• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejak penelitian dilakukan dari bulan Juli 2007 telah didapatkan 24 penderita rinosinusitis maksila kronis dan 24 orang kontrol yang tidak menderita rinosinusitis maksila kronis dengan kavum nasi normal.

Gambar 2.6 Distribusi kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis (RSK) dan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin.

37.5 62.5 14 58.3 0 10 20 30 40 50 60 70 RSK Kontrol Laki-laki Perempuan

Gambar. 2.6. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Dari gambar 2.6, didapat persentase tertinggi penderita rinosinusitis maksila kronis pada wanita sebanyak 15 penderita (62,5%), sedangkan laki-laki sebanyak 9 orang (37,5%) dengan perbandingan 5 : 3. Dan pada kelompok kontrol, diperoleh perempuan sebanyak 58,3 % dan laki-laki 14%.

Gambar 2.7 Distribusi kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis (RSK) dengan kelompok kontrol berdasarkan umur

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 18-27 28-37 38-47 >47 RSK Kontrol

Gambar 2.7. Distribusi berdasarkan kelompok umur

Dari gambar 2.7, didapat persentase tertinggi penderita rinosinusitis maksila kronis terdapat pada kelompok umur 38-47 tahun sebanyak 10 penderita (41,7%), sedangkan persentase terendah pada usia lebih 47 tahun ( 8,3%).

Gambar 2.8. Distribusi kelompok keluhan utama rinosinusitis maksila kronis (RSK)

79.2 20.8 54.2 45.8 8.3 91.7 54.2 45.8 8.3 91.7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Hidung tersumbat PND Nyeri pada Wajah Sakit Kepala Gangguan penghidu Ya Tidak

Gambar 2.8. Distribusi keluhan utama rinosinusitis maksila kronis.

Dari gambar 2.8, didapatkan keluhan utama penderita terbanyak adalah hidung tersumbat sebanyak 19 penderita (79,2%), diikuti post nasal drip (PND) sebanyak 13 penderita (54,2%) dan sakit kepala sebanyak 13 penderita (54,2%), sedangkan gejala minor tidak ditemui.

Tabel 5.1.1. Hasil pemeriksaan nasoendoskopi kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis (RSK)

n %

Variasi anatomi KOM

Konka Media edema 20 83,3

Pros unsinatus menonjol 2 8,3

Bula etmoid menonjol 3 12,5

Meatus Medius tertutup 12 50

Polip (+) 4 16,7

Septum deviasi 5 20,8

Konka Inferior edema 22 91,7

Dari tabel diatas, berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi, tampak kelainan terbanyak pada edema konka inferior yaitu 91,7%. Variasi KOM terbanyak adalah

edema konka media yaitu 83,3%, diikuti bulla etmoid menonjol sebanyak 12,5%, sedangkan paling sedikit ditemukan keadaan prosessus unsinatus yang menonjol yaitu 8,3%.

Tabel 5.1.2. Hasil uji t-independent rata-rata waktu transportasi mukosiliar (TMS) antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis (RSK) dengan kelompok kontrol.

Kelompok n Mean SD t P

RSK 24 20,86 2,14 24,61 0,000 Kontrol 24 9,49 0,75

t-independent = 24,67 p = 0,0001

Dari tabel 5.1.2, didapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar hidung pada kelompok rinosinusitis maksila kronis sebanyak 20,86 (SD ± 2.14) menit dan pada kontrol sebanyak 9,49 (SD ± 0,75) menit.

Setelah dilakukan uji t-independent didapatkan nilai p<0,05 dengan perbedaan rata-rata 12,51 menit yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis dengan kontrol, dimana waktu transportasi mukosiliar pada kelompok rinosinusitis maksila kronis lebih lama dibanding kelompok kontrol.

Tabel 5.1.3. Hasil uji t-independent rata-rata waktu transportasi mukosiliar

(TMS) antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis (RSK) berdasarkan jenis kelamin.

Waktu TMS

Jenis Kelamin N % Mean SD

Laki-laki 9 37,5 21,57 2,33 Perempuan 15 62,5 20,43 1,96

t –independent = 1,28 p = 0,214

Dari tabel diatas, rata-rata waktu transportasi mukosiliar hidung pada jenis kelamin laki-laki kelompok rinosinusitis maksila kronis adalah 21,57 (SD ± 2.33) menit dan jenis kelamin perempuan adalah 20,43 (SD ± 1,96)

Setelah dilakukan uji t-independent didapatkan nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.1.4. Distribusi rata-rata waktu transportasi mukosiliar / TMS (menit) berdasarkan keadaan anatomi rongga hidung pada kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis.

N % Mean SD Kavum nasi Lapang 6 25 19,11 1,77 Sempit 18 75 21,44 1,95 Konka media Eutropi 4 16,7 19,24 2,27 Edema 20 83,3 21,18 2,01 Meatus medius Terbuka 12 50 19,59 1,69 Tertutup 12 50 22,13 1,78 Prosesus unsinatus Normal 22 91,7 20,50 1,84 Menonjol 2 8,3 24,78 0,73 Bulla etmoid Tidak menonjol 21 91,7 20,08 0,86 Menonjol 3 12,5 20,97 2,25 Konka Inferior Eutropi 2 8,3 20,50 1,84 Edema 22 91,7 24,78 0,73 Septum Lurus 19 79,2 20,38 0,43 Deviasi 5 20,8 22,66 2,26 Polip Tidak ada 20 83,3 20,50 2,09 Ada 4 16,7 22,65 1,45

Dari tabel 5.1.4, kelainan terbanyak adalah edema konka inferior sebanyak 91,7% dibandingkan normal sebanyak 8,3%. Pada daerah KOM, terbanyak dijumpai edema konka media sebanyak 83,3% dibandingkan normal sebanyak 16,7%. Tampak peningkatan waktu transportasi mukosiliar apabila ditemukan kelainan anatomi pada kavum nasi.

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli 2007 didapatkan 24 orang penderita rinosinusitis maksila kronis yang terdiri dari 9 penderita laki-laki dan 15 penderita perempuan.

Pada gambar 2.6 persentase tertinggi penderita rinosinusitis maksila kronis pada wanita sebanyak 15 penderita (62,5%), sedangkan laki-laki sebanyak 9 orang (37,5%), terlihat jumlah penderita rinosinusitis kronis lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dngan perbandingan 5 : 3. Beberapa penelitian sebelumnya terhadap rinosinusitis kronis, juga mendapatkan jumlah penderita lebih banyak perempuan. Nuutiinen (1993) mendapatkan perempuan sebanyak 83 orang dari 150 pasien penelitiannnya. Bhattacharya (2001) di Boston, mendapatkan perbandingan perempuan dan laki laki sebanyak 2,5 : 1. Irawan (2004) mendapatkan perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 4:3. Yuhisdiarman (2004) mendapatkan perempuan sebanyak 20 penderita (57,2%) dan laki-laki sebanyak 15 penderita (48,2%). Triolit (2004) mendapatkan jumlah penderita perempuan sebanyak 16 penderita (53,3%) dan laki-laki sebanyak 14 penderita (46,67%). Dan juga Andika (2007) dalam penelitiannya mendapatkan 12 orang penderita laki-laki (40%) dan 18 orang penderita perempuan (60%). Dari data diatas tampak penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan kelompok perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Banyaknya penderita rinosinusitis maksila kronis perempuan pada penelitian ini dimungkinkan

karena perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga lebih cepat datang berobat.

Pada gambar 2.7 terlihat kelompok umur penderita terbanyak adalah antara 38-47 tahun sebanyak 10 penderita ( 41,7 %). Elfahmi (2001) mendapatkan umur terbanyak adalah 35-44 tahun sebanyak 30%. Yuhisdiarman (2004) mendapatkan umur terbanyak adalah 35-44 tahun sebanyak 34,3%. Triolit (2004) mendapatkan umur terbanyak adalah 38-47 sebanyak 36,6%. Andika (2007) mendapatkan umur penderita terbanyak adalah pada kelompok umur 37-47 tahun sebanyak 33,3%. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, terlihat umur terbanyak hampir sama dengan yang didapatkan tidak berbeda jauh dengan peneliti-peneliti lainnya.

Pada gambar 2.8, gejala yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien rinosinusitis kronis adalah hidung tersumbat (79,2%) kemudian diikuti post nasal drip dan sakit kepala. Stankiewics (2001) mendapatkan bahwa keluhan hidung tersumbat dan post nasal drip merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Triolit (2004) mendapatkan keluhan terbanyak adalah hidung tersumbat sebanyak 18 penderita (60%). Andika (2007) mendapatkan keluhan hidung tersumbat sebanyak 63,4%. Dari data diatas menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini telah dijelaskan dalam literatur, gejala yang sering dijumpai pada rinosinusitis kronis adalah hidung tersumbat dan perasaan tidak enak pada wajah dan sakit kepala. Sebagian besar mengeluhkan adanya sekret belakang hidung / post nasal drip. Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya

kongesti dan udem pada ostium sinus dan sekitarnya (Ballenger, 1994; Draf,1995; Higler, 1997).

Tabel 5.1.1, berdasarkan hasil nasoendoskopi, variasi anatomi KOM paling banyak dijumpai keadaan konka media edema yaitu 83,3%. Kemudian diikuti penonjolan bulla etmoidalis 12,5% dan penonjolan prosesus unsinatus 8,3%. Dalam literatur dijelaskan bahwa keadaan kompleks osteomeatal (KOM) berperan dalam patofisiologi terjadinya rinosinusitis kronis. Agar sinus dapat berfungsi secara normal, ostium harus terbuka, silia harus berfungsi secara efektif dan pengeluaran sekret harus normal. Pembengkakan membran mukosa akan menyempitkan ostium dan menurunkan fungsi pembersihan mukosiliar. Menurut fisiologisnya, kelainan sinus yang utama yang mengakibatkan rinosinusitis adalah karena terjadinya edema mukosa atau penghalang mekanis yang mengakibatkan tertutupnya kompleks osteomeatal (Clerico, 2001; Branovan, 2004).

Pada penelitian ini, tabel 5.1.2 diperoleh rata-rata waktu transportasi mukosiliar pada kelompok rinosinusitis maksila kronis adalah 20,86 menit (SD ± 2,14) dan kelompok kontrol adalah 9,49 menit (SD ± 0,75). Mahakit (1994) di Thailand dalam penelitiannya mendapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar untuk sinusitis adalah 16,6 menit (SD ± 7,0), sedangkan kelompok kontrol adalah 12,1 menit (SD ± 3,1). Di Amerika Serikat, Benninger (1994) mendapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar orang normal adalah 9,3 menit. Hafner (1997) di Jerman mendapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar pada kelompok rinosinusitis kronis adalah 20,9 menit (SD ± 9,4) sedangkan kelompok kontrol adalah 14,9 menit (SD ± 8,4). Di Australia, Talbot (1997) mendapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar orang normal adalah 13,5 menit. Di Indonesia, Irawan

(2004) pada penelitiannya mendapatkan rata-rata waktu transportasi mukosiliar kelompok rinosinusitis kronis adalah 27,57 menit (SD ± 7,58) dan kelompok kontrol adalah 14,31 menit (SD ± 4,68). Yan (2007) mendapatkan pada individu normal adalah rata-rata 541,6250 detik (SD ± 335,6044). Hal ini sesui dengan literatur bahwa rata-rata waktu transportasi mukosiliar normal berkisar antara 12 sampai 15 menit (Jorissen, 2000).

Berdasarkan hasil yang didapatkan dalam penelitian, dari tabel 5.1.2 dilakukan uji statistik t-independent dan diperoleh nilai p < 0,05 dengan perbedaan rata-rata sebanyak 12,51 menit. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis dengan kontrol, dimana waktu transportasi mukosiliar pada kelompok rinosinusitis maksila kronis lebih lama dibanding kelompok kontrol. Hasil yang diperoleh, sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Irawan (2004) mendapatkan hasil perbedaan bermakna antara rata-rata waktu transportasi mukosiliar pasien rinosinusitis maksila kronis dengan kontrol normal, dan mendapatkan perbedaan rata-rata sebanyak 13,16 menit. Di Jerman, Hafner (1997) mendapatkan hasil perbedaan yang bermakna antara rata-rata waktu transportasi mukosiliar pasien rinosinusitis maksila kronis dengan kontrol.

Dari tabel 5.1.3, rata-rata waktu transportasi mukosiliar hidung pada jenis kelamin laki-laki kelompok rinosinusitis maksila kronis adalah 21,57 (SD ± 2.33) menit, dan jenis kelamin perempuan adalah 20,43 (SD ± 1,96). Setelah dilakukan uji t-independent didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara kelompok penderita rinosinusitis maksila kronis berdasarkan jenis kelamin. Penelitian di Hongkong, Ho

(2001) mengatakan tidak ada perbedaan bermakna rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara laki-laki dan perempuan.

Tabel 5.1.4, kelainan terbanyak adalah edema konka inferior sebanyak 91,7% dibandingkan normal sebanyak 8,3%. Pada daerah KOM, terbanyak dijumpai edema konka media sebanyak 83,3% dibandingkan normal sebanyak 16,7%. Dalam literatur dijelaskan bahwa variasi faktor lokal, regional atau sistemik bisa menimbulkan obstruksi kompleks osteomeatal. Faktor regional dan lokal meliputi deviasi septum, nasal polip, variasi anatomis seperti konka bullosa, benda asing, edema yang berhubungan dengan infeksi / peradangan karena virus, alergi (Clerico, 2001; Branovan, 2004).

Dari tabel 5.1.4, tampak terjadi peningkatan waktu transportasi mukosiliar pada edema konka inferior yaitu 24,78 menit dibandingkan normal konka inferior yaitu 20,50 menit. Waktu TMS juga meningkat pada keadaan apabila dijumpai penonjolan prosesus unsinatus yaitu 24,78 menit dibandingkan keadaan normal yaitu 20,50 menit. Sesuai dengan literatur bahwa keadaan anatomik dapat menimbulkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ostium sinus menyebabkan retensi lendir dan menurunkan kandungan oksigen, peningkatan pCO2, menurunkan pH, mengurangi aliran darah mukosa. Hal ini akan menurunkan fungsi pembersihan mukosiliar. (Clerico, 2001; Branovan, 2004).

BAB 7

Dokumen terkait