• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. PENDEKATAN ASPEK KONSUMEN

4. Analisis penerimaan dan preferensi konsumen (metode Fishbein )

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui jawaban dari kuesioner yang telah diisi responden. Isi

kuesioner meliputi data karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan, dan tingkat pendapatan), dan sikap responden terhadap beberapa

atribut keripik nanas, sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber

mengenai tingkat pengeluaran, jumlah penduduk dan daya beli konsumen di

Palangka Raya dan konsumen di Bogor.

Pada pengumpulan data melalui kuesioner, responden diminta untuk

mengkonsumsi sampel keripik nanas dan diantara masing–masing sampel

diharuskan mengkonsumsi penetral (AMDK), kemudian responden diminta untuk

memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap atribut–atribut tertentu

dengan menggunakan 5 tingkat skala hedonik (dimulai dari tidak suka (=-2)

sampai sangat suka (=+2).

Analisis data primer dilakukan dengan metode Fishbein. Secara simbolis,

rumus tersebut dapat diekspresikan sebagai :

n

Ao

= Σ b

i

e

i

i=1

Keterangan Ao= sikap terhadap berbagai atribut produk keripik

nanas

b

i

= kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki

atribut i

e

i

= skor kepentingan mengenai atribut i

n = jumlah atribut yang menonjol (Sumarwan, 2000)

Nilai-nilai b

i

dan e

i

pada metode Fishbein berkisar dari -2 sampai +2. Skor

dari sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk keripik nanas ini dihitung

berdasarkan atribut-atribut yang digunakan.

Selain itu, dilakukan juga uji t untuk mengetahui perbedaan antara lokasi

atau letak daerah dengan penilaian terhadap produk. Pada dasarnya, uji t

membandingkan nilai tengah dari dua populasi. Secara simbolis, rumus pada uji

tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut (Walpole, 1995):

t = (x

1

– x

2

) – d

0

s

p

√(1/n

1

) + (1/n

2

)

Keterangan: x

1

= nilai tengah populasi 1

x

2

= nilai tengah populasi 2

s

p

= simpangan baku

n

1

= jumlah populasi 1(jumlah responden)

n2 = jumlah populasi 2 (jumlah responden)

Dari hasil uji t, diperoleh nilai t-hitung yang menunjukkan signifikansi

suatu angka untuk menetapkan diterima atau tidaknya suatu hipotesis. Pada uji t

ini, hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara penilaian responden di Palangka Raya

dengan penilaian responden di Bogor terhadap atribut keripik nanas.

H

1

: Terdapat perbedaan antara penilaian responden di Palangka Raya dengan

penilaian responden di Bogor terhadap atribut keripik nanas.

Pengolahan uji t ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.

5.

Analisis Harga Pokok dan BEP

a.

Harga pokok

Metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok adalah dengan

menghitung biaya produksi untuk setiap proses selama jangka waktu

tertentu, dan biaya produksi persatuan dihitung dengan membagi total biaya

produksi dalam proses tertentu dengan jumlah satuan produk (Sugiarto,

2003).

Rumus untuk menghitung harga pokok adalah sebagai berikut :

HPP = TFC + TVC

Q

Keterangan: TFC

= Biaya tetap total

TVC

= Biaya variabel total

Q

= Jumlah produksi (unit/bungkus)

b.

BEP (Break Even Point)

Selain itu, dilakukan juga analisis BEP (Break Even Point) dengan

rumus :

BEP = TFC

P – VC

Keterangan: TFC

= Biaya tetap total

P

= Harga output/unit produk

VC

= Biaya variabel rata – rata

6.

Analisis fisikokimia

a.

Analisis rendemen

Besarnya rendemen produk dihitung berdasarkan persentase berat

keripik yang dihasilkan terhadap berat bahan mentah yang digunakan dan

disajikan dalam persen. Rendemen ditentukan dengan rumus:

Rendemen =

a x 100%

b

keterangan :

a = bobot keripik yang dihasilkan (g)

b = bobot bahan mentah (g)

b.

Analisis kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-

110

o

C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang

sebanyak 5 g kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.

Reflux dilakukan selama 6 jam dan pelarut heksana yang ada di dalam

labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil

ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100

0

C hingga bobotnya

konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar

lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

c. Analisis kadar air metode oven (AOAC, 1984)

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Cawan

aluminium dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100

sampai 105

o

C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30

menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 g

dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang.Kemudian cawan yang berisi

sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105

o

C selama sekitar

6 jam sampai tercapai bobot konstan. Kemudian cawan kemudian

didinginkan dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang.

Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

d.

Analisis kadar gula metode Luff Schrool (SNI 01-2892-1992)

Analisis kadar gula dilakukan dengan menggunakan metode Luff

Schrool. Pada metode ini, 25 ml sampel dipipet dan dimasukan ke dalam

labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda garis. Sebanyak 25 ml dari

larutan ini dipipet ke dalam labu ukur 100 ml kemudian ditambah Pb-asetat

setengah basa dan 30 ml natrium fosfat 10%. Larutan kemudian ditepatkan

sampai tanda garis, disaring, dan dari larutan terakhir dipipet 5 ml ke dalam

erlenmayer 250 ml, ditambah 25 ml larutan Luff dan air suling sampai 50

ml. Larutan dipanaskan 10 menit, kemudian segera didinginkan dalam es.

(bobot awal – bobot akhir)

bobot sampel

Kadar air (%) =

x 100 %

bobot lemak (g)

bobot sampel (g)

Larutan kemudian dibubuhi 10–15 ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat

25% dan dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1 N memakai indikator pati 2–3 ml.

Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati

ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Penetapan berat glukosa

dilakukan dengan membandingkan volume Na-tiosulfat yang diperlukan

dengan suatu daftar.

Perhitungan kadar gula dilakukan dengan memakai rumus :

e.

Analisis kerenyahan

Tekstur keripik nanas diukur dengan menggunakan alat Texture

Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah

kerenyahan keripik. Tingkat kerenyahan digambarkan sebagai puncak

tertinggi pada grafik Texture Analyzer. Nilai kerenyahan adalah besarnya

gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk

padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami

deformasi bentuk. Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah

produk, maka semakin besar nilai kerenyahan produk tersebut.

Sebelum digunakan, Texture Analyzer harus mempunyai setting

tersendiri untuk tiap-tiap jenis sampel. Adapun setting yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 3

Tabel 3. Penyetelan Alat Texture Analyzer

Parameter

Setting

Mode

Measure force in compression

Option

Return to start

Pre test speed

1.0 mm/s

Test speed

1.0 mm/s

Post test speed

10.0 mm/s

Distance

3 mm

Trigger type

Auto-5 g

Data acquisition rate

200 pps

% kadar gula =mg glukosa x pengenceran x 100 %

mg sampel

f.

Analisis warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta

Chromameter. Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat

Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a,

dan b, perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan

menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Setelah

proses kalibrasi selesai, proses analisis dilanjutkan dengan pengukuran

warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem Lab.

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start

ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran

dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter

kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna

kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100

untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna

hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik ampuran biru-kuning dengan

nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b

(negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan

kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L.

Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung

o

Hue dengan rumus :

Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º

: maka produk berwarna red (R)

54º - 90º

: maka produk berwarna yellow red (YR)

90º - 126º

: maka produk berwarna yellow (Y)

126º - 162º

: maka produk berwarna yellow green (YG)

162º - 198º

: maka produk berwarna green (G)

198º - 234º

: maka produk berwarna blue green (BG)

234º - 270º

:maka produk berwarna blue (B)

270º - 306º

: maka produk berwarna blue purple (BP)

306º - 342º

: maka produk berwarna purple (P)

342º - 18º

: maka produk berwarna red purple (RP)

o

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMILIHAN BUAH NANAS UNTUK BAHAN BAKU KERIPIK

Penelitian tahap I bertujuan untuk mencari jenis dan proses pengolahan yang tepat untuk buah nanas dari Palangka Raya. Pada penelitian tahap I ini dilakukan analisis kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula pada 5 jenis nanas yang berasal dari Palangka Raya, yaitu nanas paon kebun, nanas paon pasar, nanas madu, nanas paon kecil, dan nanas tamban. Hasil pengukuran kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula nanas dapat dilihat pada Tabel 4. Pada pengukuran ini, yang diutamakan secara berurutan adalah kadar gula, kadar air, terakhir total asam tertitrasi. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan kadar gula, kadar air, dan total asam tertitrasi dari buah yang dapat diolah menjadi keripik yaitu buah apel. Kadar gula buah apel 13.5%, kadar air buah apel adalah 84.46%, dan total asam tertitrasi pada buah apel adalah 0.15-0.91 ml NaOH/100 gram bahan (Downing, 1989). Nanas terpilih akan ditentukan berdasarkan selisih antara hasil pengukuran kadar gula, kadar air, dan total asam tertitrasi buah nanas dengan buah apel. Semakin kecil selisih hasil pengukuran, maka semakin besar kemungkinan nanas tersebut terpilih. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa buah nanas yang memiliki kadar gula, kadar air dan total asam tertitrasi yang cukup sesuai untuk dijadikan keripik adalah nanas jenis paon kebun dan nanas madu (Gambar 3).

(a) (b)

Tabel 4. Komposisi kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula nanas Palangka Raya

Jenis nanas Kadar gula (%)

Kadar air (%bb)

Total asam tertitrasi (ml NaOH/100gram)

Nanas paon kebun 14.64 82.86 2.02

Nanas paon pasar 16.20 82.71 1.78

Nanas madu 11.80 84.86 2.29

Nanas paon kecil 10.46 84.44 2.19

Nanas tamban 6.85 85.02 2.50

B. PEMBUATAN KERIPIK NANAS

Setelah tahap pemilihan buah nanas, dilakukan pembuatan keripik nanas. Pembuatan keripik nanas ini dicoba dilakukan di dua tempat karena pembuatan keripik nanas di tempat pertama tidak berhasil. Pembuatan keripik nanas dilakukan di Pilot Plant PAU IPB sedangkan pembuatan keripik nanas berikutnya dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA). Pada pembuatan keripik nanas di tempat pertama, karena alat yang digunakan tidak berada dalam kondisi optimal, maka penggorengan tidak dapat dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi. Pada percobaan pertama dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 800C selama 20 menit dan 850C, 20 menit dengan tekanan 70 cmHg. Keripik nanas yang dihasilkan berminyak dan belum terlalu kering. Kemudian dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 850C selama 30 menit dengan tekanan 74cmHg. Keripik nanas yang dihasilkan masih berminyak namun cukup kering. Pada percobaan ketiga, dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 900C selama 30 menit. Keripik nanas yang dihasilkan sudah cukup kering namun masih berminyak dan warna keripik yang dihasilkan kurang menarik.

Pada pembuatan keripik nanas di tempat kedua, buah nanas digoreng pada suhu 800C, selama 90 menit. Keripik nanas yang dihasilkan lebih baik dibandingkan keripik nanas sebelumnya, namun warna keripik masih kecoklatan, sehingga waktu penggorengan pada pembuatan keripik berikutnya perlu dikurangi. Pembuatan keripik nanas ini dilakukan pada suhu 800C selama 70 menit untuk keripik nanas paon kebun dan 800C selama 60 menit untuk keripik nanas madu. Ketebalan potongan buah adalah 3 mm dan tekanan alat yang digunakan adalah 72 cmHg. Keripik nanas ini kemudian akan dibandingkan dengan keripik nanas komersil (Gambar 4).

Gambar 4. (a) Keripik nanas paon kebun, (b) keripik nanas madu, dan (c) keripik nanas komersil

Perbedaan alat vacuum fryer di tempat pertama dengan tempat kedua terletak pada kapasitas dan tipe penggoreng vakum. Di tempat pertama, kapasitas penggoreng vakumnya adalah 10 kg sedangkan di tempat kedua kapasitas penggoreng vakumnya 5-5,5 kg. Tipe penggoreng vakum di tempat pertama adalah tipe vertikal sedangkan tipe penggoreng vakum di tempat kedua adalah tipe horisontal. Berdasarkan wawancara dengan penjual keripik nanas, diketahui bahwa tipe penggoreng yang lebih baik adalah tipe yang horisontal karena memungkinkan pengadukan dalam proses penggorengan namun tipe horisontal ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan tipe vertikal. Spesifikasi alat dapat dilihat pada Lampiran 1.

C. ANALISIS FISIKOKIMIA

Analisis fisikokimia yang dilakukan meliputi analisis rendemen, analisis kadar lemak, analisis kadar air, analisis kadar gula, analisis kekerasan, dan analisis warna. Analisis kadar air, kadar lemak, kadar gula, kekerasan dan warna digunakan untuk membandingkan keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan keripik nanas komersil. Analisis rendemen diperlukan untuk penentuan harga pokok.

1. Rendemen

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa rendemen keripik nanas paon kebun adalah 13.11% sedangkan rendemen keripik nanas madu adalah 15.71%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramita (1999), rendemen dari keripik buah sawo adalah 24.05-26.01% (rendemen dihitung berdasarkan berat buah), sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2004), rendemen keripik bengkuang adalah 14.51-16.33% (rendemen dihitung

berdasarkan berat buah). Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, diketahui bahwa rendemen keripik nanas ini cukup rendah. Rendahnya rendemen keripik nanas ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya kadar air yang dikandung oleh buah nanas. Selain itu, rendahnya nilai rendemen ini juga disebabkan oleh beberapa beberapa hal yang terjadi selama pengolahan seperti banyaknya bagian seperti kulit, mata dan bonggol dari buah nanas yang dibuang saat pengolahan, tertinggalnya keripik di dalam penggorengan dan lain-lain.

Tabel 5. Rendemen keripik nanas Buah nanas Berat nanas (g) Berat daging buah (g) Berat keripik (g) Rendemen berdasarkan berat buah (%) Rendemen berdasarkan berat daging buah (%) Paon kebun 3050 2400 400 13.11 16.67 Madu 2100 1600 330 15.71 20.62

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa nanas madu memiliki rendemen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nanas paon kebun. Hal tersebut menunjukkan bahwa nanas madu akan lebih efisien daripada nanas paon kebun untuk dijadikan bahan baku pembuatan keripik nanas.

2. Analisis kadar air

Kadar air yang tinggi dapat memacu timbulnya kapang pada keripik selama penyimpanan. Kapang mulai terhambat pertumbuhannya pada kadar air sekitar 13% (anonim c dalam Paramita, 1999). Berdasarkan hasil analisis kadar air, Rata- rata kadar air keripik nanas paon kebun adalah 4.79 ± 0.04%, rata-rata kadar air keripik nanas madu adalah 4.59 ± 0.08%, sedangkan rata-rata kadar air keripik nanas komersil adalah 5.10 ± 0.05% (Tabel 6). Contoh perhitungan kadar air disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 6. Kadar air keripik nanas

Keripik

Kadar air* rata-rata(%bb) Keripik nanas paon kebun 4.79 ± 0.04 Keripik nanas madu 4.59 ± 0.08 Keripik nanas komersil 5.10 ± 0.05 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan analisis kadar air juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata kadar air keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan rata-rata kadar air keripik nanas komersil. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena perbedaan kadar air masing-masing buah nanas. Kadar air keripik nanas berdasarkan standar mutu SNI 01-4304-1996 maksimal 5%, sehingga dapat diketahui bahwa keripik nanas memiliki karakteristik sebagai keripik nanas. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa kadar air keripik nanas madu lebih rendah daripada kadar air sampel keripik nanas paon kebun. Kadar air yang rendah akan membuat keripik lebih tahan disimpan karena kadar air yang rendah membuat mikroba perusak sulit untuk hidup.

3. Analisis kadar lemak

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kadar lemak keripik nanas paon kebun adalah 23.74 ± 0.92%, keripik nanas madu adalah 22.88 ± 0.27% dan kadar lemak keripik nanas komersil sebesar 18.96 ± 0.65% (Tabel 8). Contoh perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7. Kadar lemak keripik nanas

Keripik Kadar lemak*

rata-rata (%bk) Keripik nanas paon kebun 23.74 ± 0.92 Keripik nanas madu 22.88 ± 0.27 Keripik nanas komersil 18.96 ± 0.65 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tinggi antara kadar lemak keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan keripik nanas komersil. Kadar lemak keripik nanas menurut SNI 01-4304-1996 yaitu maksimal 25%, sehingga dilihat dari kadar lemaknya, keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas. Berdasarkan analisis kadar lemak keripik nanas, dapat diketahui juga bahwa terdapat perbedaan antara kadar lemak keripik nanas paon kebun dengan keripik nanas madu. Lemak pada produk keripik umumnya berasal dari minyak yang dipakai untuk menggoreng keripik (Iskandar, 1995). Iskandar (1995) juga menyebutkan bahwa saat air menguap karena proses penggorengan, maka minyak akan mengisi rongga yang ditinggalkan oleh air tersebut. Semakin tinggi kadar air bahan baku keripik, maka semakin tinggi pula kadar lemak produk keripik. Pada hasil analisis lemak,

terdapat penyimpangan. Kadar air buah nanas paon lebih rendah dibandingkan dengan kadar air buah nanas madu namun kadar lemak keripik nanas paon lebih tinggi bila dibandingkan kadar lemak keripik nanas madu. Penyimpangan tersebut kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan kematangan antara buah nanas yang dianalisis dengan buah nanas yang diolah menjadi keripik. Menurut Winarno (1992), buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya.

4. Analisis kadar gula

Rata-rata kadar gula keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu berdasarkan hasil analisis adalah 43.16 ± 0.39% dan 49.11 ± 0.11% sedangkan rata-rata kadar gula keripik nanas komersil adalah 49.25% (Tabel 8). Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar gula keripik nanas ini cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subekti (1993), kadar gula keripik pepaya adalah 3.13%-4.67%.

Tabel 8. Kadar gula keripik nanas

Keripik Kadar gula*

rata-rata (%) Keripik nanas paon kebun 43.16 ± 0.39 Keripik nanas madu 49.11 ± 0.11 Keripik nanas komersil 49.25 ± 0.12 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kadar gula keripik nanas madu dan keripik nanas paon kebun memiliki kadar gula yang hampir sama dengan kadar gula keripik nanas komersil. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas.

5. Analisis kerenyahan

Tekstur (kekerasan) keripik nanas disajikan pada Tabel 9. Kekerasan ditentukan dengan satuan gram force. Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukan nilai kekerasan. Prinsip ini digunakan dalam pengukuran kekerasan dimana gaya tekan akan memecahkan produk padat (Pratiwi, 2003). Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut.

Penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan kadar air yang semakin rendah sehingga seluruh bagian remahnya telah dikonversi menjadi renyahan (Anguilar, 1997). Semakin rendah nilai kekerasan berarti semakin baik kerenyahannya. Tabel 9. Tingkat kekerasan keripik nanas

Keripik Rata-rata tingkat* kekerasan (gram force) Keripik nanas Paon kebun 555.47 ± 24.70 Keripik nanas madu 522.43 ± 96.03 Keripik nanas komersil 569.07 ± 132.78 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan Tabel 9 terlihat keripik nanas yang tingkat kerenyahannya paling tinggi adalah keripik nanas madu sedangkan keripik nanas yang tingkat kerenyahannya paling rendah adalah keripik nanas komersil. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki rata-rata tingkat kekerasan yang hampir sama dengan keripik nanas komersil. Hal ini menunjukan bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas.

Berdasarkan tabel juga dapat terlihat standar deviasi keripik nanas madu dan keripik nanas komersil cukup tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup tinggi antar pengukuran sampel. Perbedaan yang terjadi antar pengukuran sampel tersebut kemungkinan terjadi karena bentuk dan ketebalan keripik yang kurang seragam.

6. Analisis warna

Analisis warna dilakukan untuk mengetahui tingkat kecerahan keripik nanas dan untuk mengetahui warna produk berdasarkan 0Hue. Tingkat kecerahan dapat diketahui dari nilai L. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Tingkat kecerahan dan warna sampel keripik nanas disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Tingkat kecerahan dan warna produk keripik nanas

Keripik nanas L rata-rata* 0Hue rata-rata* Paon kebun 61.29 ± 0.07 72.88 ± 1.34 Madu 61.74 ± 0.26 75.35 ± 0.19 Komersil 46.11 ± 0.11 60.01 ± 0.47 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa tingkat kecerahan keripik nanas paon kebun dengan keripik nanas madu hampir sama. Tingkat kecerahan tertinggi terdapat pada keripik nanas madu sedangkan tingkat kecerahan terendah terdapat pada keripik nanas komersil. Perbedaan kecerahan antara keripik nanas madu dengan keripik nanas paon kebun kemungkinan disebabkan oleh perbedaan lama penggorengan. Waktu yang digunakan untuk menggoreng keripik nanas paon kebun lebih lama dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk menggoreng keripik nanas madu. Menurut Fellows (2000), faktor yang mempengaruhi perubahan warna pada makanan yang digoreng adalah : (1) jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng, (2) suhu dan lama penggorengan, (3) ukuran bahan, (4) kadar air, (5) karakteristik permukaan bahan. Selain faktor tersebut, menurut Davidek (1990) perubahan warna juga tergantung pada komposisi kimia bahan.

Keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki 0Hue yang terletak pada rentang 540–900. Keripik nanas komersil juga memiliki 0Hue yang berada pada rentang 540–900sehingga dapat diketahui bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas. Berdasarkan hasil analisis warna juga dapat diketahui bahwa ketiga keripik nanas memiliki warna kuning kemerahan (yellow red).

D. ANALISIS HARGA POKOK DAN BREAK EVEN POINT (BEP)

Kriteria kelayakan suatu usaha untuk dijalankan ditentukan berdasarkan beberapa perhitungan yang terkait dengan aliran dana dan kegiatan produksi yaitu penentuan harga pokok, Break Even Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), dan Payback Period (PBP). Pada penelitian ini hanya dilakukan analisis harga pokok dan BEP. Tujuan menganalisa harga pokok dan Break Even Point adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dan kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan.

1. Harga Pokok

Penyusunan harga pokok ini menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi- asumsi dasar yang digunakan dalam pengkajian usaha produksi keripik nanas skala kecil ini adalah sebagai berikut :

1. Harga yang digunakan dalam penyusunan harga pokok ini berdasarkan harga

Dokumen terkait