• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan DKI Jakarta–Jawa Timur–DI Yogyakarta–Jawa Barat

Dalam dokumen Bab IV. Analisis Jejaring Aktor (Halaman 35-43)

Tabel.IV.1 Perbandingan Aksi-aksi dalam Framing :

Perbandingan di DKI Jakarta–Jawa Timur–DI Yogyakarta–Jawa Barat

Aksi-aksi DKI Jatim DIY Jabar

Pelaksanaan di Lapangan

Pencacahan Lapangan + + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Pengawasan Lapangan + + + (rutin) – (tidak rutin)

Pemasukan dokumen + + + + (berjenjang) – (tidak berjenjang)

Pemeriksaan dokumen oleh PML + + + + (lengkap) – (sampel)

Catatan dokumen masuk dari PML + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Pemeriksaan kelengkapan dokumen oleh KSK + + + + (lengkap) – (sampel)

Catatan dokumen kirim ke Puslah + + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Pengolahan Data Receiving-Batching

Pengiriman dokumen dari Tingkat II + + + (bertahap) – (sekaligus)

Daftar Pengiriman dokumen dari Tingkat II + + + + + (ada) – (tidak ada)

Pemeriksaan kelengkapan dokumen + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Alat kontrol pemasukan dokumen + + + + + (ada) – (tidak ada)

Penulisan nomor batch + + + (di muka+sisi cover)– (di muka cover)

Penyimpanan/penataan dokumen sementara + + + (terpusat) – (tersebar)

Gudang dan rak-rak + + + (tersedia) – (tidak cukup tersedia)

Alat kontrol dokumen keluar masuk Gudang + + + (ada) – (tidak ada)

Mekanisme khusus mensirkulasikan

dokumen + + + (ada) – (tidak ada)

Editing

Editing dokumen + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Mekanisme editing + + + (pemeriksaan isian, perbaikan tulisan ) – (pemeriksaan isian, perbaikan tidak

Ruang editing + + (terpusat) – (tersebar)

Jumlah editor + + + (cukup) – (sangat terbatas)

Alat kontrol dokumen edit + + + (ada) – (tidak ada)

Supervisor editing + + + (ada) – (tidak ada)

Laporan progress editing + + + (harian) – (mingguan)

Scanning

Scanning dokumen + + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Operator scanner (khusus) + + + + + (ada) – (tidak ada)

Supervisor scanner + + + + (ada) – (tidak ada)

Alat kontrol dokumen scan + + + (ada) – (tidak ada)

Tempat/sarana untuk pengaturan dokumen

saat scanning + + + + + (ada) – (tidak ada)

Laporan progress scanning + + + (harian) – (mingguan)

Verifikasi dan Validasi

Verifikasi dan validasi data + + + + + (dilakukan) – (tidak dilakukan)

Penataan dokumen saat verifikasi-validasi + + + (terpusat) – (tersebar)

Tempat/sarana untuk pengaturan dokumen + + + (ada) – (tidak ada)

Jumlah petugas (terhadap jumlah dokumen + + + (cukup) – (terbatas)

Supervisor verifikasi-validasi + + + + (ada) – (tidak ada)

Laporan progress verifikasi-validasi + + + (harian) – (mingguan)

Catatan : Jawa Barat diwakili Puslah Bandung, Jawa Timur diwakili Puslah Propinsi

Dari pembingkaian aksi-aksi yang ditunjukkan pada Tabel IV.1, terlihat perbedaan aksi-aksi yang dilakukan berbagai aktor pada ke empat daerah. Pada tahap pelaksanaan, perbedaan aksi-aksi banyak ditemukan pada pengawasan. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, pengawasan oleh PML dan KSK tidak rutin mengawasi petugas, demikian dengan pemeriksaan dokumen tidak dilakukan secara lengkap, ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi oleh aktor PML dan KSK yang melemahkan proses kalkulasi di tahap selanjutnya, dan juga berpeluang terhilangnya dokumen di lapangan. Namun di DKI dan DIY, PML dan KSK melakukan pengawasan secara rutin dan pemeriksaan lengkap, dan dengan membuat catatan-catatan pemasukan dan pengiriman dokumen yang lengkap, membuat penelusuran dokumen dapat mudah dilakukan bagi petugas-petugas di tahap selanjutnya.

Saat pemasukan dokumen ke Puslah, lemahnya pemeriksaan dokumen juga diaksikan aktor di Puslah Jawa Barat (Puslah Kab.Bandung), yang tidak memeriksa dokumen secara lengkap. Sedangkan di ketiga daerah lainnya, pemeriksaan kelengkapan dokumen yang masuk ke Puslah dilakukan. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya dokumen yang hilang lebih banyak ditemui di Jawa Barat, dan itupun diketahui saat proses scanning, sehingga Puslah Bandung harus kembali ke lapangan untuk melacak, dan ini menyebabkan banyak waktu tersita.

Mekanisme penataan dan sirkulasi dokumen ditunjukkan berbeda antar daerah, di Jawa Timur dan Jawa Barat tidak ada mekanisme khusus, dimana dokumen diletakkan tersebar dan tidak ada petugas atau tim khusus. Sedangkan di DKI Jakarta penataan dan sirkulasi dilakukan terpusat digudang dan terdapat tim khusus yang mensirkulasikan dokumen yang dikontrol dengan Kartu Kendali, sedangkan di DIY dalam mensirkulasikan dokumen dilakukan oleh seluruh tugas dengan meletakkannya pada rak-rak khusus dan dikontrol dengan Daftar pengambilan kuesioner. Meskipun di DKI dan DIY mekanisme mensirkulasi dokumen nya berbeda, namun antar dokumen dengan petugas terelasi erat dan juga terhadap kegiatan-kegiatan selanjutnya dengan hadirnya petugas khusus atau media rak-rak.

Meskipun editing dokumen harus dilakukan oleh setiap Puslah, namun pada implementasinya, hanya DKI dan DIY yang melakukan editing sesuai prosedurnya yaitu pemeriksaan kelengkapan dan konsistensi isian serta perbaikan tulisan. Jawa Timur hanya memeriksa konsistensi isian, dan Jawa Barat tidak melakukan editing pra scanner. Berjalannya proses editing di DKI dengan lancar, didukung dengan petugas-petugas yang mampu yang dikontrol dengan Kartu Kendali dan supervisor, sedangkan di DIY didukung oleh seluruh staf-staf yang dikontrol dengan Daftar penyelesaian olah dokumen dan koordinator (kasie.).

Proses scanning dilaksanakan seluruh Puslah, yang dijalankan oleh staf-staf khusus yang sudah terlatih, dengam mesin scanner yang disediakan BPS Pusat. Tidak ada permasalahan yang cukup berarti terhadap keberadaan mesin, seluruh daerah penelitian mampu mengoperasikan dan memelihara mesin. Permasalahan muncul saat banyaknya kesalahan baca yang dilakukan nestor reader, dan sejumlah perbaikan pun dilakukan masing-masing Puslah, baik dengan men-scan ulang atau mengedit ulang atau juga dengan mengentri nya saat tahap verifikasi. Namun untuk Jawa Timur dan Jawa Barat proses perbaikan tersebut mengalami kendala besar, dikarenakan akses pada dokumen yang dicari sangat sulit dan letaknya yang tersebar dan juga tidak adanya petugas khusus yang mencari dokumen, menyebabkan petugas-petugas lambat melakukan perbaikan-perbaikan. Hal-hal ini yang menyebabkan lamanya waktu perbaikan, dan akhirnya tidak cukup waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan proses kalkulasi di kedua daerah tersebut.

IV.8 Pembahasan

BPS sebagai lembaga pemerintah yang legitimate melaksanakan kegiatan statistik baik sensus maupun survei untuk memproduksi fakta publik. Representasi fakta dalam angka-angka yang diproduksi oleh BPS akan bersikulasi dalam jejaring user baik di tingkat lokal Pemerintah-Bappenas-Lembaga Swasta dan LSM, maupun di tingkat global Pemerintah Indonesia-Bank Dunia-Pemerintah Negara lain dalam proses-proses negosiasi. Dari negosiasi ini akan bersikulasi objek-objek lain seperti

inskripsi kebijakan, dana, dan lain-lain. Pemerintah sebagai salah satu aktor dalam jejaring global melalui lembaga-lembaganya melakukan berbagai intervensi pada realita masyarakat dengan kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang disebut proses pembangunan. Masyarakat dengan berbagai elemen yang membentuknya, berdiri sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Masyarakat melakukan aksi dalam merespon kebijakan pemerintah berdasarkan realita sosial yang dipersepsi masyarakat termasuk melalui fakta publik yang diproduksi oleh BPS. Fungsi ini membuat BPS memiliki posisi yang strategis untuk mengarahkan pembangunan yang tepat sasaran.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPS tidak hanya dituntut untuk menyajikan data yang beragam dan lebih spesifik tetapi juga up to date. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPS. Berbagai upaya dilakukan oleh BPS yang salah satunya adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Salah satu objek teknologi yang dimanfaatkan BPS adalah scanner untuk kegiatan pengolahan data. Scanner diimplementasikan pertama kali oleh BPS pada pengolahan data Sensus Penduduk 2000. Scanner dihadirkan untuk menggantikan peran operator entri data pada pengolahan sistem key-in dengan tujuan efisiensi, dimana peran operator entri data yang jumlahnya begitu banyak dan waktu mengentri data yang cukup lama, digantikan oleh mesin scanner dengan tingkat kecepatan perekaman/ pemasukan data yang cukup tinggi.

Keputusan untuk mendistribusikan wewenang pengolahan data pada pelaksanaan Sensus Penduduk 2000 ke daerah bertujuan agar kecepatan pengolahan data dan pelayanan statistik ke masyarakat dapat lebih ditingkatkan. Mendifusikan scanner ke daerah merupakan upaya mendukung terwujudnya tujuan tersebut.

Di sepanjang proses persiapan, pelaksanaan dan pengolahan pada kegiatan Sensus Penduduk 2000, berbagai aktor dan objek teknis dikerahkan selanjutnya beraksi secara kolektif menghadirkan jaringan (lokal) kalkulasi. Meskipun forum pertemuan, pelatihan dan buku pedoman telah mengarahkan aksi-aksi berbagai aktor dan objek teknis - para petugas lapangan, petugas pengolah, mesin scanner, dan lain-lain – namun aksi-aksi aktor dan objek teknis (aktor teknis) itu sendiri

merupakan hasil keputusan-keputusan di suatu lokal yang diaksikan aktor-aktor di lokal tersebut. Aksi-aksi aktor-aktor yang saling terelasi dalam proses kalkulasi di suatu lokal menghasilkan kinerja kalkulasi di lokal tersebut, dan akhirnya yang membedakan kinerja kalkulasi antar lokal/daerah itu sendiri adalah bentuk aksi-aksi aktor-aktor di daerah-daerah tersebut yang melakukan proses kalkulasi, yang dibedakan dengan aksi kalkulasi dan aksi non kalkulasi.

Hadirnya scanner di masing-masing daerah pada kegiatan pengolahan SP2000 berpeluang akan meningkatkan kecepatan pengolahan data untuk mendapatkan hasil akhir. Namun dalam proses pengolahan itu sendiri tidak hanya dilakukan oleh scanner sendiri, keterkaitan aksi scanner dengan aksi aktor-aktor yang terkait, dan aktor-aktor tersebut dengan aktor dan objek teknis lainnya yang juga berinteraksi menghasilkan kinerja pengolahan data tersebut. Peran atau aksi dari scanner itu sendiri dipengaruhi oleh aktor-aktor sosial yang berinteraksi dengannya. Tahapan kegiatan proses pengolahan itu sendiri juga tidak berdiri sendiri, namun terhubung dengan kegiatan-kegiatan kalkulasi di tahapan sebelumnya. Daftar kesioner pada sistem scanner menjadi objek yang membuat seluruh kegiatan pada sensus menjadi terangkai. Oleh karena itu, pelaksanaan kalkulasi di satu tahap kegiatan diarahkan mencapai kompatibilitas bagi pelaksanaan kalkulasi pada tahap selanjutnya.

Belajar dari keputusan-keputusan yang diaksikan aktor-aktor di BPS DKI Jakarta, BPS DI Yogyakarta, BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat dalam proses kalkulasi penduduk tahun 2000, memberikan suatu gambaran dalam mengimplementasikan scanner dengan bentuk pola sistem kerja yang berbeda. Aksi-aksi yang teramati di keempat daerah tersebut, dapat di kelompokkan dalam dua pola sistem kerja; BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta merupakan satu kelompok yang memiliki pola aksi-aksi yang hampir sama, dan BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat merupakan satu kelompok lainnya dengan pola aksi-aksi yang hampir sama pula.

Pada BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta, menghadirkan aksi-aksi kalkulasi yang menghubungkan satu kegiatan pada kegiatan selanjutnya, yang digambarkan pada Gambar IV.21 sebagai berikut:

Pada tahap pelaksanaan sensus, selain pencacahan, pemeriksaan dokumen yang lengkap dan pencatatan dokumen masuk dan kirim pada suatu lembar kontrol dokumen adalah aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan PML dan KSK saat di lapangan untuk mereduksi kesalahan dan ketidaklengkapan dokumen saat di lapangan. Lembar kontrol sebagai mediator yang merelasikan petugas lapangan dengan petugas receiving dalam hubungan nya dengan perpindahan dokumen dari lapangan ke puslah. Dengan lembar kontrol dan master blok yang dimiliki petugas receiving, dokumen yang masuk ke puslah dapat dikontrol, dan dilakukannya pemeriksaan dokumen secara lengkap membuat proses batching berjalan lancar.

Pemberian nomor batch pada muka cover dan sisi dus dan penataan dokumen di gudang dan rak secara terstruktur di kedua daerah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta membuat akses terhadap dokumen dapat mudah dilakukan. Selain itu pengaturan perpindahan dokumen baik dengan penunjukkan petugas khusus dan penyediaan rak-rak dengan disertai kontrol baik dengan supervisor dan alat kontrol di setiap ruang pengolahan membuat perpindahan dokumen dapat terkontrol dengan baik karena aksi-aksi petugas dapat diawasi / didisiplinkan saat pemindahan dokumen. Perpindahan yang terkontrol membuat arus dokumen ke tahap editing maupun ke tahap-tahap selanjutnya dapat berjalan lancar. Petugas khusus maupun rak-rak yang Gambar IV.21 Aksi-aksi para Aktor di BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta

disertai kontrol yang kuat menjadi mediator yang efektif yang menghubungkan petugas-petugas antar kegiatan pengolahan.

Dilakukannya editing yang lengkap pada seluruh dokumen yang dikontrol dengan alat kontrol dan supervisor, membuat kondisi dokumen kompatibel terhadap sistem scanner. Pemeliharaan kondisi lampu dan kaca agar tetap bersih untuk menghasilkan pencahayaan yang maksimal dalam menangkap data dari kuesioner. Pada tahap verifikasi dan validasi, saat dilakukannya perbaikan-perbaikan, adanya pengaturan perpindahan/ arus dokumen baik dengan petugas dan rak-rak membuat petugas mudah dalam mengakses dokumen untuk memperbaiki kesalahan, sehingga proses verifikasi dan validasi dapat berjalan lancar.

Perekrutan mitra pengolahan yang cukup banyak dengan mempertimbangkan beban tugas yang cukup besar, kemampuan petugas yang ada dan kurun waktu yang ditentukan, merupakan aksi kalkulasi yang efektif, sehingga dengan jumlah petugas yang cukup, beban tugas dapat terdistribusi kepada seluruh mitra dan kalkulasi secara rasional dapat diupayakan selesai pada kurun waktu yang ditentukan.

Pada BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat, aktor-aktor menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi yang menyebabkan lemahnya hubungan satu kegiatan pada kegiatan selanjutnya, yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar IV.22 Aksi-aksi non kalkulasi para aktor di BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat yang menyebabkan lemahnya hubungan antar kegiatan sensus.

Pada Gambar IV.22, tidak dilakukannya pemeriksaan dokumen yang lengkap pada seluruh dokumen saat masih di lapangan oleh PML dan KSK membuat lemahnya proses receiving ataupun batching saat di puslah. Ketidaklengkapan pemeriksaan dokumen membuat peluang pada hilangnya dokumen sangat besar, dan petugas harus kembali ke lapangan untuk menarik dokumen yang tertinggal, dan hal ini tentunya sangat menyita banyak waktu.

Penyimpanan dan penataan dokumen yang tersebar, yang dikarenakan gudang dan rak-rak yang tersedia jumlahnya terbatas dan letaknya yang cukup jauh serta tidak adanya mekanisme pengaturan dokumen yang baik yang membuat sulitnya mengakses dokumen membuat sirkulasi ataupun arus dokumen terhambat atau tidak lancar. Tidak lancarnya arus dokumen bukan hanya pada perpindahan dokumen menuju proses editing namun juga saat menuju proses scanning dan proses verifikasi dan validasi dimana petugas harus membuka kembali dokumen untuk perbaikan.

Tidak cukup tersedianya jumlah petugas pada puslah menyebabkan beberapa proses pengolahan tidak maksimal dilakukan, seperti proses editing yang tidak dilakukan secara maksimal yaitu hanya pemeriksaan isian dan tidak perbaikan tulisan, menyebabkan kondisi isian pada dokumen tidak kompatibel terhadap sistem scanner. Buruknya hasil editing melemahkan proses kalkulasi scanner, dikarenakan banyaknya dokumen/kuesioner yang tidak dapat terbaca oleh scanner. Selain itu, tidak adanya fungsi pengawasan yang kuat yang dilakukan oleh petugas pengawas yang mengawasi proses pengolahan di setiap tahapan yang disertai alat kontrol menyebabkan tidak disiplinnya petugas dalam melaksanakan proses pengolahan, seperti dalam mengerjakan tugas dengan lambat dan tidak diprioritaskan maupun pada mobilitas dokumen oleh petugas yang tidak terkontrol. Tidak adanya fungsi pengawasan tersebut menyebabkan aksi-aksi non kalkulasi oleh petugas/operator berpeluang besar untuk terjadi yang melemahkan jalannya proses kalkulasi.

Tahap verifikasi dan validasi merupakan proses akhir dalam pengolahan, namun demikian di tahap inilah sejumlah besar permasalahan terlihat. Seperti kesalahan-kesalahan baca oleh Nestor Reader, yang harus diperbaiki petugas. Namun permasalahan tersebut disebabkan aksi-aksi non kalkulasi para aktor di tahap sebelumnya, yaitu tidak dilaksanakannya pemeriksaan dan perbaikan tulisan dokumen baik di lapangan atau di tahap editing. Tidak dilaksanakannya kegiatan-kegiatan tersebut harus dibayar mahal dengan sejumlah besar perbaikan-perbaikan dengan membuka kembali ribuan batch dokumen. Dikarenakan tidak adanya sistem yang mengelola dokumen dan sirkulasinya, membuat akses dan penelusuran dokumen yang dibutuhkan menjadi sulit dan lama, hal tersebut membuat proses perbaikan-perbaikan berjalan lambat, hingga saat waktu pengolahan selesai, Jawa Barat dan Jawa Timur tidak mampu menyelesaikan proses kalkulasi data hasil pelaksanaan SP2000.

Dalam dokumen Bab IV. Analisis Jejaring Aktor (Halaman 35-43)

Dokumen terkait