• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE KAJIAN

3.4 Model Analisis

Dalam kajian ini digunakan analisis diskriptif (kualitatif) dan kuantitatif, dimana analisis diskriptif dilakukan untuk menggambarkan strategi dan program pembangunan Kabupaten Bogor untuk mengoptimalkan pertumbuhan PDRB dan mengurangi angka kemiskinannya. Sedangkan analisis kuantitatif yaitu dengan analisis regresi linear berganda, yang dilakukan untuk mengetahui pola hubungan antar variabel dalam parameter PDRB serta untuk mengetahui pengaruh implementasi APBD terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor.

3.4.1 Menganalisis Kontribusi Penerimaan DAU Terhadap PDRB

Dalam melihat hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi PDRB dalam waktu 25 tahun terakhir yaitu tahun 1983 sampai dengan 2007, digunakan analisis diskriptif dan analisis inferensial. Tujuan analisis diskriptif adalah membangun model penelitian yang menunjukan pola hubungan antar variabel yang berlaku dalam parameter PDRB, dalam hal ini akan digunakan analisis model simultan

(Simultaneous-Equation Models). Sedangkan analisis inferensial adalah teknik analisis yang digunakan untuk melakukan generalisasi melalui pengujian signifikansi keterkaitan antara variabel konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran

pemerintah (G) yang direpresentasikan oleh variabel DAU, DBH dan PAD, aktivitas perdagangan bersih (NX) dan PDRB secara simultan berdasarkan data runtut waktu. Dalam tahap analisis inferensial ini dilakukan prosedur uji t dan uji F.

Dalam model simultan ini terdapat lebih dari satu persamaan yang bekerja dalam satu sistem secara bersamaan atau secara simultan. Spesifikasi empirik model dalam penelitian ini adalah tiga persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Persamaan struktural tersebut adalah:

C = α11 + β11Yt + εt ; β11 > 0

I = α21 + β21Ratet + β22Yt + εt ; β21 < 0, β22 > 0 NX = α31 + β31Yt + εt ; β31 > 0

dengan instrumen-instrumen yang mempengaruhi adalah pengeluaran pemerintah (G) yang direpresentasikan oleh DAU, DBH dan PAD. Sedangkan persamaan identitasnya adalah:

Y = C + I + G + NX dimana G = DAU + DBH + PAD Keterangan :

Yt = Produk Domestik Regional Bruto di tahun t

αj = Intersep (j=1,2,3,4)

βj = Parameter atau Koefisien Regresi (j=1,2,3,4) C = Konsumsi Rumah Tangga

I = Investasi Rate = Suku bunga DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil

PAD = Pendapatan Asli Daerah NX = Nilai Perdagangan Bersih

εt = Error

Sebelum masing-masing persamaan tersebut di atas dilakukan pendugaan parameter, terlebih dahulu dilakukan identifikasi model. Tujuan dari identifikasi model tersebut adalah untuk menentukan apakah nilai koefisien regresi (πij)yang diduga dari persamaan reduced form dapat digunakan untuk menduga parameter

dalam model persamaan struktural, serta untuk menentukan metode pendugaan model apa yang dapat digunakan.

Model persamaan reduced form adalah persamaan yang dibentuk dari persamaan struktural sedemikian rupa sehingga masing-masing variabel endogen dalam model merupakan fungsi dari semua variabel predetermined dan error. Tujuan dibentuknya persamaan reduced form adalah untuk menduga parameter atau koefisien fungsi dalam persamaan struktural.

Dalam persamaan simultan terdapat tiga variabel yaitu variabel endogen, eksogen dan variabel predetermined. Variabel endogen adalah variabel dalam persamaan simultan yang nilainya ditentukan di dalam sistem persaman, variabel ini dapat berupa variabel independen atau variabel dependen. Variabel predetermined

adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar sistem atau ditentukan terlebih dahulu, variabel predetermine meliputi konstanta, variabel eksogen dan lag variabel. Sedangkan variabel eksogen adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan di dalam sistem, tetapi di luar sistem, variabel ini mempengaruhi variabel endogen di dalam sistem.

Untuk melakukan identifikasi suatu model persamaan struktural dilakukan dengan

order condition dan rank condition. Order condition merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk identifikasi. Sedangkan rank condition yaitu suatu persamaan memenuhi syarat identifikasi jika dan hanya jika dapat dibentuk sekurang- kurangnya satu determinant ordo (G-1) tidak sama dengan nol. Untuk melakukan identifikasi dengan order condition dapat digunakan rumus sebagai berikut: (K−M) ≥ (G−1)

dimana:

G : banyaknya persamaan dalam model

K : banyaknya variabel (variabel endogen dan predetermined) dalam model M : banyaknya variabel dalam persamaan tertentu

Jika (K−M) < (G−1) : under identification,

Jika (K−M) = (G−1) : Just atau exactly indentification Jika (K−M) > (G−1) : Over indentification

a. Just atau exact identification: kondisi di mana koefisien fungsi dapat ditentukan secara tepat dari koefisien persamaan reduced form. Metode yang digunakan untuk menduga model adalah Indirect Least Square (ILS).

b. Under identification (tidak dapat diidentifikasikan): kondisi dimana dari persamaan reduced form tidak dapat digunakan untuk menduga koefisien model struktural.

c. Over identification: kondisi dimana dari koefisien persamaan reduced form

dapat menghasilkan lebih dari satu nilai salah satu koefisien persamaan struktural. Metode yang digunakan untuk menduga model adalah dua tahap derajat terkecil atau Two Stage Least Square (TSLS).

Identifikasi dengan order condition: dalam model persamaan konsumsi terdapat empat persamaan (G=4), enam variabel, C, I, G, NX, Y dan Rate (K=6). Dalam persamaan konsumsi terdapat dua variabel, yaitu C dan Y (M=2), maka (K–M) = (6-2)=4 dan (G-1)=(4-1)=3, dengan demikian model memenuhi syarat untuk diidentifikasi. Sedangkan identifikasi dengan rank condition diperoleh nilai determinan ordo 3 bernilai 1. Sehingga dapat disumpulkan bahwa fungsi konsumsi over identification, sehingga metode yang digunakan untuk menduga model persamaan konsumsi, investasi dan aktivitas perdagangan adalah Two Stage Least Square (TSLS) (Lampiran VII).

3.4.2 Evaluasi Strategi-strategi Mengurangi Ketergantungan Terhadap DAU

Analisis diskriptif dilakukan untuk menggambarkan strategi dan program pembangunan di Kabupaten Bogor, apakah program-program dan strategi yang dilakukan sudah mengantisipasi dampak yang ditimbulkan jika suatu saat DAU ini dihentikan pengucuranya oleh Pemerintah Pusat.

Disamping analisis diskriptif, dilakukan pula analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, dimana rasio ini menggambarkan derajat ketergantungan Pemda Kabupaten Bogor terhadap sumber pembiayaan dari pihak luar. Semakin rendah angka rasio kemandirian maka semakin besar ketergantungan Pemda Kabupaten Bogor terhadap dana dari pihak luar, dalam hal ini Dana Perimbangan

dari Pemerintah Pusat (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil). Suatu daerah dikatakan memiliki rasio kemandirian rendah jika persentase PAD dibawah 50% dari total APBD-nya, sedangkan jika persentase PAD lebih besar dari 50% dapat dikatakan memiliki kemandirian yang tinggi atau baik.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : angan DanaPerimb PAD dirian RasioKeman =

Derajat kemandirian atau ketergantungan Kabupaten Bogor terhadap DAU dari Pemerintah Pusat dapat diukur dengan membandingkan antara penerimaan DAU terhadap total APBD-nya. Dari sisi DAU ini, suatu daerah dikatakan memiliki rasio kemandirian rendah jika persentase DAU di atas 50% dari total APBD-nya, sedangkan jika persentase DAU lebih kecil dari 50% dapat dikatakan memiliki kemandirian yang tinggi atau baik. Rasio tersebut dapat dihitung sebagaimana berikut :

TotalAPBD DAU dirian

RasioKeman =

3.4.3 Pengaruh Implementasi APBD Terhadap Tingkat Kemiskinan

Untuk melihat hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor, digunakan analisis regresi linier berganda sebagai berikut :

Povt = α + β1ABD + β2U + β3Inflasi + εt ; β1<0, β2>0, β3>0 Keterangan :

Povt = Angka Kemiskinan di tahun t

α = Intersep

βj = Parameter atau Koefisien Regresi (j=1,2,3,4)

ABD = Anggaran Bantuan Desa (Untuk program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat desa)

U = Unemployment (pengangguran)

Dokumen terkait