• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAFKAH ISTERI DI DALAM KELUARGA

D. Analisis Penulis

Ikatan perkawinan yang sah menyebabkan suami harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan istrinya, memberi belanja kepadanya selama ikatan suami istri itu masih terjalin. Akan tetapi, faktor-faktor tertentu yang terdapat pada masyarakat yang berbeda-beda dapat menimbulkan pergeseran fungsi seseorang dalam keluarga. Ada kalanya suami kurang mampu memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, sehingga istri berperan aktif dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kenyataan ini banyak terjadi di desa Gunung Sugih, dan bahkan di daerah-daerah lain. Pertanyaan yang timbul adalah seberapa besar peran istri dalam pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga, dan bagaimana pandangan ulama setempat dalam menyikapi hal tersebut.

Dalam pengelolaan rumah tangga undang-undang menempatkan suami isteri pada kedudukan yang seimbang. Artinya masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan yang mempunyai akibat hukum baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kepentingan bersama dalam keluarga dan masyarakat.

Ini diungkapkan dalam pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kemitraan (partnership) antara suami isteri. Kedudukan yang seimbang tersebut disertai perumusan pembagian pekerjaan dan tanggung jawab (pasal 31 ayat 3). Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga. Perkataan „ibu rumah tangga‟ tidak boleh dipandang sebagai penurunan kedudukan dan tidak boleh pula diartikan isteri yang mempunyai kemauan dan kemampuan

untuk bekerja di luar rumah tangga tangganya dilarang melakukan pekerjaan tersebut.

Sebagai isteri ia berhak melakukan pekerjaan di luar rumah tangga asal saja ia tidak melupakan fungsinya sebagai ibu rumah tangga yang secara kodrati dapat menyambung cinta, kasih sayang di antara suami dan anak dalam usaha mencapai kebahagiaan rumah tangga. Sedang suami sebagai pemimpin menjadi penanggung jawab penghidupan dan kehidupan isteri dan keluarga disertai nasehat dan perhatian dalam usahanya secara bersama dengan isteri untuk kebahagiaan rumah tangga.

Untuk mengembangkan fungsi masing-masing, suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap (pasal 32 ayat 1) yang ditentukan secara bersama-sama (pasal 32 ayat 2). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan hukum perdata dan hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat yang mengharuskan isteri tinggal di rumah suaminya. Undang-undang menganggap musyawarah dalam menentukan tempat tinggal adalah sejalan dengan ketentuan sebelumnya yang menempatkan suami dalam kedudukan seimbang dalam melakukan setiap perbuatan yang mempunyai akibat hukum kepada suami isteri tersebut. Ketentuan tentang hak dan kewajiban juga diatur dalam Undang-undang Perkawinan yaitu pada pasal 33 yang berbunyi: “Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain”.

Pasal ini mengisyaratkan bahwa ketika suami isteri telah mempunyai kedudukan yang sama dalam perkawinan, maka antara suami isteri harus ada saling hormat menghormati, saling setia yang merupakan kebutuhan lahir dan batin masing-masing suami isteri.

Nafkah adalah semua pengeluaran pembelanjaan seseorang atas orang yang menjadi tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang diperlukan, sebagaimana suami wajib menafkahi istrinya.

Pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga merupakan tanggung jawab suami. Akan tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu para istri terkadang tidak tega mengandalkan pemenuhan kebutuhan hanya dari pihak suami. Mereka (para istri) terdorong untuk membantu pihak suami demi kesejahteraan keluarga, dengan menekuni berbagai bidang pekerjaan. Hal ini terlihat dengan banyaknya istri di desa Gunung Sugih yang bekerja yaitu: 3428 jiwa dari 675 KK (Kepala Keluarga). Prosentase pemenuhan kebutuhan keluarga yang diperoleh istri ada yang mencakup 100%, dan ada yang hanya sebagian dalam memenuhi kebutuhan keluarga, artinya hanya membantu suami. Motivasi istri dalam usaha memenuhi kebutuhan nafkah keluarga pada umumnya hampir sama, yaitu membantu meringankan beban ekonomi keluarga, walaupun dalam pelaksanaannya ada yang melakukannya dengan keikhlasan, dan juga keterpaksaan, maupun karena ada faktor lain.

Ulama di desa Gunung Sugih, kec. Kedondong , kab. Pesawaran, dalam menyikapi adanya istri yang bekerja didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

Dalam hal ini, ulama tidak membolehkan secara mutlak terhadap istri yang bekerja karena terdapat catatan-catatan (syarat-syarat) tertentu yang harus dipenuhi oleh istri yang bekerja.

Tidak ada nash atau dalil-dalil yang secara khusus melarang istri untuk bekerja apalagi jika bekerjanya istri karena keterpaksaan tertentu (kesulitan ekonomi, ataupun karena tidak ada orang menanggung nafkah atas keluarganya). Akan tetapi mereka harus tetap berpegang teguh pada kodratnya sebagai seorang perempuan, sebagai istri dari suami dan sebagai pendidik dari anak-anaknya demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Istri ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga tidak sesuai dengan kaidah dasar yang ada, karena bekerja (mencari nafkah) merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami. Akan tetapi hal ini juga tidak bertentangan dengan aturan Islam

66

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa:

1. Peranan isteri dalam memenuhi nafkah keluarga di Desa Gunung tentunya sangat berperan penting karena tanpa keikut sertaan isteri dalam mencari nafkah maka tentunya kebutuhan ekonomi keluarga sangat kuarang, apalagi bagi para suami yang melalaikan tugas dan tanggung jawab nya dalam mencari nafkah untuk keluarga. Dengan isteri ikut mencari nafkah maka ia telah membantu suaminya dalam memenuhi nafkah rumah tangga mereka. 2. Dalam pengelolaan rumah tangga Undang-Undang menempatkan suami isteri

pada kedudukan yang seimbang. Artinya masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan yang mempunyai akibat hukum baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kepentingan bersama dalam keluarga dan masyarakat. Ini diungkapkan dalam pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kemitraan (partnership) antara suami isteri. Kedudukan yang seimbang tersebut disertai perumusan pembagian pekerjaan dan tanggung jawab (pasal 31 ayat 3). Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga. Perkataan „ibu rumah

tangga‟ tidak boleh dipandang sebagai penurunan kedudukan dan tidak boleh pula diartikan isteri yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja di luar rumah tangga tangganya dilarang melakukan pekerjaan tersebut. 3. Ada beberapa hal yang mempengaruhi isteri dalam hal keikut sertaan mereka

dalam mencari nafkah keluarga, diantaranya: ada yang mencari nafkah karena untuk membantu suami dan meringankan beban suami mereka, di zaman yang sudah maju seperti saat ini yang kesemuanya serba mahal dan membutuhkan biaya tentunya tidak cukup jika mengandalkan penghasilan dari suami saja yang memiliki pekerjaan tidak tetap, dan suami yang bermalas-malasan dalam bekerja, bahkan tidak jarang suami yang melalaikan kewajiban nya dalam mencari nafkah keluarga, sehingga mengharuskan mereka untuk bekerja dan ikut serta dalam memenuhi ekonomi keluarga, tetapi ada pula yang mencari nafkah karena keikhlasannya, walaupun suami tidak bekerja namun ikhlas menggantikan peranan suami dalam hal mencari nafkah keluarga. Bahkan ada pula yang bekerja karena kesenangan nya dalam bekerja dan memang sudah menjadi hobi nya. Tetapi untuk para mantan TKW mereka bekerja karena ingin merubah nasib.

B. Saran

1. Seorang suami hendaknya bertanggung jawab kepada isteri dan anak-anaknya, dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, khususnya biaya pendidikan anak, serta isteri pun harus bisa menemani suami dalam suka

maupun duka, dengan jalan menumbuhkan kemampuan mencari nafkah ketika ekonomi sudah menurun.

2. Peringatan kepada suami untuk tidak melalaikan kewajiban nya dalm hal mencari nafkah kepada keluarga nya, dan tidak membiarkan isteri untuk bekerja keluar negri.

3. Suami yang bertanggung jawab dan setia, merupakan idaman para isteri dimanapun. Dalam hal ini suami yang memberikan nafkah dengan cara meninggalkannya, hendaknya tidak memutuskan komunikasi, tanpa komunikasi bisa terjadi kesalahfahaman yang berakibat fatal, dan hal yang penting memberikan tinggalan (uang belanja) selama ditinggal. Bagi isteri yang hanya mengandalkan penghasilan hanya dari suami saja sangat butuh kepada materi yang diberikan oleh suami, lain halnya dengan isteri yang berkarir.

69

Al-Qur‟an dan Terjemahnya.Semarang: CV. Asy Syifa, 1999

Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet ke-2.

Al-Hadad, al-Tahrir, “Wanita Dalam Syari‟at dan Masyarakat”, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Al-Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, 2001.

Al-Juzari, Abdurrahman Fiqh „Ala Madzahib Al-Arba‟ah, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), juz ke-4

Al-Mashri, Syaikh Mahmud, Perkawinan Idaman, Jakarta: Qisthi Press, 2010.

Al-Qardhawi, Yusuf Panduan Fikih Perempuan, (Jogjakarta: Salma Pustaka, 2004) cet ke- 1

Ash hofa, Burhan, “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

As-Subki, Ali Yusuf, “Fiqh Keluaraga, Pedoman Berkeluarga dalam Islam”, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010, cet ke-1.

Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, cet ke-5. Doi, A. Rahman I, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002, cet ke-1.

Ghazaly, Abdurrahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, cet ke-1. Harjono,Anwar, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, Jakarta: Bulan Bintang,

1968, cet ke-2.

Hamidy, Mu‟ammal, Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadis-Hadis Hukum),

Surabaya: Pt. Bina Ilmu, cet ke-5.

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Beirut : Dar Al-Jiil, 1989, cet ke-1. Indra, Hasbi, Potret Wanita Shalehah, Jakarta: Penamadani, 2004, cet ke-3.

Kuzaeri, Achmad, “Nikah Sebagai Perikatan”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Lexy. J. Moloeng,” Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Manan, Abdul, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet ke-5.

Mughniyah, M. Jawad, Fiqh Lima Madzhab, Beirut: Penerbit Lentera, 2004, cet ke-11.

M. Zein, Satria Efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyyah), Jakarta: 2004, cet ke-1.

Ni‟am, Asrarun, ”Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan”,Jakarta: eLSAS, 2008.

Nuruddin, Amiur, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kasus Perkembangan

Hukum Islam dari Fiqh, UU No 1/1974 sampai KHI), Jakarta: Prenada Media,

2004, cet ke-1.

Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, Beirut: Daar al-Fath, 1996, juz ke-2.

Sanggona, Bambang, “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sidi, Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, yang Sakinah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet ke-1.

Sumiarni, Endang, Kajian Hukum Islam yang Berkeadilan Gender, Yogyakarta: Wonderfull Publishing Company, 2004.

Soekanto, Soerjono, “Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta: UI-Press, 1986. Syafe‟i, Imam, Al-Umm, Beirut: Daar al-Fikr, 1990, Juz ke-5.

Syarifuddin, Amir, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia”, Jakarta: Prenada Media, 2007.

Turmudzi, Imam, Sunan Turmudzi, Beirut: Daar al-Fikr, 1993.

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Persepektif Al-qur‟an, Jakarta: Paramadina, 2001, cet ke-2.

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

„Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqh Wanita Edisi Lengkap, Beirut: Pustaka Al-Kautasar Buku Islam Utama, 1996, cet ke-1.

Wahbah al- Zuhailiy, Al-Fiqh al- Islamiy wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1997. Yanggo. Huzaemah Tahido, Fiqh Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2010, cet ke-1. https// www.republika.com

M. Taufiqi, Jurnal Aplikasi Management https// www.journal pdii.lipi.go.id https// www.kesetaraan gender.com https// www.badilag net.com

75

Nama : ST

Waktu : 15 April 2011 pukul 13.00 WIB Tempat : di kediaman ibu ST

1. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Saya hanya seoarang penjual sayuran di pasar

2. Berapa penghasilan hasil bekerja ibu?

Yah penghasilan sih tidak seberapa ya

3. Apakah dengan penghasilan ibu yang tidak seberapa tersebut dapat mencukupi kehidupan ekonomi keluarga?

yah seperti itu lah, terkadang cukup, tapi terkadang juga tidak

4. Apa yang menjadi alasan ibu untuk bekerja?

Alasan saya tu bekerja, karena untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, dan yang pastinya membantu suami saya.

5. Apa pekerjaan suami ibu?

Suami saya hanya seorang tukang ojek, dengan penghasilan yang tidak seberapa, dan tentunya inilah yang mengharuskan saya untuk bekerja, guna mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, khusus nya biaya pendidikan anak 6. Berapa penghasilan suami ibu?

Gak tentu, terkadang 30 ribu perhari, tapi terkadang juga dibawah itu

7. Sudah berapa lama ibu bekerja?

Kurang lebih sudah hampir 5 tahun

8. Berapa Tanggungan Keluarga ibu?

Saya tuh punya 5 orang anak yang masih sekolah. Yang masih membutuhkan biaya pendidikan yang besar.

9. Apakah ibu mengetahui bahwa mencari nafkah itu adalah tugas seorang suami?

Kalau itu ya saya tau, tapi ya mau gimana lagi suami saya kan kerja nya malas-malasan, udah penghasilan nya kecil, terus kerjanya malas-malasan jadi ya saya yang bekerja mencari nafkah ini, kalau saya gak kerja kan mau makan apa anak-anak saya, belum lagi untuk biaya pendidikan nya.

10.Apakah suami ibu mengizinkan ibu untuk bekerja?

Ya pastinya dia izinin, bahkan saya bekerja ini di suruh dengan suami saya, yah walaupun saya kadang suka kesel juga sih, tapi yah mau gimana lagi, mungkin ini emang udah nasib saya.

76 Waktu : 10 April 2011, pukul 18.30

Tempat : di kediaman ibu RT 1. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Baru-baru ini saya bekerja sebagai penjual kue 2. Sebelumnya ibu bekerja apa?

Sebelumnya saya menjadi seorang Tenaga Kerja Wanita di Saudi Arabia

3. Berapa lama ibu menjadi seoarang TKW?

Yah kurang lebih sekitar 4 tahunan

4. Apa yang menjadi alasan ibu untuk bekerja sebagai seoarang Tenaga Kerja di Luar Negeri?

Yang pastinya saya bekerja di luar negeri tu ingin meruabah nasib keluarga saya

5. Pada saat ibu menjadi seoarang TKW apa pekerjaan suami ibu?

Suami saya bekerja mengurus kebun dan sawah saudara nya.

6. Apakah pada saat itu suami ibu mengizinkan ibu menjadi seorang TKW?

Diawalnya suami saya tidak mengizinkan, namun setelah saya berbicara baik-baik dengan suami saya, akhirnya dia mengizinkan kan saya

7. Apa yang menjadi alasan suami ibu mengizinkan ibu menjadi seorang TKW?

Yah alasan dia tentunya sama seperti saya, karena ingin merubah nasib keluarga, dan yang pastinya membantu dia (suami) dalam mencari nafkah

8. Berapa penghasilan suami ibu saat mengurus kebun milik saudaranya?

Gak tentu, kalau hasil panen nya bagus yah besar, cuamn kalau hasil panen nya lagi kuarang bagus yah sedikit

9. Apakah dengan penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi nafkah keluarga?

Mungkin kalau untuk makan saja cukup, tapi kalau untuk biaya yang lain tentunya sangat kurang, apalagi biaya pendidikan anak

77

Saya tu punya 2 oarang anak yang masih kecil, yang tua anak saya sekarang sudah kelas 4 sd, sedangkan yang nomor 2 baru masuk sekolah sd

11.Lalu siapa yang mengurus anak ibu pada saat ibu menjadi seoarang TKW?

Pada waktu anak saya tinggal dan diurus denagn bapak nya dan ibu saya

12.Apakah ibu mengetahui bahwa mengurus anak itu adalah tugas dari seoarng ibu, sedangkan yang mencari nafkah itu tugas dari seorang ayah atau suami?

Kalau masalah itu saya tahu

13.Lalu jika ibu mengetahui mengapa harus ibu yang pergi menjadi seoarang TKW, mengapa tidak suami ibu saja?

Awalnya memang suami saya yang akan pergi, namun setelah di fikir-fikir ternyata tenaga kerja yang banyak di butuhkan di luar negeri itu mayoritas menjadi seorang baby sister atau pembantu rumah tangga, hanya bisa dilakukan oleh seoarang wanita

14.Selama ibu menjadi TKW berapa penghasilan ibu, dan apakah ibu rutin mengirimkan penghasilan ibu untuk keluarga?

Pada saat itu penghasilan saya perbulan nya kurang lebih sekitar satu juta sampai satu juta limaratus ribu, tentu nya tidak tiap bulan saya mengirimkan nya, yah paling 3 atau 4 bulan sekali saya baru menirimkan uang untuk keluarga saya di rumah

15.Apakah dengan penghsilan ibu tersebut, kebutuhan ekonomi keluarga tercukpi?

Alhamdulillah cukup, bahkan lebih dari cukup

16.Lalu bagaimana dengan penghasilan ibu saat ini, apakah dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga?

Ya Alhamdulillah cukup, dengan hasil tabungan saya selama saya bekerja menjadi menjadi seorang TKW di luar negeri, maka saya membuka usaha kecil-kecilan denagn berjualan kue yang di taro di beberapa warung sekitar rumah saya

78

Waktu : 1 Mei 2011 pukul 16.00 WIB Tempat : di tempat kediaman ibu AS

1. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Seperti yang adek lihat sendiri, saya hanya seoarng tukang jahit baju

2. Berapa penghasilan bekerja ibu?

Penghasilan saya gak tentu, kalau lagi banyak orderan bisa mencapai sekitar 200ribu sampai 300 ribu gitu, tapi kalau lagi sepi yah paling hanya 50 ribu saja

3. Apakah dengan penghasilan segitu dapat dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga?

Yah Alhamdulillah cukup, tapi terkadang juga kurang , tergantung kebutuhan juga sih

4. Apa pekerjaan suami ibu saat ini?

Suami saya hanya seorang petani kecil-kecilan

5. Berapa penghasilan suami ibu?

Penghasilan nya gak tentu, kalau hasil panen nya bagus yah lumayan

6. Lalu apakah dengan penghasilan yang tidak menentu tersebut dapat mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga?

Kalau hanya menghasilkan dari hasil panen saja pastinya kurang, maka dari itu saya juga kerja, ungtungnya saya bisa menjahit, jadi saya buka usaha jahit deh

7. Selain menjadi seorang petani, apakah suami ibu memiliki pekerjaan lain?

Kalau waktu dulu selain petani suami saya juga seorang tukang ojek, tapi sekarang udah gak lagi, soalnya motor udah di jual, buat nambahin buka usaha ngejait ini, jadi dia sekarang cuma seorang petani

79 Kalau saya buka usaha jahitan sendiri itu baru, yah kira-kira 1 tahunan inilah, sebelumnya saya bekerja di tempat orang lain

9. Apa yang menjadi alasan ibu untuk bekerja sebagai seorang tukang jahit?

Yang pastinya saya tidak ingin melihat anak-anak saya terlantar dan kekurangan, dan satu lagi saya ingin membantu suami saya dalam mencukupi nafkah keluarga

10.Berapa tanggungan ibu?

Saya punya 3 orang anak yang kesemuanya masih sekolah dan masih membutuhkan biaya yang besar

11.Apakah ibu mengetahui bahwa mencari nafkah itu tugas dari seorang suami?

Ya taulah, masa gak tau.

12.Apakah suami ibu mengizinkan ibu untuk bekerja?

Sangat mengizinkan, kata dia sih saya tu gak boleh manja dan jangan ketergantungan dengan suami, yah kan tau sendiri gak selamanya hasil panen tu bagus, kalau hasil panen lagi bagus ya lumayan tapi kalau lagi enggak mau gimana, makanya suami saya tu sampe rela jual motor buat bantuin saya buka usaha ini.

80

Waktu : 5 Mei 2011, pukul 16.30 Tempat : di kediaman ibu ST

1. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Seperti yang diliat sendiri saya seorang wiraswasta, tepatnya saya buka warung sendiri di depan rumah

2. Berapa penghasilan ibu?

Wah kalau penghasilan sih gak tentu ya des

3. Apakah dengan penghasilan yang tidak tentu tersebut dapat mencukupi kehidupan ekonomi keluarga?

Kalau ditanya masalah cukup atau gak nya se menurut teteh mah tergantung kita nya aja, kalau kita bisa memanfaatkan dan mengaturnya dengan baik ya cukup, tapi kalau enggak ya kurang

4. Apa pekerjaan suami teteh saat ini?

Suami teteh tu supir travel des

5. Berapa penghasilan suami teteh sekarang?

Kalau masalah penghasilan pastinya teteh kurang tau des, tapi yang pastinya kalau si ria (anak teteh) minta uang untuk bayaran sekolah suami teteh selalu ngasih

6. Apakah suami teteh tidak pernah menceritakan penghasilan nya pada teteh?

Jarang des

7. Berapa uang yang seringsuami teteh kasih ke teteh untuk urusan rumah tangga?

Suami teteh tu biasanya tiap bulan suka ngasih ke teteh tu sekitar 500ribu sampai 1 juta gitu des

81

rumah tangga?

Yah tergantung, kadang cukup kadang juga enggak, mungkin kalau untuk urusan uang makan dan uang listrik atau air ya cukup, tapi kalau untuk masalah yang lain kurang, makanya saya juga ikut buka usaha, agar tidak mengandalkan penghasilan dari suami teteh aja

9. Apa yang menjadi alasan teteh untuk buka usaha warung seperti ini?

Yang pastinya teteh tu gak mau ketergantungan dengan suami teteh, dan pastinya teteh tu pengen bantu suami teteh

10.Sudah berapa lama teteh buka usaha warung ini?

Udah lumayan lama juga des, ada kali 5 tahunan.

11.Apakah suami teteh mengizinkan teteh untuk buka usaha warung ini?

Yah diawal se dia gak setuju teteh tu buka warung, tapi teteh coba ngomong baik-baik dengan suami teteh, akhirnya dia ngizinin des, lagian kan kalau ngandelin dari hasil dia aja ya gak cukup, kan gak tiap hari dia bawa mobil, kadang seminggu tu cuma sekali, bahkan pernah juga sangking sepinya nyaris sebulan tu cuma sekali dia nyupir, dah gitu suami teteh kan orang nya rada males gitu des, yah desi tau sendirilah, gimana suami teteh, hehehe.

82

Nama : PT

Waktu : 20 Juni 2011, pukul 19.00WIB Tempat : di tempat kediaman ibu Zahra 1. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Kan desi tau kalau ibu tu cuma seorang buruh cuci dan tukang urut

Dokumen terkait