasil prediksi terhadap observasi. Nilai korelasi semakin baik apabila mendekati nilai 1. Titik pengamatan Kertasemaya memberikan hasil r tertinggi dibandingkan titik pengamatan lainnya. Arsitektur JST1-10 merupakan arsitektur dengan keseluruhan nilai r terbaik
dibandingkan arsitektur BPNN lainnya.
Nilai RMSE menujukkan selang antara AMH observasi dengan AMH prediksi. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin baik model dalam melakukan prediksi. Perbandingan nilai RMSE pada BPNN skema I ditunjukkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Perbandingan nilai RMSE skema I
Titik pengamatan Kertasemaya (T7) memberikan nilai RMSE terbaik (11.6). Hal ini berarti bahwa terdapat kesalahan prediksi sebesar ±12 hari dalam penentuan awal musim hujan pada lokasi tersebut.
Skema II
Skema II adalah penerapan klasifikasi PNN untuk penentuan kelas prediksi AMH dengan pemodelan BPNN untuk prediksi AMH berdasarkan prediksi kelas yang dilakukan oleh PNN. Kelas AMH dalam klasifikasi PNN terdiri atas dua kelas, Kelas 1 dan Kelas 2. Kelas 1 adalah AMH dengan nilai normal, sehingga prediksi AMH dilakukan dengan Model BPNN 1 yaitu model BPNN pada Skema II yang dilatih dengan data AMH kelas normal. Kelas 2 adalah AMH dengan nilai ekstrem, shingga prediksi AMH dilakukan dengan Model BPNN 2 yaitu model BPNN pada Skema II yang dilatih dengan data AMH kelas ekstrem.
Parameter BPNN yang diimplementasikan pada setiap model adalah model BPNN dengan arsitektur JST1-10 atau BPNN dengan satu lapisan hidden
dengan 10 neuron hidden. Model BPNN dengan arsitektur ini dipilih karena merupakan model terbaik yang diperoleh pada Skema I. Parameter BPNN yang
digunakan adalah penggunaan laju pembelajaran (learning rate) sebesar 0.1 dan jumlah epoch maksimal sebanyak 1000. Selain itu, target error untuk pemodelan BPNN pada Skema II adalah 1.10-10. Percobaan dilakukan sebanyak 100 kali perulangan untuk setiap model PNN+BPNN yang dibangun untuk memperoleh hasil dengan performansi terbaik. Performansi pemodelan pada Skema II ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Performansi Skema II
Lokasi RMSE r Akurasi PNN
(%) Indramayu (T1) 17.2 0.96 50.00 Kedokan Bunder (T2) 34.3 0.34 62.50 Krangkeng (T3) 23.7 0.79 56.25 Juntinyuat (T4) 35.0 0.83 43.75 Sudimampir (T5) 21.3 0.32 68.75 Bondan (T6) 10.2 0.88 62.50 Kertasemaya (T7) 10.3 0.85 87.50 Jatibarang (T8) 20.2 0.76 56.25
Nilai r terbaik diperoleh di lokasi Indramayu dengan nilai 0.96. RMSE terbaik diperoleh di lokasi Bondan dengan nilai 10.2. Namun, untuk melihat performa skema lebih lanjut, nilai r dan akurasi klasifikasi PNN yang bersesuaian akan dibandingkan seperti pada ditunjukkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Perbandingan korelasi (r) dan akurasi klasifikasi PNN
Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 23, lokasi Kertasemaya (T7) merupakan lokasi dengan nilai performa terbaik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perpotongan antara r dan akurasi klasifikasi PNN yang terbaik. Nilai r dan akurasi klasifikasi PNN pada lokasi tersebut adalah 0.85 dan 87.50%. Lokasi Indramayu (T1) memiliki nilai korelasi (r) terbaik (0.96) dalam Skema II. Akan tetapi, akurasi prediksi kelas oleh PNN yang dicapai pada lokasi tersebut hanya 50%.
Nilai RMSE Kertasemaya (T7) yang lebih kecil (kedua terbaik setelah Bondan 10.2) dibandingkan lokasi lainnya turut mendukung lokasi ini menjadi lokasi dengan performa terbaik pada Skema II. Lokasi ini juga merupakan lokasi pengamatan terbaik pada Skema I.
Diagram Taylor
Performa Skema I dan Skema II dapat dibandingkan secara bersama-sama
dengan menggunakan Diagram Taylor. Model terbaik adalah model dengan posisi pada diagram Taylor yang paling dekat dengan titik referensi, dengan melihat parameter standar deviasi, RMSE dan korelasi. Titik referensi adalah titik standar deviasi data pada suatu lokasi tertentu.
Model 1 adalah model Backpropagation Neural Network dengan satu lapisan hidden dan 5 neuron hidden. Model 2 adalah model Backpropagation Neural Network dengan satu lapisan hidden dan 10 neuron hidden. Model 3 adalah model Backpropagation Neural Network dengan satu lapisan hidden dan 20 neuron hidden. Model 4 adalah model Backpropagation Neural Network
dengan dua lapisan hidden, masing-masing 10 dan 5 neuron hidden. Model 5
adalah model Backpropagation Neural Network dengan dua lapisan hidden, masing-masing 20 dan 10 neuron hidden. Model 6 adalah integrasi model Probabilistic Neural Network dan Backpropagation Neural Network. Berikut adalah perbandingan model yang telah dibangun untuk setiap titik lokasi penelitian.
1. Indramayu
Gambar 24 Diagram Taylor lokasi Indramayu
Berdasarkan Gambar 24 dapat diketahui bahwa lokasi Indramayu memiliki standar deviasi ± 20. Model terbaik pada lokasi ini adalah model 5 yaitu JST2-20-
10 atau model BPNN dengan dua lapisan hidden dan 20 neuron hidden pada lapisan hidden pertama serta 10 neuron hidden pada lapisan hidden kedua. Model 2 memiliki korelasi (r) terbaik dan lebih tinggi daripada model 5. Akan tetapi, Model 2 memiliki standar deviasi lebih dari dua kali lipat (± 46) dan terletak pada rentang RMSE ke 3.