• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Difabel Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkara Nomor

NEGERI KENDAL

B. Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Difabel Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkara Nomor

33/Pid.B/2013/PN.Kdl

Mengenai kejahatan yang melibatkan seorang difabel sebagai korbanya dalam tindak pidana perkosaan dalam perkara Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa R selama 5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan penulis berpendapat bahwa dasar pertimbangan hakim untuk menjatuhi hukuman kepada terdakwa kurang tepat atau kurang sesuai yang hanya menjatuhkan 5 (lima) tahun dikurangi terdakwa dalam masa penahanan belum sesuai dalam memenuhi rasa keadilan terutama melindungi hak-hak korban perkosaan dan ketertiban masyarakat. Sedangkan putusan tersebut seharusnya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perkosaan, menjatuhkan

pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Melihat tindak kejahatan perkosaan tentunya dapat menimbulkan trauma yang mendalam bagi korban yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologisnya yang tidak dapat terputus begitu saja namun akan melekat bersama kehidupannya. Tidak hanya itu, hal ini juga menyangkut kepercayaan, kelangsungan sebuah keluarga dan masa depan korban. Selain itu jelas korban mengalami banyak kerugian secara immateriil dan materiil. Khususnya untuk immateriil itu sendiri yang tidak dapat dikembalikan lagi apabila telah direnggut.

Karena dilihat dari kondisi korban (penyandang difabel kategori tuna wicara) yang seharusnya dilindungi dan dijaga tetapi sebaliknya diperlakukan dengan tidak sepatutnya yaitu di perkosa. Dan akibat dari perbuatan pemerkosaan yang telah dilakukan oleh terdakwa menimbulkan rasa takut dan trauma pada diri korban, perbuatan terdakwa juga

menimbulkan keresahan pada orang tua dan masyarakat. Terlebih mengingat bahwa korban adalah seorang yang memiliki kebutuhan khusus (difabel), yang patut dilindungi dari kejahatan apapun, termasuk kejahatan seksual, yang memiliki dampak psikis yang lebih fatal bagi korban, dan pidana yang dijatuhkan belum sebanding dengan penderitaan yang harus di tanggung oleh korban.

Konsep pertanggung jawaban materiil terhadap korban perkosaan adalah suatu bentuk pertanggung jawaban dari pelaku terhadap perbuatan yang telah dilakukannya terhadap korban perkosaan. Tindakan ini merupakan tindak pidana yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman yang diatur dalam pasal 285 KUHP.

Untuk membuktikan perbuatan Rohyan dihadirkan 5 (lima) orang saksi yaitu: Siti Wachidah (korban), Comsatun, Maharso, Rohadi, Ika Lilyana, serta beberapa barang bukti yaitu 1 (satu) buah kaos lengan pendek warna putih, 1 (satu) buah celana

jeans warna biru yang ada bercak darahnya pada bagian pantat, 1 (satu) buah celana dalam warna pink yang ada bercak darahnya, 1 (satu) buah BH warna ungu motif kotak-kotak, 1 (satu) buah hp merk Cross type m3q warna hitam beserta sim cardnya, 1 (satu) buah kondom. Visum et repertum dari UPTD Puskesmas Sukorejo 01 Kendal Nomor: 445.465 200801 1 007 ditanda tangani oleh dr. Iwan Cahja Basuki Nip. 19750112. Diperoleh kesimpulan dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya luka memar pada lengan atas kanan dan dari pemeriksaan organ seksual ditemukan luka robek pada lubang vagina pada jam 3 dan jam 9, dinding liang senggama warna merah muda, keluar darah segar dari luka dinding vagina ataudinding liang senggama yang diperkirakan luka tersebut akibat benturan benda tumpul.

Melalui tuntutannya JPU menuntut terdakwa R telah bersalah melakukan tindak pidana pasal 285 KUHP, tetapi Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi masa penahanan, jauh separuh dari jumlah tuntutan hukuman penjara yang ada di

pasal 285 KUHP. Berdasarkan barang bukti dan segala keterangan dari saksi, hakim memutuskan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa R selama 5 (lima) tahun dikurangi masa penahanan. Hakim menyatakan bahwa hal yang memperberat sebagai pertimbangan bagi hukuman adalah perbuatan R telah mengakibatkan saksi korban SW trauma dan korban adalah tuna rungu.

Pertimbangan ini hakim tidak berinisiatif untuk menyediakan penerjemah bagi saksi korban SW. Bahkan seluruh saksi termasuk saksi korban memberikan kesaksian sendiri-sendiri selama proses persidangan92. Proses seperti ini tidak menunjukan pemberian perlakuan khusus bagi difabel, didalam pasal 178 ayat (1) KUHAP yang menyatakan “jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang

92Faiq Tobroni, Urgensi Proses Peradilan Afirmatif Bagi Perempuan Difabel Korban Perkosaan, Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2015, h. 348

mengangkat sebagai penerjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu”93

.

Pasal 13 ayat (1)UU CRPD, yang menyatakan bahwa negara wajib menjamin secara efektifitas penyandang disabilitas pada keadilan didasarkan atas kesamaan dengan yang lain dalam memfasilitasi peran efektif penyandang disabilitas sebagai partisipan langsung maupun tidak langsung, termasuk sebagai saksi dalam persidangan94. Hakim tidak memberikan perlakuan khusus kepada perempuan difabel korban perkosaan yang dialami SW. Seorang korban dari perkosaan selain kerugian psikis juga kerugian material, kerugian ekonomi seperti biaya visum sekaligus pengobatan, kemudian kehilangan pendapatan dari pekerjaan selama proses persidangan dan proses hukum, biaya transportasi keseluruhan proses. Berdasarkan salinan putusan Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl sama sekali tidak ada gugatan kepada R atas kerugian SW karena peristiwa tersebut. Ketiadaan

93

Pasal 178 ayat (1) KUHAP

94

pendamping menyebabkan ketidak tahuan pihak saksi korban untuk mencari mekanisme gugatan atas kerugian tersebut.

Dari hasil penjelasan diatas, penulis berpendapat bahwa perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan yang dialami SW kurang sesuai dilihat dari kondisi korban itu sendiri adalah seorang difabel (penyandang difabel kategori tuna rungu) yang seharusnya mendapatkan perlakuan khusus dalam peradilan mengingat Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Korban difabel semestinya perlu dilindungi dan diberikan hak-hak sebagai berikut:

1. Hak untuk mendapatkan pendamping hukum 2. Hak untuk mendapatkan penerjemah

3. Hak untuk mendapatkan ahli

4. Hak untuk bebas dari pertanyaan menjerat dan merendahkan 5. Hak untuk diperiksa penyidik, jaksa, dan hakim yang paham

6. Hak untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus95

Saksi korban SW sebagai seorang difabel mempunyai hak untuk diperlakuan khusus, kebutuhan khusus bagi SW tersebut adalah tidak hanya sebagai penerjemah tetapi juga sebagai pendamping. ketiadaan penerjemah bahkan pendamping SW tidak bisa memanfaatkan lembaga peradilan untuk mendapatkan ganti kerugian atas materi yang dikeluarkan selama persidangan.

Saksi korban SW tidak bisa memaksakan peradilan sebagai sarana untuk benar-benar mengobati tekanan psikis akibat perkosaan tersebut apalagi hukuman 5 (lima) tahun penjara bagi pelaku yang merenggut kehormatannya, sementara SW harus memendam tekanan batin karena kehormatannya dirampas selama bertahun-tahun atau mungkin seumur hidup. 5 (lima) tahun penjara masih jauh sebagai sarana untuk benar-benar mengobati tekanan psikis akibat perkosaan tersebut, bisa saja SW belum

95Choky R. Ramadhan dkk, Difabel Dalam Peradilan Pidana (Analisis Konsistensi Putusan), Depok, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, 2016, h. 21

terasa adil. Secara normatif 6 (enam) tahun penjara juga tidak sebanding dengan hukuman 12 (dua belas) tahun penjara yang terdapat di KUHP. Kehadiran penerjemah tentunya akan membantu SW menyampaikan derita psikisnya secara utuh kepada hakim.

Hukum di Indonesia masih sangat minim mengatur perlindungan difabel baik dari segi substansi hukum, aparat penegak hukum, sarana peradilan, dan budaya hukum.

101 PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah diuraiakan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bentuk perlindungan hukum kepada setiap warga negara khususnya bagi korban suatu kejahatan, setiap warga negara Indonesia berhak dilindungi hak-hak korban kejahatan tersebut. Salah satu korban kejahatan yang harus mendapatkan perlindungan hukum serius adalah korban tindak pidana perkosaan. Mengacu pada konsep hukum pidana yang merupakan suatu kesatuan sistem hukum materiil, formil dan pelaksanaan pidana yang tidak lepas dari pertanggungjawaban pidana. Dimana merupakan bentuk dari perlindungan hukum terhadap korban suatu tindak kejahatan pidana salah satu yaitu mendapat perlakuan khusus oleh negara adanya korban difabel. Tindak pidana perkosaan dalam proses penegakan hukum (law enforcement) khususnya dalam peradilan pidana

bertumpu pada hukum pidana dalam KUHP dan hukum acara pidana dalam KUHAP.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Difabel Tindak Pidana Perkosaan dalam Perkara Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl penulis menyimpulkan bahwa perlindungan terhadap korban sebagaimana yang tertera pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih banyak yang belum terpenuhi selain ketiadaan penerjemah, penegak hukum juga masih tertatih dan kurang memperhatikan hak-hak korban dan juga tidak semua jenis perlindungan dapat dipraktikkan pada kasus yang korbannya seorang difabel. Hukum di Indonesia masih sangat minim mengatur perlindungan difabel baik dari segi substansi hukum, aparat penegak hukum, sarana peradilan, dan budaya hukum.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis ingin memberi saran sebagai berikut:

1. Bagi para hakim yang menangani kasus serupa, khususnya hakim yang menangani perkara Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl, disini penulis menyadari bahwasanya hakim mempunyai tanggung jawab yang besar yang harus diemban, dan penulis memaklumi bahwa seorang hakim juga seorang manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf, tetapi alangkah baiknya jika memutuskan suatu perkara hakim lebih mempertimbangkan kondisi korban, terlebih kondisi korban yang seorang penyandang difabel. Dalam menerapkan hukum seadil-adilnya dan memberikan sanksi yang tegas, yang sesuai dengan perbuatan pelaku tindak pidana perkosaan, sehingga sanksi yang diberikan tersebut dapat benar-benar menimbulkan efek jera (represif) bagi pelaku dan membuat takut bagi orang yang belum melakukan tindak pidana tersebut (preventif) mengingat dampak dari perbuatan tersebut menimbulkan trauma yang besar dan merugikan baik dari segi materiil dan non material terhadap korban khususnya kaum perempuan. 2. Sistem peradilan pidana sudah memberikan sinyal

dengan berbagai pihak, baik aparat hukum dan semua lapisan masyarakat. Memberikan perlindungan yang optimal kepada semua warga Negara termasuk perlindungan hukum buat kaum difabel. Tanpa adanya kerjasama antar masyarakat dan penegak hukum tentu tujuan tersebut tidak akan pernah tercapai.

C. Penutup

Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik hidayahnya dan inayahnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materiil maupun moril kepada penulis. Besar harapan penulis, semoga pemikiran yang berbentuk sebuah karya ilmiah sederhana ini, dapat berguna dan membawa maslahat untu semua. Penulis menyadari, sealipun telah mencurahkan segala usaha dan kemampuan dalam penyusunan skripsi, namun masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna perbaikan selanjutnya.

Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan pengetahuan penulis, kekurangan dan kesalahan penulis, pembahasan yang kurang komprehensif, analisis yang kurang tajam atau yang lainnya. Oleh karena itu besar harapan penulis semua pihak berkenan memberikan koreksi, kritik edukatif dan saran konstruktif.

Adji, Oemar Seno Hukum Hakim Pidana, Jakarta,Erlangga, 1984

Affandi, Yuyun Pemberdayaan dan Pendampingan Perempuan Korban Kekerasan Seksual Perspektif Al-Qur’an, Semarang: Walisongo Press, 2010

Ali, Zainudin Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2014

Al-Qur’an, Terjemah dan Tafsir untuk Wanita, Bandung: Penerbit JABAL, 2010

Arikunto, Suharsini Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2010

Arief, Barda Nawawi Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Proses Peradilan Pidana, Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi, Vol.l/No.I, 1988

. Azwar, Saifudin Metode Penelitian, Yogyakarta:PT. Pustaka Pelajar), 1998

Chodzirin, M, Pendampingan Edukasi dan Motivasi Bagi Penyandang Difabilitas Fisik dalam Mengakses Pendidikan Tinggi di SMALB Negeri Semarang, Semarang: LP2M, 2014

Aspek-aspek Criminal Justice Bagi Penyandang Disabilitas, Jakarta: Institute For Criminal Justice Reform”ICJR”, 2015

Gosita, Arif Bunga Rampai Viktimisasi, PT. Eresco, Bandung, 1995

Hakrisnowo, Hukum Pidana Perspektif Kekerasan Terhadap Wanita, Yogyakarta, Jurnal Studi Indonesia, 2000

Hariyanto, Dampak Sosio Psikologis Korban Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Wanita, Yogyakarta, Pusat Studi Wanita Universitas Gajah Mada, 1997

Khoiriyah, Rofi’atul, Difabilitas Dalam Al-Qur’an

Kosasih, E, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung, Yrama Widya, 2012

M. Syafi’ie, Dkk, Potret Difabel Berhadapan Dengan Hukum Negara, Yogyakarta: SIGAB, 2014

Nawawi, Hadari Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991

Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

Pasal 178 ayat (1) KUHAP Pasal 13 ayat (1)UU CRPD

Kerja dan Ketenaga Kerjaan (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Jakarta, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur,an, 2010, Diakses pada 11/11/2017 23:00

Purnomo, Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978

Raharjo, Satjipto Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Ramadhan, Choky R. dkk, Difabel Dalam Peradilan Pidana (Analisis Konsistensi Putusan), Depok, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, 2016

Riyadi, Eko dkk Vulnerable Groups, Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, Yogyakarta, 2012

Seminar Nasional, Aspek Perlindungan Hukum Bagi Korban Perkosaan (Gangguan Psikiatrik Korban Perkosaan), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1991

Tobroni, Faiq Urgensi Proses Peradilan Afirmatif Bagi Perempuan Difabel Korban Perkosaan, Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2015

Undang-Undang, Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas

Saksi dan Korban

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2001

Waluyo, Bambang Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Jakarta, Sinar Grafika, 2011

Wasita, Ahmad Seluk-Beluk Tunarungu & Tunawicara Serta Strategi Pembelajarannya, Javalitera, Yogyakarta, 2012

Wati, Briliyan Erna Viktimologi, Semarang, Cv. Karya Abadi Jaya, 2015

Wijaya, Ardhi Seluk Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya, Jogjakarta, Javalitera, 2012

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 1997

Yulia, Rena Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013

Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2015

http://www.organisasi.org/1970/01/macam-jenis-cacat-pada-manusia-disabilitas.html#.wgUyi3vZFDs. Diakses pada Diakses pada 5/10/2017 14:00

http://krjogja.com/web/news/read/17813/Perempuan_Disabilitas_dan_ kekerasan_Seksual, Diakses pada 6/10/2017, pukul 13:00.

http://m. Kompasiana.com/post/read/614563/3/kata-katamu-itu-lo.html. diakses pada 10/10/2017 08:15

http://www.solider.or.id/2013/09/27/membangun-perspektif-difabel-dalam-upaya-perlindungan-hukum. Diakses pada 10/10/2017 08:22

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tunanetra. Diakses pada 20/10/2017 10:05

http://kahilla16.blogspot.co.id/2009/06/sekilas-pengertian-tunarungu.html, Diakses pada 20/10/2017 10:23

http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-tunadaksa/. Diakses pada 20/10/2017 10:30

Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aidatun Mukaromah

Tempat/ tanggal lahir : Batang, 22 Desember 1993

Alamat : Ds. Kebondalem Rt 03 Rw 03 Kec. Gringsing Kab. Batang

Nomor hp (WA) : 083862011793

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia Menerangkan dengan sesungguhnya : Riwayat pendidikan

A. Pendidikan formal

1. SD Negeri Kebondalem 01 Batang : 2000-2006 2. SMP Negeri 04 Kebondalem Batang : 2006-2009 3. SMA Al-Munawwir Gringsing Batang : 2009-2012 4. UIN Walisongo Semarang : 2012-2018

Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang 05 Maret 2018

Aidatun Mukaromah NIM: 122211024