• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERSAMA DI LUAR GUGATAN PERCERAIAN

C. Analisis Penulis

Menurut hemat penulis sita marital yang disebut di dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai (sita jaminan atas harta bersama) hanya diatur secara tegas dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sifat sita yang diatur dalam Pasal

95 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak selalu bersifat assesoir, sehingga dalam pengajuan nya dapat berdiri sendiri.

Tujuan dari adanya sita marital itu sendiri antara lain adalah untuk membekukan harta bersama suami isteri melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perceraian/pembagian harta bersama berlangsung.3 Sedangkan fungsi dimohonkannya sita marital adalah untuk melindungi, hak pemohon sita marital dengan menyimpan atau membekukan barang yang disita agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga.4

Permohonan sita marital terhadap harta bersama yang diajukan ke Pengadilan sendiri dapat dimintakan bersama-sama dengan gugatan perceraian dan dapat pula permohonan sita marital terhadap harta bersama diajukan di luar gugatan perceraian.5 Berdasarkan hukum acara yang berlaku pun, tidak ada pengaturan khusus bahwa pengajuan sita harus selalu assesoir dengan gugatan pokok.

Dalam praktik yang berlaku umum, permohonan sita selalu diajukan dalam bentuk assesoir, namun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 95 mengatur secara khusus, yang mana pengajuan permohonan sita marital dapat dilakukan secara berdiri sendiri di luar adanya permohonan gugatan cerai, karena

3

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Permasalahan dan Penerapan Conservatoir Beslag (Sita Jaminan), h. 369.

4

Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 92.

5

Wawancara dengan Hakim Anggota I Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Ibu Drs. Hj. ErniZurnilah, MH. Tanggal 14 April 2014.

dalam hal ini tujuan pokok dari sita marital adalah menyelematkan keutuhan harta bersama tanpa merusak ikatan perkawinan. Permohonan sita marital yang diajukan berdasatkan Pasal 95 KHI, sifatnya jelas tidak assesoir karena tidak tergantung apakah terjadi perceraian atau tidak. Sita tetap dapat dilaksanakan karena tujuannya adalah untuk melindungi harta bersama saat perkawinan masih berlangsung dan apabila sekalipun terjadi perceraian, harta tersebut tetap dapat aman terbagi, karena pada saat perkawinan putus, maka baik suami ataupun istri berhak atas seperdua dari harta bersama, berdasarkan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI), kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Terkait dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP dapat dilihat bahwa alasan pengajuan Sita Marital terhadap harta bersama yang diajukan oleh Pemohon (Istri) kepada Termohon (suami) cukup dengan adanya indikasi bahwa harta bersama tersebut dapat hilang dan berpindah kepada pihak lain yang akan merugikan Pemohon dan anak-anak Pemohon di kemudian hari, dan Majelis Hakim menerima alasan sita marital (Marital Beslag), sehingga permohonan sita maritalnya (Marital Beslag) dapat dikabulkan.

Jika ditinjau dari segi hukum Islam, tujuan dari adanya permohonan sita marital terhadap harta bersama sesuai dengan tujuan maqashid syariah yang ditegaskan oleh Abdul Wahab al-Khallaf yang mana sebagai alat bantu untuk memahami redaksi al-Quran dan sunnah, menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan, dan yang sangat penting adalah untuk menetapkan hukum terhadap

kasus yang tidak tertampung dalam al-Quran dan sunnah secara kajian kebahasaan.6 yakni menjaga dan memelihara harta (hifzul maal). Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yakni: memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara kepemilikan harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak syah, memelihara harta dalam tingkat hajiyat yakni syariat tentang jual belitentang jual beli salam, dan memelihara harta tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari pengecohan dan penipuan.7

Berkaitan dengan kaidah ushul fiqh yakni metode penetapan hukum melalui konsep sadd adz dzari’ah, bahwa dikabulkannya permohonan sita marital terhadap harta bersama yang diajukan oleh istri sebagai pemohon kepada suami sebagai termohon, dinilai sangat relevan. Hal itu dikarenakan permohonan sita marital terhadap harta bersama merupakan salah satu cara untuk menghindari berpindahnya harta bersama kepada pihak lain, dan agar terlindungi kepentingan istri sebagai pemohondan anak-anak dari pemohon dan termohon dari itikad buruk suami yakni dengan memindahkan harta bersama kepada pihak lain, sehingga pada saat putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, gugatan tersebut tidak hampa (illusoir). Serta sekaligus menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan yakni jika tidak dilakukan sita marital terhadap harta bersama maka akan menyebabkan harta bersama tersebut berpindah tangan kepada pihak lain.

6

Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta : Prenada Media, 2005), h. 237.

7

Rasio dari penerapan sita marital terhadap harta bersama yang telah dikemukakan di atas, bertujuan untuk melindungi eksistensi keutuhan harta bersama dalam perkawinan secara keseluruhan. Sebab harta bersama adalah milik bersama suami istri yang diperuntukkan untuk keperluan dan kesejahteraan masing-masing dalam menjaga harmonisasi dan keutuhan rumah tangga. Selain itu, untuk menjamin keutuhan dan keselamatan harta bersama selama proses perkara perceraian / adanya tuntutan pembagian harta bersama.

70 A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan skripsi penulis yang berjudul permohonan sita marital (marital beslag) di luar gugatan perceraian dengan menganalisis putusan perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Permohonan sita marital terkait dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP secara tersendiri artian di luar dari gugatan perceraian telah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia yakni berdasarkanPasal 215 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 95 serta 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) diperbolehkan. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 95, permohonan sita marital dapat diajukan secara terpisah dan berdiri sendiri di luar gugatan perceraian, sehingga hal ini memungkinkan pengajuan gugatan atau permohonan sita, baik dengan rekonpensi maupun pengajuan permohonan sita marital yang berdiri sendiri.

2. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara nomor 549/Pdt.G/2007/PA.JP adalah alasan pengajuan Sita Marital terhadap harta bersama yang diajukan oleh Pemohon (Istri) kepada Termohon (suami) adanya indikasi bahwa harta bersama tersebut dapat hilang dan berpindah

kepada pihak lain yang akan merugikan Pemohon dan anak-anak Pemohon dikemudian hari, dan Majelis Hakim menerima alasan Sita Marital (Marital Beslag), sehingga Permohonan Sita Maritalnya (Marital Beslag) dapat dikabulkan. Selain itu permohonan sita marital terhadap harta bersama sesuai dengan tujuan maqashid syariah yakni dalam rangka menjaga dan memelihara harta (hifzulmaal) dan berkaitan juga dengan kaidah ushul fiqh yakni penetapan hokum melalui konsep saad adz dzari’ah, maka permohonan sita marital terhadap harta bersama dinilai sangat relevan karna untuk melindungi kepentingan istri sebagai pemohon dan anak-anak dari pemohon dan termohon dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan yakni jika tidak dilakukan sita marital terhadap harta bersama maka akan menyebabkan harta bersama tersebut berpindah tangan kepada pihak lain.

B.Saran-Saran

Adapun bagian akhir dari skripsi ini, penulis memberikan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait adalah sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah, Perlu adanya Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur secara tegas mengenai sita marital terhadap harta bersama. dan adanya ketentuan Hukum Acara Perdata yang mengatur secara khusus tentang masalah sita marital yang selama ini berpedoman pada Reglemen Acara Perdata/ RV (Reglement Op De Rechtsvordering Staatsblad 187 No. 52 Jo. 1849 No. 63) yang masih dipergunakan di dalam praktek.

2. Para hakim dalam memutus perkara yang terkait dengan sita marital harus memperhatikan kepastian hukum, apakah dalam putusan sita marital yang dikabulkan yang dinyatakan sah dan berharga/tidak, sebab apabila dinyatakan sah dan berharga terhadap sita marital tersebut, maka akan ditingkatkan menjadi sita eksekutorial, sedangkan sita marital hanya bersifat untuk menyimpan atau membekukan harta bersama yang disengketakan.

3. Masyarakat, walaupun sita marital jarang dipergunakan dewasa ini bukan berarti upaya hukum tidak boleh dipergunakan. dan dalam pengajuan permohonan sita marital diterima atau tidaknya memang sangat tergantung pada pembuktian yang mana harus diperhatikan oleh semua pihak. Dan masyarakat hendaklah mengetahui tentang adanya sita marital dan regulasi sengketa harta bersama.

73

Dokumen terkait