• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Curcumin terhadap Penampilan Produksi

Penampilan produksi ternak yang diamati (Lampiran 1) pada penelitian ini meliputi rataan konsumsi ransum harian, rataan pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan ransum. Tabel 3 memperlihatkan rataan penampilan produksi dari masing-masing perlakuan. Pengaruh taraf pemberian Curcumin dalam ransum tidak nyata mempengaruhi penampilan produksi babi penelitian ini.

Tabel 3 Rataan penampilan produksi babi penelitian Penampilan Produksi Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) PBBH (g/ekor/hari)

Efisiensi Penggunaan Ransum (feed/gain) R0 2 092.29 + 48.58 434.32 + 27.28 4.84 + 0.37 R1 2 120.59 + 57.63 435.81 + 46.28 4.90 + 0.44 R2 2 089.85 + 88.72 421.35 + 20.66 4.97 + 0.38 R3 2 055.74 + 123.76 421.80 + 18.66 4.88 + 0.37 KK (%) 3.55 3.83 4.04

Keterangan : PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian KK = Koefisien Keragaman

Rataan Konsumsi Ransum Harian

Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa rataan umum konsumsi ransum harian adalah 2 091.42 + 78.00 g/ekor/hari. Rataan konsumsi ransum harian tertinggi adalah ternak dengan perlakuan R1 (2 120.59 + 57.63 g/ekor/hari). kemudian diikuti secara berturut-turut oleh ternak dengan perlakuan R0 (2 092.29 + 48.58 g/ekor/hari), R2 (2 089.85 + 88.72 g/ekor/hari), dan R3 (2 055.74 + 123.76 g/ekor/hari). Secara biologis perbedaan konsumsi ransum akibat taraf penambahan Curcumin tidak nyata memberikan pengaruh.

Faktor yang mempengaruhi ternak dalam mengkonsumsi ransum, diantaranya adalah palatabilitas dan bentuk fisik ransum. bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan (Lubis 1963). Analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa konsumsi tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan lama pemeliharaan. akan

22

tetapi dipengaruhi (berbeda nyata P<0.05) oleh bobot awal. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional antara bobot awal/BA (g) dengan rataan konsumsi ransum harian/RKRH (g), dengan persamaan regresi sebagai berikut: RKRH = 3 017.48 – 0.056BA dan koefisien korelasi (R2 = 0.288). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 g bobot awal akan mengurangi 0.056 g konsumsi ransum harian.

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa konsumsi ransum ternak babi dari periode pertumbuhan hingga pengakhiran dengan efek pemberian serat kasar dalam ransum pada taraf 6.8% diperoleh rataan konsumsi ransum harian 1.7 kg/ekor (Sihombing 1997). Konsumsi ransum pada penelitian ini (2.09 kg) lebih banyak daripada penelitian tersebut. dimana kandungan serat kasar pada penelitian ini adalah 5.8%.

Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian

Rataan umum pertambahan bobot badan harian adalah 427.89 + 29.03 g/ekor/hari. Hasil penelitian pada Tabel 3 memperlihatkan pertambahan bobot badan harian tertinggi adalah babi penelitian yang diberi perlakuan R1 (435.81 + 46.28 g/ekor/hari) diikuti oleh R0 (434.32 + 27.28 g/ekor/hari), R3 (421.80 + 18.66 g/ekor/hari) dan R2 (421.35 + 20.66 g/ekor/hari).

Laju pertumbuhan pada ternak babi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya umur, nutrisi, lingkungan, bobot lahir dan penyakit. Analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal, akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional yang erat antara lama pemeliharaan/LP (hari) dengan pertambahan bobot badan/PBB (g), dengan persamaan regresi PBB = 987 – 3LP dan koefisien determinasi (R2 = 0.756). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa penambahan satu hari pemeliharaan akan menurunkan pertambahan bobot badan harian sebanyak 3 g.

Peneliti terdahulu (Sihombing 1997), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ternak babi dari periode pertumbuhan hingga pengakhiran dengan efek pemberian serat kasar dalam ransum pada taraf 6.8% diperoleh pertambahan bobot badan 0.51 kg. Pertambahan bobot badan tersebut lebih baik jika

23

dibandingan dengan hasil penelitian ini. dimana kandungan serat kasar pada penelitian ini adalah 5.8% dengan konsumsi ransum harian yang juga lebih rendah.

Efisiensi Penggunaan Ransum

Efisiensi penggunaan ransum adalah hasil perhitungan dari pembagian rataan konsumsi ransum harian dengan rataan pertambahan bobot badan harian. Rataan umum efisiensi penggunaan ransum adalah 4.90 + 0.36. Semakin kecil nilai efisiensi penggunaan ransum yang diperoleh maka semakin efisien ternak babi menggunakan ransum tersebut. Data efisiensi penggunaan ransum menunjukkan perlakuan R0 (4.84 + 0.37) paling efisien dalam penggunaan ransum kemudian diikuti secara berturut-turut oleh perlakuan R3 (4.88 + 0.37). R1 (4.90 + 0.44). dan R2 (4.97 + 0.38).

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa efisiensi penggunaan ransum ternak babi dari periode pertumbuhan hingga pengakhiran dengan efek pemberian serat kasar dalam ransum pada taraf 6.8% diperoleh efisiensi penggunaan ransum 3.3 (Sihombing 1997). Efisiensi penggunaan ransum tersebut lebih baik jika dibandingan dengan hasil penelitian ini, dimana kandungan serat kasar pada penelitian ini adalah 5.8% dengan penggunaan ransum yang lebih tidak efisien.

Analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan ransum tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal, akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional antara lama pemeliharaan/LP (hari) dengan efisiensi penggunaan ransum (EPR), dengan persamaan regresi EPR = -1.711 + 0.038LP dan koefisien determinasi (R2 = 0.671). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa penambahan satu hari lama pemeliharaan maka meningkatkan 0.038 efisiensi penggunaan ransum (feed/gain) sehingga semakin tidak efisien.

Pengaruh Curcumin terhadap Karakteristik Karkas

Karakteristik karkas yang diamati dalam penelitian ini mencakup bobot potong. bobot karkas, persentase karkas, panjang karkas, tebal lemak punggung

24

(TLP) dan Loin Eye Area (LEA). Data hasil penelitian tentang karakteristik karkas terdapat pada Lampiran 5, sedangkan rataan karakteristik karkas babi penelitian terlihat pada Tabel 4 Analisis ragam pada Lampiran 6 – 12 menunjukkan bahwa karakteristik karkas tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal, dan lama pemeliharaan.

Tabel 4 Rataan karakteristik karkas babi penelitian

Karakteristik Karkas Perlakuan Bobot Potong (kg) Bobot Karkas (kg) Persentase Karkas (%) Panjang Karkas (cm) TLP (cm) LEA (cm2) R0 90.60+4.05 70.20+3.27 77.48+ 0.29 64.80+ 2.88 3.02+0.36 35.40+2.07 R1 91.50+3.91 71.72+2.99 78.39+ 0.89 65.60+ 1.19 2.86+0.29 36.00+2.35 R2 90.50+1.50 70.60+1.29 78.01+ 0.52 67.00+ 2.12 2.70+0.42 37.40+7.09 R3 91.63+2.07 71.80+1.68 78.36+ 0.65 66.25+ 1.26 2.95+0.23 38.50+4.43 KK (%) 3.18 3.25 0.86 2.93 12.47 11.08

Keterangan : TLP = Tebal Lemak Punggung LEA = Loin Eye Area

KK = Koefisien Keragaman

Pencapaian bobot potong tertentu dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah faktor genetik, laju pertumbuhan, jenis kelamin, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum. dan lama pemeliharaan.

Rataan umum hasil penelitian bobot karkas adalah 71.04 + 2.40 kg dengan bobot karkas tertinggi R3 (71.80 + 1.68 kg), kemudian secara berurut diikuti oleh R1 (71.72 + 2.99 kg), R2 (70.60 + 1.29 kg), dan R0 (70.20 + 3.27 kg). Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional yang erat antara bobot potong/BP (kg) dengan bobot karkas/BK (kg), dengan persamaan regresi sebagai berikut: BK= -0.978 + 0.79BP dan koefisien determinasi (R2 = 0.93). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu kg bobot potong akan meningkatkan bobot karkas sebesar 0.79 kg. Bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi atau sebaliknya karena bobot karkas dipengaruhi juga oleh bobot saluran pencernaan dan organ-organ yang tidak termasuk dalam karkas, ini terlihat pada perlakuan R0 dan R2.

25

Analisis regresi yang lain diperoleh hubungan fungsional antara rataan pertambahan bobot badan harian/PBB (g) dengan bobot karkas/BK (kg), dengan persamaan regresi BK= 45.61 + 59.92PBB dan koefisien determinasi (R2 = 0.52). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu kg pertambahan bobot badan harian akan meningkatkan bobot karkas sebesar 59.92 g.

Nilai persentase karkas (%) diperoleh dari bobot karkas dibagi bobot potong. Oleh karena itu, persentase karkas dipengaruhi oleh bobot organ dan saluran pencernaan ternak tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Whittemore dan Elsley (1976), menyatakan bahwa persentase karkas babi periode pengakhiran adalah 73% dari bobot hidup. Hasil penelitian menunjukkan rataan umum persentase karkas adalah 78.04 + 0.69%, dengan urutan dari tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah perlakuan R1 (78.39 + 0.89%), R3 (78.36 + 0.65%), R2 (78.01 + 0.52%), dan R0 (77.48 + 0.29%).

Rataan umum panjang karkas adalah 65.89 + 2.04 cm dengan urutan dari yang terpanjang hingga yang terpendek adalah pada perlakuan R2 (67.00 + 2.12 cm), R3 (66.25 + 1.26 cm), R1 (65.60 + 1.19 cm), dan R0 (64.80 + 2.88 cm).

Pola panjang karkas ini cenderung diikuti oleh pola tebal lemak punggung Rataan umum tebal lemak punggung adalah 2.88 + 0.33 cm, dengan urutan dari yang paling tipis hingga paling tebal adalah R2 (2.70 + 0.42 cm), R1 (2.86 + 0.29 cm), R3 (2.95 + 0.23 cm), dan R0 (3.02 + 0.36 cm). Panjang karkas dan loin eye area dipengaruhi oleh bertumbuhan ruas-ruas tulang belakang (columna vertebralis) yang berada diantara batas-batas depan (tulang rusuk pertama) dan batas belakang (os coxae) dari pengukuran panjang karkas yang terdiri dari vertebrae thoracalis dan vertebrae lumbalis. Jaringan ini tumbuh dan berkembang dini sehingga ukuran liniernya lebih sulit dipengaruhi oleh suatu perlakuan ransum atau lainnya selama pertumbuhan postnatal hewan (Huxley 1924).

Hasil penelitian Loin Eye Area memperlihatkan rataan umum 36.74 + 4.25 cm2 dengan urutan dari yang terluas hingga yang terkecil adalah perlakuan R3 (38.50 + 4.43 cm2), R2 (37.40 + 7.09 cm2), R1 (36.00 + 2.35 cm2), dan R0 (35.40 + 2.07 cm2). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kenaikan Loin Eye Area untuk setiap penambahan taraf Curcumin dalam ransum. Jika dibandingkan dengan ransum kontrol (R0) sebesar 35.4 cm2 maka R1, R2 dan R3

masing-26

masing mengalami peningkatan Loin Eye Area 1.70; 5.65; dan 8.76% daripada R0.

Pengaruh Curcumin terhadap Bobot Hati dan Empedu

Hasil penimbangan hati babi penelitian diperoleh rataan umum 1 305.00 + 102.60 g dengan perlakuan R0, R2, dan R3 memiliki bobot yang sama yaitu 1 300 g dengan standar deviasi yang berbeda. dan R1 (1320 + 148.32 g), seperti yang terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan bobot hati dan empedu babi penelitian Bobot (g) Perlakuan Hati Empedu R0 1 300 + 70.71 55.00 + 10.82 R1 1 320 + 148.32 63.02 + 26.51 R2 1 300 + 100.00 74.50 + 10.06 R3 1 300 + 115.47 77.65 + 23.40 Koefisien Keragaman (%) 7.88 24.67

Analisis ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa bobot hati tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal. dan lama pemeliharaan. Hati adalah organ vital yang memiliki peran besar dalam sistem pencernaan, biosintesis, metabolisme energi, pembersihan sampah tubuh. dan pengatur sistem kekebalan tubuh. Dalam sel hati inilah. sebagian glukosa diolah atau dimetabolis sehingga terbentuk energi yang berfungsi menjaga temperatur tubuh dan tenaga. Sisa glukosa diubah menjadi glikogen untuk disimpan di hati dan otot atau diubah menjadi lemak yang kemudian disimpan dalam jaringan dibawah kulit. Hati yang mengalami kerusakan ditandai dengan adanya pembengkakan.

Pond dan Maner (1974). menyatakan bahwa babi dewasa memiliki hati 1.4% dari bobot badan. Sedangkan Meekan (1940), menyatakan bahwa babi dengan bobot badan 71.4 kg memiliki bobot hati 2.9% dan untuk babi dengan bobot badan 100 kg memiliki bobot hati 1.7%. Jika dihitung rataan bobot hati dari rataan bobot potong babi penelitian ini maka diperoleh bobot hati dengan persentase 1.43%. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Pond dan Maner (1974), dan hal ini menyatakan bahwa bobot hati masih dalam keadaan normal.

27

Hasil penelitian diperoleh rataan bobot empedu 67.01 + 19.54 g dengan R3 (77.65 + 23.40 g) sebagai perlakuan yang memiliki bobot empedu terberat, berturut diikuti oleh R2 (74.50 + 10.06 g), R1 (63.02 + 26.51 g), dan R0 (55.00 + 10.82 g). Hasil data rataan tersebut terlihat bahwa terjadi kenaikan bobot empedu untuk setiap kenaikan taraf Curcumin dalam ransum yang diberikan pada ternak babi penelitian, Jika dibandingkan dengan ransum R0 (55.00 g) maka R1. R2 dan R3 masing-masing mengalami peningkatan bobot empedu 14.58; 35.45; dan 41.18%,

Meekan (1940), menyatakan bahwa babi dengan bobot 71.4 kg memiliki bobot empedu 0.05% dari bobot badan. sedangkan babi dengan bobot badan 100 kg memiliki bobot empedu 0.04% dari bobot badan. Hasil perhitungan rataan bobot empedu dari bobot potong diperoleh hasil bahwa persentase empedu babi penelitian ini adalah 0.07%. Hal ini menunjukkan bahwa benar terjadi peningkatan bobot empedu dari keadaan normal.

Peningkatan bobot empedu untuk setiap kenaikan kandungan Curcumin dalam ransum sesuai dengan pendapat Steineger dan Hansel (1972), yang menyatakan bahwa rimpang temulawak mempunyai aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu yang bekerja kolekinetik dan koleretik. Hasil ini juga didukung oleh pendapat Ramprasad dan Sirsi (1956). yang melakukan penelitian dengan menggunakan anjing sebagai hewan percobaan. pemberian 5 mg natrium Curcuminat per kg bobot badan secara intravena ternyata meningkatkan sekresi empedu sebesar 13 – 36% yang persisten selama 30 menit. Peningkatan dosis selama kelipatan dua menyebabkan peningkatan sekresi empedu sebesar 30 – 60% selama 40-80 menit. Meskipun demikian analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa bobot empedu tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal. akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan.

Pengaruh Curcumin terhadap Karakteristik Lipida

Karakteristik lipida yang diamati pada penelitian ini adalah lipida dalam darah yang meliputi kolesterol, High Density Lipoprotein, Low Density Lipoprotein, dan trigliserida, sedangkan lipida yang lain adalah dari hati, lemak

28

tubuh dan daging dari Loin Eye Area yang hanya meliputi kolesterol. Rataan karakteristik lipida serum pada babi penelitian diperlihatkan pada Tabel 6. Pengaruh taraf pemberian Curcumin dalam ransum terhadap karakteristik lipida serum babi tidak memberikan hasil yang nyata.

Tabel 6 Rataan karakteristik lipida serum babi penelitian Serum (ml/dl) Perlakuan Kolesterol HDL LDL Trigliserida R0 141.29 + 30.54 38.96 + 7.64 79.80 + 19.53 128.48 + 14.51 R1 147.50 + 41.15 41.81 + 8.68 73.39 + 34.70 119.68 + 17.18 R2 116.09 + 17.58 37.26 + 3.16 57.72 + 6.82 119.67 + 6.65 R3 127.68 + 42.32 36.65 + 10.18 49.47 + 21.82 130.74 + 15.65 KK (%) 14.45 12.07 37.27 11.44

Keterangan : HDL = High Density Lipoprotein

LDL = Low Density Lipoprotein

KK = Koefisien Keragaman

Hasil ini sesuai dengan pernyataan Raha et al (2000). yang menyatakan bahwa kunyit didalam diet tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap taraf kolesterol. trigliserida. dan fosfolipid dalam serum dan aorta pada marmut yang diberikan makanan dengan diet bebas kolesterol. Tetapi sebaliknya penambahan kunyit pada diet kolesterol tinggi meningkatkan taraf kolesterol. trigliserida. dan fosfolipid didalam aorta. Studi histologi menunjukkan penyimpanan kolesterol yang lebih sedikit didalam aorta marmut dengan pola diet kolesterol tinggi yang diberi tambahan kunyit jika dibandingkan dengan marmut dengan pola diet kolesterol tinggi yang tidak diberi tambahan kunyit. Kunyit juga memiliki efek menurunkan tingkat trigliserida dalam serum marmut dengan diet kolesterol tinggi tetapi tidak menunjukkan pengaruh pada tingkat kolesterol dan fosfolipid dalam serum.

Karakteristik Lipida Serum

Hasil analisis laboratorium untuk karakteristik lipida dalam serum memiliki rataan seperti terlihat pada Tabel 6 Kandungan kolesterol dalam serum babi penelitian memiliki rataan umum 133.43 + 33.37 ml/dl. Perlakuan R2

29

(116.09 + 17.58 ml/dl) menghasilkan kadar kolesterol yang terendah. kemudian diikuti secara berurutan oleh babi dengan perlakuan R3 (127.68 + 42.32 ml/dl), R0 (141.29 + 30.54 ml/dl), dan R1 (147.50 + 41.15 ml/dl). Tischendorf et al (2002), menyatakan bahwa dalam serum darah babi terkandung kolesterol 2.16 mmol/L. Berdasarkan hasil tersebut. hasil penelitian ini menunjukkan kandungan kolesterol yang lebih rendah dalam serum darah.

Analisis ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol serum darah tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal, akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional antara lama pemeliharan/LP (hari) dengan kandungan kolesterol dalam serum darah/KS (ml/dl), dengan persamaan regresi KS = 746.55 – 3.52LP dan koefisien determinasi (R2 = 0.69). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa penambahan satu hari pemeliharaan ternak babi dengan ransum yang diberikan Curcumin akan menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah sebanyak 3.52 ml/dl.

Analisis regresi lainnya diperoleh hubungan fungsional antara efisiensi penggunaan ransum/EPR dengan kandungan kolesterol dalam serum darah. dengan persamaan regresi sebagai berikut: KS= 449.96 – 64.60EPR dan koefisien determinasi (R2 = 0.50). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa semakin tidak efisien ternak dalam penggunaan ransum akan semakin menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah dengan menambah kandungan kolesterol serum darah sebanyak 64.6 ml/dl untuk setiap kenaikan satu unit efisiensi penggunaan ransum. Hal ini semakin membenarkan pernyataan sebelumnya bahwa lama pemeliharaan menurunkan kandungan kolesterol serum.

Analisis regresi yang lain menunjukkan adanya hubungan fungsional antara bobot hati dengan kandungan kolesterol dalam serum darah, dimana semakin besar bobot hati/BH (g) akan menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah/KS (ml/dl). Persamaan regresi yang diperoleh adalah KS = -40.95 + 0.210BH dan koefisien determinasi (R2 = 0.42). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan satu g bobot hati akan meningkatkan 0.210 ml/dl kandungan kolesterol dalam serum darah.

30

dengan kandungan tertinggi diperoleh pada babi dengan perlakuan R1 (41.81 + 8.68 ml/dl), kemudian berturut-turut diperoleh babi dengan perlakuan R0 (38.96 + 7.64 ml/dl), R2 (37.26 + 3.16 ml/dl), dan R3 (36.65 + 10.18 ml/dl).

Analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa kandungan high density lipoprotein dalam serum darah tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal. akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional antara lama pemeliharaan/LP (hari) dengan kandungan high density lipoprotein dalam serum darah (HDL), dengan persamaan regresi HDL= 166.21 – 0.731LP dan koefisien determinasi (R2 = 0.62). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa kandungan high density lipoprotein dalam serum darah akan mengalami penurunan 0.731 ml/dl dengan penambahan waktu satu hari pemeliharaan dengan ransum yang mengandung Curcumin.

Oksidasi low density lipoprotein (LDL) memainkan peranan yang penting dalam perkembangan atherosclerosis. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa rataan umum kandungan low density lipoprotein dalam serum adalah 65.91 + 24.29 ml/dl dengan kandungan low density lipoprotein terendah pada perlakuan R3 (49.47 + 21.82 ml/dl), kemudian diikuti oleh R2 (57.72 + 6.82 ml/dl), R1 (73.29 + 34.70 ml/dl), dan R0 (79.80 + 19.53 ml/dl). Terlihat bahwa hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar low density lipoprotein dalam darah untuk setiap kenaikan kandungan Curcumin dalam ransum.

Penurunan kandungan low density lipoprotein dalam serum darah jika dibandingkan dengan babi yang menerima ransum R0 = 79.8 ml/dl maka R1, R2 dan R3 masing-masing mengalami penurunan kandungan low density lipoprotein serum darah 8.03; 27.67; dan 30.01%. Namun demikian analisis ragam pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol hati tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal, dan lama pemeliharaan.

Kandungan trigliserida dalam darah ternak babi memiliki rataan umum 124.32 + 13.75 ml/dl dengan hasil dari yang paling rendah kandungan trigliseridanya adalah ternak babi dengan perlakuan R2, diikuti R1. R0 dan R3 yaitu masing-masing dengan kandungan trigiserida 119.67 + 6.65 ml/dl; 119.68 + 17.18 ml/dl; 128.48 + 14.51 ml/dl; dan 130.74 + 15.65 ml/dl. Analisis ragam pada

31

Lampiran 19 menunjukkan bahwa kandungan trigliserida dalam darah tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal, dan lama pemeliharaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Tortosa et al (1999), yang mengevaluasi pengaruh ekstrak etanol-aqueous yang diperoleh dari akar kunyit terhadap kerentanan oksidasi low density lipoprotein dan plasma lipid dalam kelinci yang mengalami atherosclerosis. Taraf yang digunakan 1.66 mg/kg bobot badan (kelompok A) dan 3.2 mg/kg bobot badan (kelompok B). Dosis yang rendah menurunkan kerentanan low density lipoprotein terhadap peroksidasi lipid. Kedua dosis memiliki taraf penurunan kolesterol plasma total daripada kelompok control. Lebih jauh lagi, dosis yang lebih rendah memiliki tingkat colesterol, phospholipid, dan trygliceride didalam low density lipoprotein yang lebih rendah daripada dosis 3.2 mg.

Kolesterol Hati. Lemak dan Daging

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kandungan kolesterol hati adalah 2.27 + 0.19 mg% dengan urutan kandungan terendah pada perlakuan R1 (2.26 + 0.28 mg%) diikuti secara berurut oleh R3 (2.27 + 0.05 mg%), R0 (2.28 + 0.20 mg%), dan R2 (2.20 + 0.20 mg%) (Tabel 7). Tidak terbentuk pola pada hasil analisis kolesterol yang menunjukkan adanya kecenderungan penurunan untuk setiap kenaikan kandungan Curcumin. Hal ini menunjukkan bahwa dosis yang diberikan tidak memberikan pengaruh terhadap kolesterol hati atau dengan perkataan lain taraf Curcumin yang berbeda dari ransum menghasilkan kadar kolesterol yang hampir sama dalam hati.

Tabel 7 Rataan kandungan kolesterol hati, lemak dan daging babi penelitian Kadar Kolesterol (mg %)

Perlakuan

Hati Lemak Daging

R0 2.28 + 0.20 3.05 + 0.15 1.39 + 0.12 R1 2.26 + 0.28 3.07 + 0.20 1.45 + 0.13 R2 2.29 + 0.20 2.99 + 0.26 1.37 + 0.09 R3 2.27 + 0.05 2.94 + 0.10 1.36 + 0.11

32

Analisis ragam pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol hati tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin dan bobot awal. akan tetapi dipengaruhi oleh lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan negatif antara lama pemeliharaan/LP (hari) dengan kandungan kolesterol dalam hati/KH (mg%), dengan persamaan regresi KH= 5.374 – 0.0178LP dan koefisien determinasi (R2 = 0.54). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa penambahan satu hari pemeliharaan akan menurunkan kandungan kolesterol dalam hati sebesar 0.0178mg%.

Analisis regresi yang lain diperoleh hubungan fungsional antara kandungan kolesterol dalam serum darah/KS (ml/dl) dengan kandungan kolesterol hati/KH (mg%), dengan persamaan regresi KH = 1.857 + 0.003KS dan koefisien determinasi (R2 = 0.32). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan satu ml/dl kandungan kolesterol dalam serum darah akan meningkatkan kandungan kolesterol dalam hati sebesar 0.003 mg%.

Bobot empedu/BE (g) dengan kandungan kolesterol dalam hati/KH (mg%) juga menunjukkan adanya hubungan fungsional, dengan persamaan regresi KH= 1.968 + 0.005BE dan koefisien determinasi (R2 = 0.22). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa jika bobot empedu mengalami peningkatan satu g maka akan menaikkan kandungan kolesterol dalam hati sebesar 0.005 mg%.

Kandungan kolesterol dalam lemak dan daging membentuk pola yang sama. Rataan umum kandungan kolesterol dalam lemak tubuh adalah 3.02 + 0.18 mg%. Kandungan kolesterol terendah dalam lemak tubuh pada ternak babi adalah perlakuan R3, kemudian secara berurut diikuti oleh ternak babi perlakuan R2, R0, R1 yang masing-masing dengan nilai 2.94 + 0.10 mg%; 2.99 + 0.26 mg%; 3.05 + 0.15 mg%; dan 3.07 + 0.20 mg%. Analisis ragam pada Lampiran 22menunjukkan bahwa kandungan kolesterol lemak tubuh tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal, dan lama pemeliharaan.

Rataan umum kandungan kolesterol dalam daging adalah 1.39 + 0.11 mg%. Kandungan kolesterol terendah dalam daging ternak babi adalah perlakuan R3, kemudian secara berurut diikuti oleh ternak babi dengan perlakuan R2, R0, R1 masing-masing dengan nilai 1.36 + 0.11 mg%; 1.37 + 0.09 mg%; 1.39 + 0.12 mg%; dan 1.45 + 0.13 mg%.

33

Analisis ragam pada Lampiran 23 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol daging tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf Curcumin, bobot awal, dan lama pemeliharaan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hubungan fungsional antara tebal lemak punggung/TLP (cm) dengan kandungan kolesterol dalam daging/KD (mg%). dengan persamaan regresi sebagai berikut: KD = 0.827 + 0.197TLP dan koefisien determinasi (R2 = 0.34). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa peningkatan satu cm tebal lemak punggung akan menaikkan kandungan kolesterol dalam daging sebesar 0.197 mg%.

Analisis regresi yang lain menunjukkan bahwa kandungan kolesterol dalam daging/KD (mg%) memiliki hubungan fungsional dengan kandungan high density lipoprotein dalam serum darah/HDL (ml/dl). Model persamaan regresi yang diperoleh adalah KD = 1.054 + 0.009HDL dan koefisien determinasi (R2 = 0.32). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa peningkatan 1 ml/dl kandungan high density lipoprotein dalam serum darah akan meningkatkan kandungan kolesterol dalam daging sebesar 0.009 mg%.

Kandungan kolesterol dalam daging/KD (mg%) memiliki hubungan fungsional dengan kandungan kolesterol dalam serum darah/KS (ml/dl). Model persamaan regresi yang diperoleh adalah KD = 1.171 + 0.002KS dan koefisien determinasi (R2 = 0.25). Persamaan regresi ini menunjukkan bahwa peningkatan satu ml/dl kandungan kolesterol dalam serum darah akan meningkatkan kandungan kolesterol dalam daging 0.002 mg%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Loin Eye Area mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kandungan Curcumin dalam ransum.

2. Kandungan Low Density Lipoprotein dalam darah mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kandungan Curcumin dalam ransum.

3. Bobot empedu mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kandungan Curcumin dalam ransum yang secara tidak langsung menunjukkan terjadinya peningkatan kolesterol.

4. Kandungan kolesterol dalam daging (KD) dipengaruhi oleh tebal lemak punggung (TLP), kandungan high density lipoprotein (HDL) dalam serum darah, dan kandungan kolesterol (KS) serum darah dengan masing-masing model persamaan regresi secara berturut-turut adalah: KD = 0,827 + 0,197TLP; KD = 1,054 + 0,009HDL; dan KD = 1,171 + 0,002KS

5. Pemberian Curcumin sampai dengan taraf 12 ppm dalam ransum babi pertumbuhan-pengakhiran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penampilan produksi, karakteristik karkas dan karakteristik lemak babi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan Curcumin dalam ransum ternak babi dengan taraf yang lebih tinggi untuk melihat sejauhmana pemberian

Dokumen terkait