• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengembangan Profesionalitas Guru Mata Pelajaran Ujian Nasional di Madrasah Tsanawiyah Miftahut Thullab Cengkalsewu

Sukolilo Kabupaten Pati

Penenentuan dua klasifikasi problematika ini bukannya tanpa alasan. Klasifikasi pertama di pilih karena mata pelajaran yang berbasis eksakta merupakan mata pelajaran yang banyak menguras daya pikir dan konsentrasi, sehingga berpengaruh terhadap penilaian kualitas pembelajaran, sekaligus sebagai media menginventarisir kendala-kendala yang ditemukan dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Klasifikasi kedua karena mata pelajaran ini, cenderung menggunakan sisi otak kiri, sehingga mampu merangsang daya kreatif, imajinatif dan inovatif siswa. Dari klasifikasi ini pulalah kualitas pembelajaran bisa diukur.47

Dengan alasan bahwa kualitas sebuah pendidikan bisa dilihat bagaimana berbagai macam relasi dapat terbentuk dalam ruang-ruang yang menjadi locus education. Jika relasi pembelajaran hanya berfungsi secara teknis, maka guru hanya memandang murid sebagai semacam gelas kosong yang mesti diisi dengan berbagai macam ilmu.48 Walau pandangan ini tidak selamanya salah, namun juga tidak bisa dibenarkan. Dalam proses pembelajaran baik guru maupun murid adalah objek sekaligus subjek yang saling terkait.49

Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, tentunya banyak faktor yang mempengaruhiselain perangkat-perangkat teknis yang telah ada, seperti kurikullum, visi dan misi sekolah, sarana prasarana, tujuan pendidikan dan lain-lain. Lebih jauh lagi pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran sangat

47Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007, hal. 57.

48

A. Doni Koesoema “Pendidikan dalam Perjumpaan”, Artikel dimuat di KOMPAS, 16 Januari 2016, kompas online.

49

menentukan hasil akhir yang ingin dicapai, kaitanya dengan hal ini setidaknya ada dua faktor yang sangat menentukan yaitu:

a. Faktor guru

Guru dalam proses pembelajaran sangatlah signifikan karena dari gurulah corak keilmuan dan cara berfikir seorang murid dimulai, bila guru memiliki kemampuan yang dapat meningkatkan dan atau mengoptimalkan bakat serta kapasitas alamiah otak dari siswa. Maka akan menghasilkan out-put yang baik. Begitu pula sebaliknya. tidak hanya itu. Untuk itu, satu hal yang harus di ingat adalah dimulai dengan penempatan orang-orang yang kompeten dan profesional pada setiap guru yang mangajar mata pelajaran yang di UN-kan.

Oleh karena itu sependapat dengan Nana Sudjana guru menjadi faktor penentu dalam memberikan gambaran bahwa pekerjaan yang bersifat profesionalisme adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang secara khusus telah disiapkan melalui pendidikan dan latihan untuk memanku suatu jabatan tertentu, bukan pekerjaan yang dilakukan mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.50

Sehingga efektif dan tidaknya proses pengajaran itu dalam mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan, sebab kualitas pengajaran yang paling dominan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di madrasah, di samping itu adanya faktor dari siswa itu sendiri.51 Sedangkan yang paling banyak mempengaruhi adalah kualitas pengajaran yaitu kompetensi profesionalisme guru, baik di bidang intelektual maupun ketrampilan dalam mengajarnya. Maka Guru yang merupakan profesionalisme di bidang kependidikan mempunyai tiga tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu: Guru sebagai pengajar, Guru sebagai pembimbing, dan Guru sebagai administrator kelas.

50

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1998, hal. 40

51

Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat diketahui dengan menempatkan guru-guru yang kompeten dan profesional pada setiap bidangnya, diharapkan guru-guru tersebut mampu (1) menyusun rencana pembelajaran, (2) melaksanakan interaksi belajar mengajar yang harmonis (3) melakukan peniliaian prestasi belajar peserta didik, (4) melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) mengembangkan profesi secara profesional, (6) menambah pemahaman wawasan kependidikan, dan (7) lebih menguasai bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).

Di samping itu, seorang pendidik atau guru agama yang profesional adalah pendidikyang memiliki suatu kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangkependidikan keagamaan sehingga ia mampu untuk melakukan tugas, perandan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal. Terkait dengan masalah kompetensi dan profesionalitas guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan masih menghadapi permasalahan dan kritik dari berbagai pihak.52

Di antara kritik yang paling dicermati adalah pembelajaran lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata, kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan ke dalam jiwa siswa. Metode pengajaran berjalan secara monoton, pendekatan yang cenderung normatif, guru agama lebih bernuansa guru moral atau spiritual, kurang diimbangi dengan nuansaintelektual dan profesional serta hubungan antara guru dan siswa

52

Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, CV. Fifamas, Jakarta, 2003, hal. 85.

lebih bersifat doktriner. Dan yang terjadi hanya “transfer of knowledge” daripada “transfer of value53

Dengan demikian perbedaan utama pekerjaan profesi guru dengan yang lainnya terletak pada tugas dan tanggung jawabnya. Kedua jabatan itu akan memiliki persyaratan sebagai profesi jika dikaji dari kritierianya. Namun belumlah dapat dibedakan kedua macam profesi tersebut sebelum melihat tugas dan tanggung jawab yang dipangkunya.

b. Faktor Siswa

Siswa adalah masukan mentah yang harus dididik agar hasilnya atau keluaranya sesuai dengan harapan, tetapi acap kali dalam proses pembelajaran siswa merasa bosan, malas dan tidak berminat terhadap salah satu bidang study, untuk itu peran guru dalam menyikapi hal ini harus bijaksana agar tidak semakin memperkeruh suasana dan proses pembelajaran dapat berjalan harmonis dan optimal, paling tidak dengan adanya komunikasi yang baik dan kedekatan personal dapat membangkitkan semangat siswa untuk terus mengikuti setiap pelajaran yang ada, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sebagaiman seharusnya.

Sebagaimana pernyataan tersebut di atas, maka dalam kerangka peningkatan pembelajaran yang dilakukan di MTs Miftahut Thullab Cengkalsewu, terkait dengan mata pelajaran yang di UN kan kelas IX di mana menjadi objek penelitian penyusun. Sebelum membahas lebih dalam tentang dinamika pembelajaran yang berjalan di kelas tersebut, maka perlu sekali mengetahui kondisi kejiwaan masing-masing peserta didik.

Kelas IX memiliki keunikan tersendiri, karena tingkat kesulitan tentunya lebih besar dibandingkan kelas-kelas diatasnya. Tidak hanya transisi antara tingkatan kelas, tetapi juga di kelas IX akan pula terjadi

53

transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, perubahan hormonal sudah barang tentu berakibat pada perubahan sikap. Dan semua ini membutuhkan adaptasi dan proses untuk bisa menjalaninya. Situasi seperti ini tentu menjadikan tanggung jawab seorang Guru sebagai transformer ilmu, menjadi lebih sulit, karena dibutuhkan pemahaman lebih dalam terhadap anak didik, agar bisa di tentukan langkah strategis apa yang tepat untuk proses pengajaran yang akan digunakan, disesuaikan dengan sistem dan kurikulum yang telah ditentukan.

Pada Penelitian ini, penulis mencoba melakukan observasi secara menyeluruh dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pertama: mata pelajaran yang berbasis eksakta, seperti Matematika, IPA ataupun sejenisnya. Kedua: berbasis seni, kesusastraan dan linguistik, seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Dengan demikian proses pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang diajarkan. Untuk itu penulis berfikir untuk mengambil sample mata pelajaran, di mana isi pembelajaran, memenuhi tiga klasifikasi di atas. Ada empat mata pelajaran yang akhirnya penulis pilih sebagai sampel. Pertama: Matematika dan IPA, untuk mengukur kualitas pembelajaran bidang Eksakta. Kedua: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk mengukur dan mendukung proses pembelajaran yang berbasis seni dan kreatifitas, seperti theater, jurnalistik dan lain-lain.54

c. Kemampuan Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pola Pikir Siswa

Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya; guru dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas atau memiliki pengetahuan dan kecakapan yang

54

Dengan maksud kualitas pembelajaran dicapai dengan menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman, harmonis dan terencana serta menyadarkan siswa akan tanggung jawabnya, sangatlah membantu optimalnya proses pembelajaran, hal ini dapat dilihat dari raport dan absensi siswa untuk mengukur keseriusan dan minat belajar mereka.

dipersyaratkan untuk itu. Profesionalisme adalah orientasi kerja yang bertumpu pada kompetensi, dan merupakan hasil dari profesionalisasi yang dijalani secara terus menerus.

Howard Gardner menelaah manusia dari sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas inteligensia (kecerdasan). Menurut dia, paling tidak manusia memiliki 7 macam kecerdasan yaitu:

1) Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah, penalaran induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak. 2) Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan

dengan kata/bahasa tertulis maupun lisan. (sebagian materi pelajaran di sekolah berhubungan dengan kecerdasan ini).

3) Kecerdasan interpersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi.

4) Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu kemampuan mengatur gerakan badan, memahami sesuatu berdasar gerakan.

5) Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran berdasarkan pola nada atau ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme.

6) Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang mengandalkan penglihatan dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan menciptakan gambaran mental.

7) Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal rohani.55

Telaah yang dilakukan Howard Gardner paling tidak bisa menjadi ukuran bagi Guru untuk melakukan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak semata-mata

55

Br. Theo Riyanto, Pendidikan Yang Humanis. http://www.bruderfic.or.id/h-60/pendidikan-yang-humanis.html.21/07/2016.

ditentukan oleh hasil ujian atau penilaian pada setiap ulangan. Tetapi lebih jauh dari itu adalah terbangunnya sikap mental dan kepercayaan diri pada setiap siswa untuk menyadari bahwa setiap proses pembelajaran adalah penting, sehingga siswa bisa secara ikhlas menjalani proses pembelajaran. Untuk itu, dibutuhkan bangunan komunikasi yang baik, dan kecerdasan seorang Guru untuk bisa membaca, memahami dan menentukan strategi terbaik, agar proses pembelajaran bisa berjalan baik.

Senada dengan hal tersebut, “bahwa belajar itu erat kaitannya dengan memanusiakan manusia. Menuntut siswa untuk terus belajar adalah tanggung jawab yang harus dilakukan. Tetapi memaksa siswa untuk terus belajar, hingga membuat siswa merasa tidak nyaman, itu juga kurang benar. Untuk itu melakukan kumunikasi yang baik. Barangkali, pada mata pelajaran eksakta ada beberapa siswa yang tidak tertarik. Namun biasanya, menurut pengalaman yang saya lakukan, siswa yang apatis dengan mata pelajaran eksakta, biasanya memiliki kelebihan dalam mata pelajaran lain, misalnya dia pintar menulis, mengarang, ataupun dalam hal olah raga dan lain sebagainya, dan kita tidak bisa memaksa. Namun menyarankan agar paling tidak mampu memenuhi kreteria nilai yang telah ditentukan oleh pemerintah dalam UAN, agar kelak masa

depannya bisa lebih cerah”.

Hal ini agak mengejutkan; tetapi cara pandang seperti inilah yang disebut dengan pendekatan pembelajaran humanis. Yakni sebuah proses pembelajaran yang mengedepankan komunikasi dan memandang siswa sebagai manusia yang bebas dan merdeka dalam menentukan arah hidupnya. Asumsi ini selaras dengan pendapat Br. Theo Riyanto, yang memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih

tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanis adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri).56

Misalnya: Guru mengajak bicara siswa tentang pembelajaran yang dilakukan, serta kendala-kendala yang dihadapi. Kemudian bersama memikirkan metode yang paling tepat, untuk digunakan dalam proses pebelajaran. Kemudian mengajak siswa untuk merenung dan melakukan evaluasi terhadap hasil pembelajaran yang telah dicapai pada dirinya, serta mencari cela-celah kemampuan yang mungkin masih bisa dieksplorasi/dikembangkan.

Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangungjawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilihan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya. Dari asumsi dan cara pandang yang dilakukan oleh guru matematika tersebut, menjadikan siswa merasa nyaman dan enjoi dalam melakukan proses pembelajaran yang dilakukan. Sehingga transformasi berjalan dengan baik.

Hal ini juga terjadi pada mata pelajaran sesuai dengan klasifikasi yang penyusun lakukan. Rata-rata hampir disetiap pembelajaran terjadi apatisme dan kurang seriusnya siswa mejalani pembelajaran. Hingga ada

56

strategi dan komunikasi yang dilakukan guru, sehingga membuat siswa tertarik dan memiliki kesadaran untuk melakukan proses belajar.57

Ketika siswa apatis, maka akan mengakibatkan terganggunya proses pembelajaran, sehingga berdampak terhadap tidak maksimalnya hasil dan suasana pengajaran tidak lagi kondusif. Karena komunikasi yang dibangun antara guru dan siswa tidak dapat bersinergi. Pada situasi seperti ini, guru kemudian melakukan identifikasi terhadap masalah, kemudian mencari solusi, hingga pada memberikan ukuran evaluasi yang akan digunakan. Namun demikian, tak selamanya cara atau solusi ini berhasil, karena seringkali justru solusi menjadi masalah baru. Untuk itu, sesungguhnya setiap proses adalah masalah yang harus diselesaikan. Dan kuncinya ada pada sejauh mana komunikasi itu terbangun dan sebaik apa strategi itu di jalankan.58

Sehingga faktor yang paling banyak mempengaruhi adalah kualitas pengajaran yaitu kompetensi guru, baik di bidang intelektual maupun keterampilan dalam mengajarnya. Tanggung jawab dan tugas guru sangat berat sekali. Jelasnya seorang guru harus mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri sebelum menjadi guru bagi orang lain.Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa guru tanggung jawabnya terlalu berat, oleh karena itu tidak semua orang mampu menjadi guru, sebab guru dituntut persyaratan serta memiliki kompetensi dasar dalam bidang yang digelutinya.

Kaitannya dengan proses pembelajaran di Kelas IX MTs Miftahut Thullab Cengkalsewu. Masing-masing mata pelajaran sample yang dipilih penulis sesuaikan dengan klasifikasi yang telah penyusun pilih, mengalami problem yang berbeda-beda, dengan bobot kasus yang

57

Depdiknas. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Diknas, Yogyakarta, 2003, hal. 55.

58

berbeda pula. Misalnya pada mata Pelajaran Matematika. Murid cenderung apatis dan tak terlalu memperdulikan proses pembelajaran, walau itu tidak semuanya.

Maka dalam menyikapi realitas siswa yang demikian, guru harus cerdas dalam menyikapi kondisi pembelajaran dan tepat bertindak. Dan salah satu hal yang dilakukan adalah menempatkan porsi yang proporsional, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan siswa sebagaimana ungkapan guru-guru pengampu mata pelajaran Ujian Nasional (Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris).

d. Profesionalitas guru dalam Evaluasi Kualitas Pembelajaran

Sesuai dengan pernyatan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 20 menjelaskan, bahwa dalam melaksanakan tugas yang profesional, guru berkewajiban:(1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, (2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, (4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan (5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.59

Di samping itu seorang yang telah memilih guru sebagai profesinya, pasti benar-benar profesionalisme dalam bidangnya. Dia harus memiliki kecakapan dan kemampuan dalam pengelolaan interaksi belajar mengajar.

59

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Hal ini dapat dipahami, bahwa keprofesionalisme seorang guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang tentu saja masih banyak faktor pendukung lainnya.60

Alasannya adalah guru yang bertaraf profesional mutlak harus menguasai bahan yang akan dikerjakannya, sungguh ironis dan memalukan jika terjadi ada siswa yang lebih dahulu tahu tentang sesuatu dibandingkan gurunya, memang guru bukan maha tahu, tetapi guru dituntut pengetahuan umum yang luas dalam mendalami keahliannya atau mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.61 Penguasaan atas bahan pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Sebagaimana yang terjadi di MTs Miftahut Thullab vahwa idealnya setiap proses pembelajaran yang dilakukan, membutuhkan sistem yang disebut dengan evaluasi. Evaluasi memiliki peran untuk mengukur seberapa efektif dan baiknya sistem pembelajaran yang telah dilakukan. Tidak hanya itu evaluasi juga dibutuhkan untuk menentukan langkah selanjutnya, sehingga sistem yang diambil benar-benar tepat sasaran dan efektif.

Untuk itu, dalam melakukan evaluasi, dibutuhkan data yang mendukung sebagai bahan analisa dan evaluasi, yang berasal dari proses yang telah dilakukan. Sehingga kapasitas dan kualitas pembelajaran memiliki peran yang cukup signifikan dalam mempengaruhi sistem yang akan dibangun. Dipertahankan atau justru dirubah. Oleh karena itu, kualitas pembelajaran yang baik, dan terencana, akan bisa diukur dari proses-proses yang telah dilakukan. Dan hasilnya adalah merupakan bagian dari bentuk evaluasi terhadap sejauh mana kualitas pembelajaran yang telah dilakukan.

60

Nana Sudjana, Op.cit., hal. 21.

61

Langkah evaluasi yang dilakukan oleh para guru, diantaranya:melakukan pendekatan baik secara komunal maupun individual pada siswa, menganalisa data perkembangan atas hasil yang dicapai siswa, hal ini bisa dilihat dari prestasi pelajar yang telah dicapai, raport, dan siklus pembelajaran (untuk yang satu ini, biasanya setiap guru memiliki catatan pribadi), menganalisa kurikullum dan sistem yang telah dijalankan, apakah sudah sesuai dengan proporsi, serta apakah telah mampu bersinergi dengan kemampuan siswa yang bervariatif.

Guru melakukan evaluasi dan mendiskusikan tentang beberapa hal evaluasi kemudian menentukan solusi. Dalam menentukan solusi atas problem yang ditemukan, guru-guru pengampu mata pelajaran sample, tetap menempatkan siswa sebagai partner kerja, agar terjalin komunikasi, saling mengerti dan kesadaran akan pentingnya sebuah proses pembelajaran baik pada diri sendiri maupun lembaga. Sehingga ada sinergi yang berproses secara sistematis.

3. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Upaya Pengembangan